Langsung ke konten utama

Di balik senyum Birru

Kursi


Jingga melamun, padahal ia tahu akan telat kuliah. Namun karena hari itu hari dimana Birru pergi meninggalkannya, ia kembali mengingat kenangan lamanya.

 

Flashback…

Mentari yang redup, bersembunyi di balik awan. Burung menghiasi sangkakala dengan indahnya. Angin berembus dengan tenangnya membawa aroma tanah bekas hujan semalam. Namun dibalik indah dan tenang suasana kala itu, tersimpan suasana pilu. Di kala IC yang sepi kala itu, Birru terduduk lesu merenung di kelasnya. Keringat bercucuran dengan deras di dahinya terlihat seperti takut akan suatu hal. Kepalanya ia tumpukan diatas tangannya, sesekali tangan yang rapuh itu mengepal seakan banyak masalah berat menimpanya. Terlihat jelas kerutan di dahinya.

 

“Apa sebenarnya salahku selama ini?” ungkapnya bertanya-tanya.

 

Birru seorang burung rapuh yang terlihat tegar dan baru kali ini mengepakkan sayapnya mengelilingi dunia tertegun. Ia mengingat kembali kejadian semalam yang menimbulkan kenangan pahit dalam ingatannya. Kejadian yang membuatnya kembali menyerah akan hidup yang susah payah ia pertahankan ditengah penyakit yang dideritanya.

 

Kamu ya anak emas yang selalu dipuji-puji guru?! Apasih kelebihanmu kalau dibandingin sama kita?! Udah nolep, nggak pernah keliatan eh taunya pinter ngejilat guru ya! Baru gini aja udah belagu! Terdengar bentakan dari beberapa orang.

 

Birru hanya terdiam berusaha menahan tangis. Badannya yang rapuh terduduk lemas di lantai koridor asrama. Dirinya berusaha tidak melawan seraya memikirkan apa kesalahan yang telah dia berbuat kepada orang-orang itu.

 

“Kamu bisu ya?! Punya mulut gak sih?! Kalau ditanya tu jawab bukannya diem aja! Bentak orang-orang itu lagi.

 

Namun kali ini tidak hanya terdengar bentakan, namun juga suara pukulan bertubi-tubi.

 

“Lain kali awas aja ya kamu, sekarang ini masih peringatan. Kalau kamu masih ngelunjak siap-siap aja lain kali!” ungkap salah seorang diantara mereka sembari melayangkan tendangan terakhir kepada Birru.

 

Setelah orang-orang itu pergi tangis Birru pecah. Air mata yang sedari tadi ditahannya meluncur begitu saja dengan derasnya. Terlihat banyak lebam di tubuhnya, namun rasa sakit itu tak ia hiraukan. Bukan masalah dirinya yang kembali mendapat perilaku buruk, namun orang-orang itu yang kembali mengungkit perihal ibunya. Satu-satunya orang yang menguatkannya, sekaligus merapuhkannya dikala ia sudah pergi kembali ke pangkuan tuhan.

 

*****

 

Suara hujan yang mulai turun membuyarkan lamunannya, menyadarkan dirinya dari renungan tadi. Namun Birru seolah tak peduli, rasanya suasana kala itu menambah khusyuk dirinya untuk kembali merenung.

 

Dirinya kembali berpikir, “Atas dasar apa orang-orang itu melabeli aku anak emas? Padahal aku tidak sepintar ataupun sebaik itu sampai-sampai guru memperlakukanku berbeda. Aku hanya siswa biasa, bahkan orang-orang jarang yang tau aku. Apa ada suatu kejadian yang membuat mereka salah paham?”.

 

Birru akhirnya menyerah memikirkan penyebab dirinya selalu diperlakukan buruk. Dirinya takut jika semakin dalam berpikir, dia akan kembali overthingking serta mengingat kejadian buruk lainnya. Kejadian yang membuat dia memutuskan untuk menutupi apapun masalah yang dihadapinya dari keluarganya serta temannya agar mereka tak khawatir. Hal yang membuatnya lebih baik meninggalkan rumah dan bersekolah di IC.

