A. Definisi Cerpen dan Antologi Cerpen
1. Definisi Cerpen dan Antologi Cerpen
Cerpen meupakan akronim dari cerita pendek. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cerpen berarti kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal kata dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika). Sementara itu, menurut Edgar Allan Poe, cerpenis dari amerika dan perintis fiksi detektif dan kriminal, cerpen adalah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam. Dari kedua pengertian itu dapat disimpulkan bahwa cerpen adalah cerita pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal pada satu tokoh dan satu situasi yang habis dibaca dalam sekali duduk.
2. Ciri-Ciri Cerpen
Berikut ini ciri-ciri cerpen.
a. Jalan ceritanya pendek.
b. Jumlah kata tidak lebih dari 10.000 kata.
c. Tidak menggambarkan semua kisah tokoh.
d. Tokoh dalam cerpen mengalami masalah atau konflik hingga pada tahap penyelesaian.
e. Kesan cerpen sangat mendalam sehingga pembaca ikut merasakan kisah tersebut.
f. Biasanya hanya menceritakan satu kejadian.
g. Latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkungan yang relatif terbatas.
3. Jenis Cerpen
Berdasarkan jumlah kata yang digunakan, cerpen dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Cerpen Mini
b. Cerpen Ideal
c.Cerpen Panjang
B. Nilai-Nilai dalam Cerpen
Dalam cerpen terdapat beberapa nilai yang terkandung di dalamnya.
a. Nilai Moral
b. Nilai Religius
c. Nilai Budaya
d. Nilai Kepahlawanan
e. Nilai Sosial
f. Nlai Politik
SENJA NAN KELABU
Adinda Cantika
Paliwa atau yang akrab disapa Wawa adalah anak semata wayang dari kedua orang
tuanya, Pak Palta dan Bu Kirawa. Wawa adalah seorang murid kelas 9 di salah
satu SMP terkenal di Jakarta. Setiap hari, pekerjaannya hanyalah mengeluh
karena banyaknya tugas yang diberikan oleh gurunya. Maklum saja, hal ini karena
1 bulan lagi ia akan menghadapi ujian nasional. Meski ujiannya sudah dekat,
Wawa tetap saja berpacaran. Pacarnya adalah teman seangkatannya yang bernama
Toni.
Setiap sore, Wawa selalu datang ke sekolah
untuk mengikuti les mata pelajaran. Sepulang les, ia biasanya jalan-jalan
sebentar bersama Toni, entah ke tempat perbelanjaan ataupun ke taman. Meski
Toni adalah seorang badboy di sekolahnya, ia sangatlah romantis. Oleh karena
itulah Wawa sangat nyaman bersamanya.
Suatu hari,
ketika mereka sedang duduk berdua di taman, Wawa menceritakan masalahnya kepada
Toni.
“Ton, aku capek. Kenapa coba kita
harus belajar? Aku pengen nikmatin hidup aku tanpa harus belajar. Aku pengen
seneng-seneng terus. Kamu punya solusinya gak?” keluh Wawa
Awalnya Toni terdiam, namun setelah beberapa
saat, ia tahu solusinya.
“Wa, gimana kalo kita nikah aja?” ajak
Toni
“Hah?!” Wawa terkejut mendengar apa
yang baru saja keluar dari mulut Toni
“Wa, Kamu udah bosen belajar kan?
Kamu pengen kita seneng seneng kan? Ayo kita nikah! Kalo kita udah nikah nanti,
kamu gak bakal pusing kayak gini lagi. Kamu gak harus belajar pelajaran sekolah
lagi. Aku janji bakal bikin kamu seneng terus. Aku janji aku bakal bahagiain
kamu. Aku janji aku bakal jagain kamu seumur hidup. Aku janji bakal terus ada
buat kamu. Aku cinta kamu sepenuhnya. Kamu mau nikah sama aku kan, Wa?” bujuk
Toni
“Aku juga cinta sama kamu Ton, tapi
aku belum siap buat nikah. Kita masih kecil, masih kelas 9, belum pantes buat
nikah.” bantah Wawa
“Ini demi kebaikan kita Wa, kita
bakal hidup bahagia berdua. Kita gak perlu pusing pusing mikirin tugas sekolah
lagi.” kata Toni
“Kasih aku waktu buat mikir Ton”
pinta Wawa
Setelah
berpikir keras selama satu minggu, Wawa akhirnya menemukan jawabannya. Ia mau
menikah dengan Toni. Ia ingin hidup bersama dengan cintanya, karena segalanya
mungkin akan menjadi lebih mudah. Ia memutuskan untuk berbicara dengan kedua
orang tuanya terlebih dahulu.
“Ma, Pa, Wawa
mau ngomong sesuatu yang penting. Wawa mau nikah sama Toni.” Ucap Wawa
“Apa?!” Pak
Palta dan Bu Kirawa sangat terkejut mendengar pernyataan anak semata wayangnya
itu.
“Kamu gak boleh
nikah kalo belum tamat kuliah!” suara Pak Palta terdengar emosi.
