Anin terbangun dari tidurnya. Ia melihat ke arah jam dinding. Jam menunjukkan pukul 2 dini hari. Seketika tubuhnya gemetaran. Lagi-lagi ia mendengar suara pintunya diketuk beberapa kali. Apa-apaan ini, ucap Anin dalam hati. Ini sudah malam ketiga ia mendengar ketukan pintu itu pada jam yang sama. Kemarin, ia pikir mungkin ia hanya salah dengar dan kembali melanjutkan tidurnya. Namun, kejadian itu terus berulang hingga malam ini. Ia sudah tak tahan lagi. Ia turun dari kasurnya dan berjalan menuju pintu. Sebenarnya ia bukan anak yang pemberani, namun rasa penasaran mengalahkan rasa takutnya. Ia sempat ragu saat ingin membuka pintu. Tapi ia buang jauh-jauh rasa ragunya itu dan menarik gagang pintu.
Saat ia membuka pintu, alangkah terkejutnya ia karena tidak ada siapa-siapa di depan kamarnya. Bulu kuduknya naik, dengan segera ia tutup kembali pintu kamarnya. Ahh… rumah nenek sangat seram, desahnya. Tapi sebelum pintu kamar benar-benar tertutup, Anin melihat sebuah kotak tergeletak di depan pintu kamarnya. Kemudian ia mengambil kotak tersebut dan membukanya di dalam kamarnya.
Di dalam kotak itu terdapat sebuah buku tua bersampul coklat. Anin mengambil buku itu lalu membukanya. Buku itu ternyata hanya buku catatan biasa. Tidak ada coretan sama sekali di lembar-lembar buku itu. Anin mencoba mencari nama pemilik buku itu tapi ia tak menemukan apapun. Buku itu benar-benar kosong.
Anin sangat heran mengapa buku ini bisa tiba-tiba ada di depan kamarnya. Ia menengok keluar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa disana. Ia memutuskan untuk menyimpan buku itu dan kembali ke kasurnya untuk tidur. Besok pagi ia akan menanyakan tentang buku ini pada neneknya.
Keesokan harinya, Anin bangun kesiangan. Ia bergegas mandi dan menyiapkan tas sekolahnya. Dengan tergesa-gesa ia berlari menuju ruang makan. Di sana ternyata ada bibinya yang sedang sarapan terkejut melihat Anin yang tergesa-gesa menyiapkan roti .
“Loh, Anin. Kamu belum berangkat sekolah? Bibi kira kamu sudah berangkat dari tadi.” Ucap bibinya sambil membantu Anin mencari kotak makan.
“Anin telat bangun, Bi” jawab Anin singkat.
“Ini kotak makannya.” Bibi menyerahkan kotak makan pada Anin. “Bibi antarkan pakai motor biar cepat sampai, ya”
“Iya, Bi. Makasih. Oh iya mana nenek? Anin mau pamit sama nenek dulu.”
“Baru saja pakdemu menjemput nenek untuk check up bulanan ke rumah sakit. Mungkin nenekmu juga akan menginap disana 2 hari.” Jawab Bibi sambil membantu Anin memasukkan roti ke dalam kotak makannya. “Ayo berangkat sekarang, kamu masih bisa datang tepat waktu.” Anin dan bibinya pun berangkat menggunakan motor dengan kecepatan sedang.
Anin sangat bersyukur karena sampai di sekolah tepat waktu. Ia berpamitan dengan bibinya dan langsung pergi menuju kelasnya. Tapi keberuntungan Anin tidak bertahan lama. Saat bu guru menyuruh untuk mengumpulkan buku pr, Anin sadar ia lupa mengerjakan pr. Akan tetapi, Anin tetap mengumpulkan buku prnya. Bu guru menyuruh agar semua siswa tetap mengumpulkan buku pr walaupun belum mengerjakan pr. Semoga saja ada kejaiban sehingga pr itu sudah terselesaikan di buku itu, harap Anin.
Sepulang sekolah, Anin langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Kepalanya terasa seperti terbelah karena tadi mengerjakan 20 soal ulangan matematika mendadak. Saat memejamkan mata, ia teringat dengan buku yang kemarin ia temukan di depan kamarnya. Ia ambil buku itu dan mencatat sesuatu disana.