 

“Sudahlah, suatu saat nanti ini tidak akan terjadi lagi” ucapnya menyemangati diri sendiri. Setitik senyum pun terbit di wajahnya. “Tapi kapan hari itu datang? Tanyanya yang membuat semangatnya langsung terpatahkan, senyumnya pun redup kembali. Lenyap dari wajahnya.

 

*****

 

            Disaat yang sama hujan telah reda, menimbulkan aroma yang menenangkan. Birru pun kembali karena jam sudah menunjukkan pukul 3 siang, pertanda adzan ashar akan segera berkumandang.

 

“Heh kamu cupu, diem dulu bentar. Enak aja langsung pulang!” terdengar teriakan tiba-tiba dari seseorang yang membuat langkah birru terhenti. Badannya gemetaran, takut akan kejadian semalam yang akan terulang lagi.

 

“Enak banget kamu ya duduk-duduk disini, mending belajar aja biar posisimu sebagai anak emas gak tergeser. Atau mending cari muka aja deh. Enak banget jadi anak kesayangan, nilai pasti selalu ditambah-tambah” ucap orang itu.

 

Birru lagi-lagi hanya bisa terdiam menerima kalimat-kalimat yang menusuk hati satu persatu. Setelah lelah melontarkan kata-kata menyakitkan, orang itu langsung pergi. Di dalam hatinya Birru amat bersyukur sebab ia tidak menerima kekerasan fisik kali ini, namun tetap saja kekerasan verba yang mereka lakukan lagi-lagi menorehkan luka di hati kecilnya, hati yang penuh sayatan luka.

 

Terbersit di pikirannya tentang omongan orang itu, “Apa maksudnya nilai yang selalu ditambah tambah? Aku tidak pernah bertemu guru dan merasa guru menambah nilaiku hanya karena orang-orang bilang diriku anak emas. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa omongan mereka sangat berbeda dengan kenyataan?” Birru kembali bertanya-tanya. Namun dirinya tak pikir panjang dan langsung meneruskan langkahnya ke asrama.

 

*****

 

Hari-hari Birru lewati dengan berat, mentalnya sudah rusak. Setiap harinya ia hanya murung. Bisa dikatakan ia seperti mayat hidup. Matanya terlihat redup, tak ada lagi senyum terpatri dibibirnya. Entah senyum kepalsuan atau terpaksa.

 

Gairah hidupnya telah lenyap tak bersisa. Dikala keluarga serta teman-temannya bertanya akan kondisinya, ia selalu menutupinya dengan senyum terpaksa. Mengatakan bahwa dirinya baik baik saja. Padahal itu hanya bohong belaka.

 

Ayahnya pun hanya bisa percaya, karena dia tahu birru anak yang selalu jujur kepada dirinya. Namun ada satu orang yang tidak percaya begitu saja perihal kondisinya, dia adalah Jingga anak kelas XI IPA 1. Walaupun tingkat kepekaannya rendah, namun ia tahu Birru sedang menghadapi suatu masalah.

 

*****

 

Pada hari Minggu akhirnya Jingga menghampiri Birru. Dirinya sudah lelah hanya melihat dari belakang seperti bayangan.

 

“Aku tahu kamu sudah berusaha kuat, tapi jangan sampai diri kamu yang terluka. Lama kelamaan kamu akan hancur perlahan menahan semua beban itu. Kalau kamu mau aku bisa jadi orang yang bakal hilangin semua beban itu” ungkap Jingga tiba-tiba.

 

 Tentu saja ucapan Jingga membuat Birru kaget. Ia heran, mengapa Jingga tidak menjauhinya seperti orang lain. Baru kali ini juga ia melihat orang yang menurutnya asing namun langsung mau turun tangan membantunya menyelesaikan masalah.

