Langsung ke konten utama

Postingan

Contoh Anekdot

 Seperti Wasit Saja Suatu siang, Hana dan Hani sedang berbincang di teras kelas, mereka sedang membicarakan gosip tentang teman mereka, Ratu. Hana : “Han, dengar nih, katanya, Ratu baru dilabrak kakak kelas,lho.” Hani yang mendengar hal itu, menjadi tertarik. Hani : “Oh ya? Sungguh? Hana : “Iya, sungguh.” Hani : “Memangnya Ratu kenapa? Dia kan berteman dengan semua orang, kok bisa?” Hana : “Huh!memang sih, tapi sadar tidak? Dia berteman dengan semua orang untuk mencari dan membicarakan kesalahan orang lain.” Hani : “Oooh, iya ya. Kalau begitu, dia kerja di lapangan saja.” Hana :”Di lapangan?” Hana mengerutkan keningnya, tidak paham dengan maksud Hani. Hani : “Iya, kan, jadinya, dia seperti wasit” Hana : “Seperti wasit? Kenapa?” Hani : “Iya, kesana kemari untuk mencari dan membicarakan kesalahan orang” Hana tertawa mendengarnya. Namun, ternyata Ratu yang berada di dalam kelas mendengar percakapan mereka. Dia akhirnya keluar dan berkata, Ratu : “Kalau begitu, ...

Catatan: Nandra yang Culun

     Hari ini adalah hari Sabtu, bertepatan dengan ulang tahunku yang ke -17. Orang-orang bilang kalau ulang tahun ke-17 itu harus menyenangkan, kalau perlu harus ada perayaannya. Tapi menurutku tidak begitu, sekalipun aku berfikir begitu aku tidak akan merayakannya karena aku tidak memiliki seorang teman pun untuk diundang. Aku terkadang merasa aneh dengan orang-orang, kenapa umur yang semakin berkurang harus dirayakan? Apakah sebegitu bahagianya mereka karena waktu hidup mereka berkurang? Terkadang aku terlalu memikirkan hal remeh seperti itu makanya kepalaku merasa letih.      Pertama-tama aku akan menceritakan tentang latar belakangku. Nama panggilanku adalah Nandra dan ku rasa kalian tak perlu tahu nama panjangku karena itu tak penting bagi kalian. Kalau kalian mau tahu, aku ini anak tunggal yang artinya aku tak punya saudara. Alhamdulillah kedua orang tuaku masih hidup. Tentang sekolahku mungkin kalian tak perlu tahu, yang pasti aku sekolah di sekolah...

Buku Tua Bersampul Coklat

 Anin terbangun dari tidurnya. Ia melihat ke arah jam dinding. Jam menunjukkan pukul 2 dini hari. Seketika tubuhnya gemetaran. Lagi-lagi ia  mendengar suara pintunya diketuk beberapa kali. Apa-apaan ini, ucap Anin dalam hati. Ini sudah malam ketiga ia mendengar ketukan pintu itu pada jam yang sama. Kemarin, ia pikir mungkin ia hanya salah dengar dan kembali melanjutkan tidurnya. Namun, kejadian itu terus berulang hingga malam ini. Ia sudah tak tahan lagi. Ia turun dari kasurnya dan berjalan menuju pintu. Sebenarnya ia bukan anak yang pemberani, namun rasa penasaran mengalahkan rasa takutnya. Ia sempat ragu saat ingin membuka pintu. Tapi ia buang jauh-jauh rasa ragunya itu dan menarik gagang pintu. Saat ia membuka pintu, alangkah terkejutnya ia karena tidak ada siapa-siapa di depan kamarnya. Bulu kuduknya naik, dengan segera ia tutup kembali pintu kamarnya. Ahh… rumah nenek sangat seram, desahnya. Tapi sebelum pintu kamar benar-benar tertutup, Anin melihat sebuah kotak tergelet...

Hanyalah Pendosa

  Aku bukan siapa-siapa Aku bukan pujangga,yang bisa merangkai kata Aku bukan dokter penyembuh luka Aku bukan penulis,yang mampu mengarang cerita Aku bukan dukun,yang pandai melafal mantra Aku hanyalah insan bertabur dosa Yang tak punya arti dari sempurna Aku hanyalah hamba penggoda Yang mungkin tuhan bosan mendengarku meminta Aku hanyalah manusia biasa dengan akal di kepala Hanyalah pendosa yang akrab dengan dusta Tak punya etika,tapi punya cinta Aku terbuang dari keramaian Berkumpul dalam berandalan Mengusik para pecundang metropolitan Menodongkan tangan,meminta kembalian Pada para pemangku jabatan Penghina mimpi seorang bajingan Aku hanyalah pendosa Yang ingin keadilan bukan kenangan

Di balik senyum Birru

Jingga melamun, padahal ia tahu akan telat kuliah. Namun karena hari itu hari dimana Birru pergi meninggalkannya, ia kembali mengingat kenangan lamanya.   Flashback… Mentari yang redup, bersembunyi di balik awan. Burung menghiasi sangkakala dengan indahnya. Angin berembus dengan tenangnya membawa aroma tanah bekas hujan semalam. Namun dibalik indah dan tenang suasana kala itu, tersimpan suasana pilu. Di kala IC yang sepi kala itu, Birru terduduk lesu merenung di kelasnya. Keringat bercucuran dengan deras di dahinya terlihat seperti takut akan suatu hal. Kepalanya ia tumpukan diatas tangannya, sesekali tangan yang rapuh itu mengepal seakan banyak masalah berat menimpanya. Terlihat jelas kerutan di dahinya.   “Apa sebenarnya salahku selama ini?” ungkapnya bertanya-tanya.   Birru seorang burung rapuh yang terlihat tegar dan baru kali ini mengepakkan sayapnya mengelilingi dunia tertegun. Ia mengingat kembali kejadian semalam yang menimbulkan kenangan pahit d...

Akhilendra

Malam minggu telah tiba, malam yang merdeka untuk seluruh siswa. Yang mereka pikirkan hanyalah bersenang-senang. Tidak dengan si Akhilendra, salah satu siswa yang paling sibuk di Sekolah. Ia mengikuti organisasi dan banyak ekstrakurilkuler. Setiap hari dia disibukkan dengan Organisasi dan Ekstrakulikuler. Saking sibuknya kadang dia lupa akan kewajiban utamanya sebagai siswa yaitu belajar. Disaat orang-orang   bersenang-senang di malam minggu. Ia harus mengikuti rapat dengan organisasinya membahas tentang kegiatan yang akan dilaksanakan untuk bulan depan. Nah, keputusan dalam rapat, ia mendapat kepercayaan sebagai ketua pelaksana untuk kegiatan tersebut. Awalnya ia menolak, karena ia merasa dirinya tidak sanggup sebagai ketua. Ia merasa belum punya banyak pengalaman. Tapi teman-temannya meyakinkannya untuk menjadi ketua. Dengan setengah hati ia menerimanya dengan syarat teman-temannya harus membantunya dalam mensukseskan kegiatan tersebut. Kemudian ia menyusun kepanitiaan untuk ...