“Aku udah bosen
sekolah Pa, aku bosen ngerjain tugas yang gak ada habisnya. Aku sama Toni juga udah
saling cinta. Meskipun kami baru pacaran selama 2 bulan, aku udah kenal banget
sama Toni. Dia itu merjuangin aku banget, buktinya sebelum kami pacaran Toni
rela ninggalin cewek lain demi aku.” ucap Wawa.
“Itu bukan
cinta Wa, itu cuma hawa nafsu kalian. Kalian masih kecil, masih terlalu labil
buat nikah. Jangan sampe kamu nikah di umur segini. Membangun rumah tangga itu nggak
sesederhana yang kamu kira. Dan, kalo sekarang dia ninggalin orang lain demi
kamu, maka suatu saat nanti kamu juga bakal ditinggalin sama dia.” Ucap Bu
Kirawa.
“Pokoknya papa
gak setuju!” ucap Pak Palta.
“Mama juga gak
setuju.” sahut Bu Kirawa.
“Pokoknya Wawa
bakal tetep nikah sama Toni!” bantah Wawa.
Wawa
langsung berlari ke kamarnya dan menangis sendiri disana. Ia menangis karena
orang tuanya tak mau memberinya izin untuk menikah. Ia pun langsung menghubungi
Toni untuk memberitahukan hal tersebut. Tak disangka, Toni malah mengajaknya untuk
melakukan kawin lari. Kali ini, tanpa pikir panjang Wawa langsung menerima
ajakan Toni tersebut.
1 jam kemudian,
Todi sudah ada di depan rumah Wawa. Wawa langsung keluar tanpa meminta izin
terlebih dahulu kepada orang tuanya, ia keluar melalui jendela. Sebelum pergi,
ia sempat menuliskan surat untuk orang tuanya. Isi suratnya yaitu “PA, MA, MAAF
AKU PERGI TANPA IZIN. AKU MAU NIKAH SAMA TONI. PAPA SAMA MAMA GAK USAH
KHAWATIRIN AKU. AKU PAMIT.”
Mendengar
suara motor dari luar, Pak Palta seketika bangun dari tidurnya. Ia kemudian
mengecek kamar Wawa untuk memastikan apakah anaknya sudah tidur atau belum.
Setibanya di kamar Wawa, ia menemukan sebuah surat di atas meja belajar anaknya
itu. Ia langsung mengalami serangan
jantung setelah membaca surat pamit dari Wawa. Anaknya itu pergi
meninggalkan orang tuanya sendiri hanya demi bersama dengan kekasihnya.
Keesokan harinya, Pak Palta dilarikan ke rumah sakit. Namun sayang, ajal sudah
menjemputnya. Bu Kirawa pun stress dengan kejadian ini. Anak semata wayang dan
suaminya telah pergi meninggalkannya sendiri. Ia kemudian memutuskan untuk
bunuh diri dengan meloncat dari lantai 2 rumah sakit.
Tiga
bulan berlalu, kini Wawa berstatus sebagai seorang ibu hamil. Kandungannya baru
berusia 1 bulan. Pada suatu hari, tiba-tiba Toni membawa pulang seorang gadis cantik,
ia berkata bahwa gadis itu adalah pacar barunya.
“Berani beraninya kamu ngelakuin ini
ke aku. Aku rela ninggalin orang tua aku demi kamu. Dan sekarang, kamu tega
ninggalin aku demi cewek lain! Apa ini balesan kamu?” protes Wawa kepada
suaminya.
“Kamu udah gak penting lagi buat
aku. Aku udah gak butuh kamu lagi. Mulai sekarang, kita udah gak ada hubungan
apa apa lagi. Aku gak peduli sama kandungan kamu. Cepet kamu pergi dari sini!”
jawab Toni dengan nada tinggi.
Perasaan Wawa
kini jadi tak karuan, hubungan yang diharapkannya harmonis, kini kandas di
tengah jalan. Ia kemudian pulang ke rumah orang tuanya. Di perjalanan, ia hanya
menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya. Sesampainya di rumah orang tuanya, ia
tak melihat seorangpun disana. Kemudian ada seorang tetangganya yang lewat dan
memberitahu bahwa kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Akibatya, tangisan
Wawa semakin menjadi-jadi. Ia menyesal telah meninggalakan orang tuanya hanya
demi seorang Toni. Tak sampai disitu, ia juga melihat mantan teman sekelasnya
yang sedang belajar bersama teman barunya. Ia menyesal telah menikah di bawah
umur. Pada akhirnya ia sadar bahwa pendidikan dan orang tua, jauh lebih penting
dari cinta.
D. Unsur Pembangun Cerpen
1. Unsur Intrinsik
a. Tema
b. Alur
1. Struktur Alur
a. Pengenalan Situasi (Exposition)
b. Pengungkapan Peristiwa (complication)
c. Menuju Adanya Konflik (rising action)
d. Puncak Konflik (turning point)
e. Penyelesaian (ending atau coda)
c. Latar
1. Latar Tempat
2. Latar Waktu
3. Latar Suasana
d. Penokohan
Teknik penggambaran tokoh
1. Teknik Analitik
2. Teknik Dramatik
e. Sudut Pandang
f. Amanat
2. Unsur Ekstrinsik
a. Bahasa
b. Latar Belakang Pengarang
c. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Karya Sastra