 

“Tapi kamu nggak bakal bisa bantu, lagian kamu orang asing yang nggak tau masalahnya apa” jawab Birru.

 

“Heh enak aja ya, gini-gini aku gak kudet. Terus kamu bilang orang asing? Kita ini temen yaampun, padahal sama-sama pembinaan olimpiade Biologi juga” ungkap Jingga dengan kesal.

 

Birru pun lantas menjawab “Emang salah kalo nggak kenal semua orang? Lagian kamu yang anggep aku temen, tapi aku anggepnya nggak tuh. Btw biasa aja kali jawabnya kagak usah pake urat”.

 

Jingga lantas malu mendengar jawaban Birru, ia menggerutu. “Bukannya terima kasih kek udah mau dibantuin”.

 

Jingga yang kesalpun akhirnya meninggalkan Birru, sebelum menghilang dari pandangan Birru ia membalikkan badan seraya berkata “Aku serius. Aku ini orang dalam, punya banyak koneksi. Kalau mau tau yang sebenarnya datang ke kelas XI IPA 1 besok jam 2 siang, aku bakal bantu. Percaya deh”.

 

Birru terdiam mendengar perkataan Jingga, ia meninmbang-nimbang apakah kali ini ia bisa mempercayai seseorang? Rasanya ia kehilangan rasa percaya kepada orang lain. Namun karena dirinya sudah lelah, ia pun ingin mencoba percaya dan mencari tau kebenarannya. Bukan hanya diam saat disiksa tanpa tahu kesalahannya.

 

“Baiklah mari coba percaya padanya, aku rasa ia jujur dan kalau dilihat anak yang baik juga. Entah kenapa rasanya anak itu tidak asing” gumam Birru.

 

*****

 

Hari yang telah dijanjikan pun tiba. Birru melangkahkan kakinya ke kelas XI IPA 1 sesuai ucapan Jingga  kemarin. Namun ia heran melihat Jingga yang sedang sibuk berkutik dengan laptopnya, entah apa yang dilakukan.

 

“Cepetan masuk! Nanti ada yang lihat lagi, gak usah heran napa. Kan aku udah bilang bakal bantu kamu” teriak jingga dari dalam kelas.

 

Jingga pun menyodorkan laptopnya ke birru “lihat nih, aku udah minta Choir buat nge-hack CCTV asrama putra, terus kemarin aku juga udah hack CCTV sekolah ini”.

 

“Rekaman yang mana sih?” Tanya Birru bingung, karena yang dirinya lihat hanyalah layar putih.

 

“Diem dulu napa bego ! Ini WiFi-nya lelet, mana laptop-nya nge-lag. Gak guna emang! Lagian Choir sok iye banget ngirimnya lewat Telegram” ungkap Jingga kesal.

 

Rekaman pun terlihat, Birru melihat kedua rekaman CCTV itu dengan saksama, namun tiba-tiba dia mengerutkan alisnya. “Loh jadi yang mereka bilang kalau aku ngejilat guru buat dapet nilai bagus itu ini ya?” tunjuk Birru ke layar laptop.

 

 

Jingga langsung saja ikut melihatnya dan terkejut, karena ternyata itu rekaman  Jae yang sedang berbincang dengan pak Adi. “Loh ini kan Jae waktu ngumpulin remed, makanya dapat tambahan nilai. Ternyata mereka cuma salah paham, tapi kok bisa ngiranya kamu Birru?” tanya Jingga menginterogasi Birru.

 

“Jae itu temen sekamarku, waktu itu dia minjem hoodieku. Mungkin gara-gara itu mereka salah paham” ungkap Birru.

 

“Ya ampun cuma salah paham sampe kayak gini. Bisa nggak sih mereka tanya kebenarannya dulu?! ungkap Jingga frustasi.

 

Birru mencoba menenangkan jingga “Udahlah ayo kita kasih liat mereka bukti ini, tapi besok aja. Lagian mereka gak ada”.

 

“Oke deh serah kamu aja. Aku juga mau ambil dulu bukti rekaman waktu kamu dibully” jawab Jingga.

 

Setelah mereka mendapatkan bukti mereka langsung kembali ke asrama masing-masing dengan perasaan lega dan bahagia. “Akhirnya penderitaanku berakhir” batin Birru senang.

 

Tanpa mereka sadari tadi, ada Bagas yang mengintip dari balik jendela. Amarahnya naik sampai ubun-ubun melihat Birru dan Jingga berdua. Ia salah paham kembali. Belum tuntas satu kesalahpahaman timbul lagi kesalahpahaman lainnya.

 

“Awas aja kamu Birru, aku udah peringatin tapi kamu gak hirauin, bahkan kali ini kamu berdua sama Jingga. Orang yang aku suka sedari awal masuk IC. Siap-siap aja nanti malam “ucap Bagas seraya tersenyum licik.

 

Bagas pun lantas pergi meninggalkan dua orang yang sedang fokus melihat rekaman  CCTV itu. Di otaknya sudah tersimpan banyak rencana jahat. Ia pun sudah berpikir untuk langsung berkumpul dengan teman se-gengnya untuk kembali membully Birru nanti malam.

 

Orang-orang memandang Birru aneh, sudah sedari tadi ia senyum-senyum sendiri, bahkan ada beberapa orang mengatainya gila. Mereka tidak tahu saja betapa bahagianya Birru karena merasa sudah akan lepas dari penderitaan.

 

“Biarin aja deh orang mau ngomong apa, yang penting sekarang udah gak ada yang bully, gak ada salah paham  lagi” pikir Birru.

 

Kebahagiaan Birru tiba-tiba lenyap. Dirinya yang sedang santai membaca buku di koridor asrama tiba-tiba dihampiri oleh geng itu. Kalian benar, itu adalah geng yang membully birru beberapa waktu yang lalu. Perlu kalian ketahui geng itu berisi Yaki, Ari dan ketuanya Bagas. Bibir Birru memucat, ia lantas gemetaran.

“Heh udah kubilang ya, jangan ngelunjak lagi! Mana sekarang kamu deketin Jingga, Jingga itu cewek yang aku suka!” teriak Bagas dengan marah.

 

Birru ingin membalas namun tak sempat, pukulan dan tendangan lebih dulu melayang kepadanya. Rasa sakit memenuhi tubuhnya, tak lagi ia pikirkan cacian, teriakan dan bentakan dari mereka yang ditujukan padanya. Pertanyaan mereka pun tak satupun ia jawab karena saking tak berdayanya. Satu yang dirinya pikirkan “Aku lelah. Aku mau bertemu ibu”. 

 

“Heh lo denger gak sih?!” teriak Bagas di telinga Birru, namun Birru yang sudah tak kuasa menahan tubuhnya pun pingsan tak berdaya diiringi teriakan dari geng itu yang kesal dengan betapa beban dan lemahnya Birru.

 

“Siapa yang mau angkat ni  kunyuk? Mana berat banget bego!” gerutu Yaki salah satu anggota geng itu.

 

 “Udahlah tinggalin aja, beban emang!” timpal Ari.

 

*****

 

Dinginnya malam menusuk kulit Birru, membuat ia terbangun dan mendapati dirinya tergeletak di koridor asrama.

 

“Ternyata mereka sudah pergi, syukurlah” ucapnya seraya meringis mendapati tubuhnya penuh dengan luka dan memar.

 

Sial memang nasib Birru, baru saja ia merasa akan merasa bebas dari penderitaan. Namun yang didapatinya perlakuan yang semakin parah. Tak cukup sampai disitu, tidak ada satu orang pun yang menolongnya. Bahkan saksi mata pun tak ada.

 

Entah sial atau bagaimana saat itu tak ada satupun ustadz pembina asrama. Jika ada saksi pun Birru yakin tak akan ada yang berani mengadu, karena yang membuat keadaannya seperti ini merupakan kumpulan orang berpengaruh.

 

Menyadari pagi akan tiba, Birru pun bangkit lalu berjalan dengan tertatih-tatih menuju kamarnya.

 

*****

 

Keesokan paginya Birru terbangun, rasanya badannya remuk. Secara tiba-tiba pula penyakitnya kambuh. Penyakit Birru merupakan skizofrenia dimana ia akan mengalami delusi, halusinasi, kekacauan dalam berpikir, mengasingkan diri dari orang lain, hingga mengalami perubahan perilaku. Skizofrenia inilah yang lantas memunculkan keinginan Birru untuk bunuh diri. Birru tiba tiba keluar asrama dan lantas pergi ke gudang.

 

Ditempat itu Birru berteriak frustasi “Aku capek! Aku udah lelah sama semua ini, maaf bu gabisa bertahan lagi. Udah gak ada lagi alasan Birru hidup. Birru mau nyusul ibu aja, dengan itu Birru gabakal dibully lagi. Semua beban bakal hilang dan hati Birru bakalan tenang” kemudian ia mulai menangis.

 

Di tempat lain, Jingga yang tau kejadian semalam dan tahu Birru tiba-tiba menghilang langsung berlari mencari Birru. Pantas saja feeling-nya sudah tidak enak sedari semalam.

 

Ia mencari di semua tempat, tetapi keberadaan Birru tidak kunjung terlihat. Namun ada satu tempat yang tiba-tiba terlintas di otaknya. “Shit! Jangan-jangan dia di gudang sekolah, awas aja tu anak-anak yng udah buat Birru kayak gini” batinnya sembari menahan emosi yang meluap.

 

Dengan sekuat tenaga Jingga berlari ke gudang. Disana ia terpaku melihat Birru dengan tangan yang bercucuran darah dan sebilah cutter di tangan satunya. Entah darimana Ia mendapatkan cutter itu.

 

“Birru!” teriak Jingga.

 

Birru sempat mendengar Jingga memanggil namanya, namun ia memilih mengikuti bayangan hitam yang seolah menjemputnya.

 

“Makasih” bisiknya lirih di akhir kesadarannya.

 

Jingga yang melihat semua kejadian itu tertegun, kemudian lantas mengamuk. Secepat kilat ia berlari meminta bantuan. Birru pun akhirnya dilarikan ke rumah sakit.

 

*****

 

Sementara Birru dirawat di rumah sakit Bunda, Jingga dengan mati-matian menyelesaikan masalah Birru. Ia mengeluarkan seluruh kemampuan serta  koneksi yang ada. Siang dan malam ia tidak kenal lelah. ia hanya memikirkan cara untuk menyelesaikan masalah ini secepatnya. Jingga bekerjasama dengan Khai dan Choir untuk mengamankan bukti dan mengungkapnya ke semua orang.

 

“Aku gak bakal maafin kalian, tunggu aja tanggal mainnya” ungkap Jingga dengan senyum smirk mengerikannya.

 

*****

 

Usaha Jingga tidak sia-sia, hari yang dinantikannya tiba. Ia mengungkapkan rekaman CCTV itu ke semua orang beserta bukti-bukti lainnya. Kemudian geng itu di D.O dari IC karena kesalahan fatal yang mereka lakukan. Tidak hanya itu hukuman yang mereka daapatkan, mereka juga mendapat cacian dan hujatan dari seluruh siswa di IC.

 

Awalnya Jingga berniat melaporkannya ke polisi, namun Birru dan keluarganya sepakat untuk mengambil jalan damai. Birru tidak ingin ada dendam, ia ikhlas memaafkan orang-orang itu. Lagipula setelah kejadian pengungkapan bukti, mereka sudah meminta maaf kepada Birru hingga berlutut. Terutama Bagas, ketua geng tersebut. Ia sangat menyesal telah berburuk sangka dan menuduh Birru, apalagi ia gelap mata karena cemburu buta melihat Jingga dan Birru.

 

*****

 

Masalah telah selesai, Jingga lantas menjenguk Birru ke RS Bunda tempat Birru dirawat. Hari-hari sebelumnya ia tidak sempat menjenguk Birru karena sibuk menyelesaikan masalah Birru.

 

Sesampai disana ternyata kondisi Birru sudah sangat membaik. Keesokan harinya ia sudah diperbolehkan pulang. Jingga yang mendengarnya sangat senang karena ia mengira birru sudah baik-baik saja. Nyatanya Birru kembali berbohong. Menutupi hal yang ia dan keluarganya sepakati untuk dirahasiakan dari Jingga.

 

Karena Jingga tidak ingin mengganggu istirahat Birru, ia lantas langsung pamit pulang tanpa berbincang sedikitpun dengan Birru. Namun ia menitipkan pesan kepada ayah Birru, bahwa ia menunggunya di bukit belakang IC 5 hari lagi. Kebetulan liburan telah tiba. Perlu kalian ketahui saat Birru masuk rumah sakit, bertepatan dengan berlangsungnya classmeeting.

 

*****

 

Esok harinya Birru sudah diperbolehkan pulang. Ia merasa sangat bahagia. Semua masalahnya telah terselesaikan dengan damai, tidak ada lagi dendam ataupun balas dendam.

 

Awalnya memang Birru tidak mau memaafkan mereka, namun ia ingat pesan ibunya “Allah yang merupakan tuhan kita saja Maha pengampun nak, apalagi kita yang sebatas hamba-Nya tidak pantas rasanya jika tidak bisa memafkan kesalahan orang lain”. Oleh karena itu jangan tanyakan kepada Birru mengapa ia memafkan orang-orang itu. Oh jangan lupa ingatkan dia untuk berterimakasih kepada Jingga.

 

Birru merasa sangat beruntung saat Jingga datang menolongnya hari itu. Hampir saja ia menolak tawaran Jingga. Ngomong-ngomong tentang Jingga, Birru terkejut mengetahui Jingga menjenguknya kemarin disaat ia sedang tertidur. Setelah mendengar pesan Jingga dari ayahnya ia bingung maksud Jingga mengajaknya ke bukit itu. Tapi ia tidak terlalu memikirkannya, ia rasa itu kesempatan yang bagus untuk lebih mengenal Jingga dan tidak lupa untuk berterimakasih kepadanya.

*****

 

5 hari kemudian…

 

Hari itu sangat cerah, matahari bersinar dengan terangnya. Tidak malu untuk menampakkan dirinya yang bersembunyi seperti kemarin.

 

Hari ini adalah hari yang telah dijanjikan Jingga kepada Birru. Saat ini mereka berdua sedang duduk-duduk sambil melihat pemandangan. Mereka berbincang-bincang santai sembari bersenda gurau.

 

Tiba-tiba Birru nyeletuk, “Kamu tau gak Jingga? Kamu tu mirip sahabat masa kecil aku. The way you smile and laugh it’s so similiar. Apalagi kamu punya lesung pipi di tempat yang sama kayak dia. Sayang aku lupa namanya terus kita juga lost contact”.

 

Birru lanjut bercerita “Terus yang bikin aku ngerasa kamu makin mirip sama dia soalnya kita dulu pernah janjian bakal ketemu di bukit ini kalau udah besar. Dulu disini kita pernah nanem kotak yang isinya kenangan kita dulu sama pesan buat diri kita di masa depan. Makanya aku pernah ngira kalau kamu itu dia, tapi gak mungkin” ungkap Birru lantas tertawa .

 

Jingga yang mendengar cerita Birru merasa tidak asing dengan cerita yang disebutkan Birru. Jingga yang mendengarnya membatin “kok kayak gak asing, ini kayak cerita masa kecil aku juga, jangan-jangan…”.

 

“Memberi warna bagi satu sama lain?!” teriak Jingga tiba-tiba.

 

Birru yang tadinya tertawa langsung menghentikan tawanya, “Astaga ternyata itu kamu. Akhirnya ketemu juga. Komplek Mentari bener kan?”.

 

“Iya bener Birru” teriak Jingga kegirangan.

 

Birru sangat terharu, ternyata orang yang menyelesaikan masalahnya saat ini merupakan sahabat kecil kesayangannya.

 

“Ternyata dimanapun kita selalu memberikan warna bagi sama lain ya, kayak janji kita dulu” celetuk Jingga. “Ayo kita gali tanahnya terus temuin kotak yang kita taruh dulu! Ajak Birru.

 

Mereka pun menghabiskan waktu sore itu dengan bercerita dan membaca surat yang ada di kotak yang telah mereka ambil sambil menikmati senja. Bukit itulah yang menjadi saksi sepasang sahabat yang kembali bertemu untuk saling memberikan warna bagi satu sama lain. Sungguh indah suasa sore kala itu.

 

Flashback end…

*****

 

Itulah momen indahnya bersama Birru. Momen tentang awal ia dan Birru bertemu kembali. Namun kini Birru telah meninggalkannya.

 

Setelah mereka pulang dari bukit ia tiba-tiba rubuh tanpa sebab. Jingga kaget lantas meminta bantuan orang sekitar. Sayangnya, nyawa Birru tidak dapat tertolong lagi setelah dirawat selama 6 jam. Jingga baru tahu ia mengidap penyakit tumor otak ganas.

 

Ia menyesal telat tau segalanya. Menyesal juga karena tidak menemani Birru di rumah sakit sejak awal. Ternyata Birru entah untuk kesekian kalinya berbohong kepadanya. Menutupi penyakitnya dari Jingga. 

 

Setelah kematian Birru, Jingga terpuruk. Ia sepert mayat hidup, hari-harinya dipenuhi tangisan. Kemudian ia kembali mengingat momen terakhir sebelum Birru meninggalkannya untuk terakhir kalinya.

 

Flashback…

 

“Ga, makasih buat selama ini, makasih udah jadi Jingga nya Birru. Makasih udah ngasih warna di hidup aku sesuai janji kita. Kalau gak ada kamu mungkin aku gak bisa bertahan sampai sekarang. Mungkin aku gak bisa jadi Birru yang kamu kenal. Please lihat laci di meja belajar aku, disana ada titipan buat kamu sama keluargaku. Kalau gitu aku pergi dulu ya? Rasanya semua beban udah hilang. Aku titip ayah sama kakak ya? Itulah kalimat terakhir yang keluar dari bibir pucatnya.

 

Setelah itu Birru menghembuskan napas terakhirnya. Wajahnya terlihat damai, senyum menenangkan terlihat di wajahnya. Senyum pertama Birru sejak kejadian itu, dan senyum terakhir yang dapat Jingga lihat. Sekaligus senyum terindah yang pernah dilihatnya. Senyum yang menunjukkan bahwa Birru pergi dengan tenang tanpa meninggalkan penyesalan.

 

Kini Birru telah meninggalkan Jingga seorang diri di kamar pasien yang mendadak terasa sunyi. Ya kini Jingga kembali sendiri, tak ada lagi Birru di sampingnya.

 

Flashback end…

 

*****

 

“Ga lo nangis ya? Buruan napa, kita udah telat!” teriak Ila teman kos Jingga.

 

Jingga tersadar kembali dari lamunannya, tanpa ia sadari air matanya bercucuran keluar membasahi wajahnya. Dirinya lagi-lagi melamunkan tentang Birru sahabatnya yang telah pergi setahun yang lalu. Jingga sudah ikhlas akan kepergian Birru, namun kenangan itu terus menghampiri dirinya.

 

“Ru, aku gak sempet bilang. Makasih juga udah jadi Birrunya Jingga, makasih udah kuat hadepin semua ini, see you di tempat terbaik di sisi tuhan” ucap jingga kemudian membaca al-Fatihah untuk sahabatnya itu.

 

“Buruan jingga! Nanti aja nangisnya, kamu mau kita diomelin dosen killer!? teriak Ila lagi yang kini sudah berada di parkiran kosan.

 

“Iya bawel, ini tinggal ambil tas aja kok!” Jingga balas berteriak seraya meraih tasnya cepat, namun dirinya terpaku sebentar seraya tersenyum melihat bingkai foto di atas meja belajarnya.

 

Dengan cepat melangkahkan kakinya ke bawah. Menghampiri Ila yang telah lama menunggunya sebelum ia mendapatkan omelan lagi.

 

Mungkin jika Birru melihat Jingga dari atas sana, ia akan bangga. Jingga dapat melanjutkan hari-harinya. Bahkan selangkah lagi untuk menggapai impiannya.

 

*****

 

END

 

Postingan populer dari blog ini

Teks Ceramah

 A. Definisi dan Ciri-Ciri Ceramah     1. Definisi Ceramah          Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ceramah adalah pidato oleh seseorang di hadapan banyak pendengar mengenai suatu hal atau pengetahuan. Ceramah juga berarti penuturan bahan pembelajaran secara lisan. Ceramah merupakan pidato yang bertujuan untuk memberikan nasihat dan petunjuk mengenai suatu permasalahan kepada audiensi yang bertindak sebagai pendengar. Secara umum, ceramah mempunyai pengertian tentang suatu kegiatan berbicara di depan umum dalam situasi tertentu untuk tujuan tertentu dan kepada pendengar tertentu.         Pada dasarnya, pidato, ceramah, dan khotbah memiliki persamaan, yakni pengungkapan pikiran di hadapan banyak orang. Namun, dalam pelaksanaannya, antara pidato, ceramah, dan khotbah memiliki perbedaan. Pidato sering kita ikuti dalam acara-acara resmi, misalnya seminar, rafat pleno,. Ceramah diadakan untuk acara-acara tert...

Teks Laporah Hasil Observasi

            Sebuah laporan hasil observasi dapat disajikan dalam bentuk teks tertulis maupun teks lisan. Kamu sering melakukan observasi atau pengamatan, tetapi belum memahami cara menyusun teks laporannya dengan baik. Untuk itu, kamu perlu memerhatikan penyusunan laporan hasil observasi yang kamu dengar atau kamu baca dari media televisi, koran, majalah, atau internet. A. Pengertian, Ciri-Ciri, Sifat, dan Contoh Teks Laporan Hasil Observasi 1. Pengertian Teks Laporan Hasil Observasi          Teks laporan hasil observasi adalah teks yang berisi penjabaran umum mengenai sesuatu yang didasarkan pada hasil kegiatan observasi/pengamatan. Kegiatan observasi merupakan kegiatan pengumpulan data atau informasi melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat di lapangan atau lokasi. 2. Ciri-Ciri Teks Laporan Hasil Observasi     Teks laporan hasil observasi memiliki ciri-ciri yang membedakann...

ANEKDOT

A. Definisi. Ciri, dan Jenis Anekdot   1. Definisi Teks Anekdot     Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, anekdot adalah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau orang terkenal dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Orang-orang penting yang diceritakan dalam anekdot bermacam-macam, seperti tokoh politik, sosial, dan agama.  Sementara itu, peristiwa yang diceritakan dalam anekdot merupakan peristiwa nyata dalam kehidupan sehari-hari. Namun seiring perkembangan zaman anekdot juga digunakan untuk menceritakan tokoh dan peristiwa fiktif.     Anekdot mengandung humor. Humor dalam anekdot dibentuk dengan kelucuan atau kekonyolan tokoh. Tindakan ataupun ucapan tokoh menimbulkan humor karena adanya peristiwa ganjil yang mendasarinya. Humor juga dapat diciptakan melalui permainan kata, makna, ataupun pelesetan terhadap suatu kata ataupun frasa.     Humor dalam anekdot bukan hanya bersifat menghibur. Bia...