Rabu, 6 November 2019
Hari ini adalah hari yang melelahkan. Bangun kesiangan, lupa mengerjakan pr, dan ulangan matematika mendadak yang susahnya minta ampun. Huh.. andai saja ada kejaiban, tiba-tiba prku sudah terselesaikan dan jawaban ulanganku benar semua. Semoga saja ada hal semacam itu terjadi.
Anin tertidur setelah menulis di buku bersampul coklat itu. Anin terbangun setelah bibinya memanggilnya untuk makan malam. Ia mengganti baju seragamnya lalu pergi ke ruang makan.
Esok hari, saat dibagikan buku pr dan ulangan matematika, Anin sangat terkejut. Ia tidak percaya saat melihat buku prnya yang tercantum nilai A begitu juga dengan ulangan matematikanya mendapatkan nilai A. Seingatnya ia sama sekali tidak mengerjakan pr dan juga ulangan matematikanya itu, ia hanya menjawab setengah dengan benar yang lainnya ia hanya menjawab asal-asalan. Ia merasa senang tapi juga sangat heran mengapa hal itu bisa terjadi. Sampai di rumah, ia masih tetap memikirkan kejadian itu.
Minggu siang, ayah dan ibu Anin datang menjemput Anin untuk pulang bersama mereka. Minggu lalu mereka pergi ke luar kota karena ada pekerjaan dan Anin dititip di rumah neneknya agar tidak mengganggu kegiatan sekolahnya. Sebenarnya Anin tidak mau pulang bersama orang tuanya, tapi ia juga tidak mau merepotkan nenek dan bibinya. Akhirnya ia ikut pulang bersama orang tuanya dan kembali ke rumahnya.
Anin merasa lebih nyaman tinggal bersama nenek dan bibinya. Itu karena bibi dan neneknya selalu memberikan kasih sayang kepadanya berbeda dengan orang tuanya yang selalu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Orang tuanya jarang sekali ada di rumah. Sekalipun ada di rumah mereka tetap sibuk dengan komputernya.
Sesampainya di rumah, Anin langsung masuk ke kamarnya. Ia membuka tas ranselnya dan mengeluarkan buku tua bersampul coklat yang ia temukan di rumah neneknya. Ia mulai menulis beberapa kata pada lembar buku itu.
Minggu 10 November 19
Sedih rasanya meninggalkan rumah nenek. Di rumah nenek ada bibi yang selalu mengajakku makan bersama juga ada nenek yang selalu memasak soto untukku. Di sini rasanya cuma aku sendiri yang ada di rumah ini. Ibu dan ayah selalu sibuk dengan pekerjaan mereka. Aku merasa seperti tidak punya orang tua. Huh.. Sekalian saja mereka menghilang dari dunia ini. Toh, mereka juga tidak peduli denganku.
Anin menutup buku itu. Air matanya mengalir di pipinya. Ia merasa kesepian di rumahnya sendiri padahal orang tuanya ada di sana. Ia iri dengan teman-temannya yang selalu bercerita tentang orang tua mereka yang sangat peduli dengan mereka. Anin lalu terlelap sambil memeluk buku bersampul coklat tersebut. Buku bersampul coklat itu tiba-tiba mengeluarkan sinar kecil lalu tertutup dan terkunci.
Anin terbangun saat ia tak sengaja terjatuh dari tempat tidur. Ia mengusap kepalanya yang sakit karena terbentur dengan lantai. Langit terlihat kemerah-merahan di luar kamarnya. Ia ternyata tertidur cukup lama, dari siang hingga senja. Perutnya terasa lapar karena belum makan siang tadi. Kemudian ia pergi ke dapur untuk mencari makanan. Saat hendak ke dapur ia heran karena lampu-lampu di rumahnya tidak menyala. Biasanya orang tuanya sudah menyalakan lampu-lampu yang ada di rumah. Akhirnya ia sendiri yang menyalakan semua lampu. Mungkin orang tuanya lupa untuk menyalakan lampu, pikirnya.
Saat hendak menyalakan lampu di dapur ia melihat ruangan kerja ayahnya kosong. Di ruang tengah juga tidak ia dapati ibunya yang biasanya masih sibuk dengan laptopnya. Ia coba mencari ke kamar orang tuanya tapi di sana juga sama tidak ada kedua orang tuanya. Ini aneh. Biasanya orang tuanya meninggalkan pesan jika ingin pergi tapi tidak ada satupun pesan yang ia temukan.
Anin mengambil handphone lalu menghubungi ayah dan ibunya. Ini lebih aneh lagi. Kedua orang tuanya tidak membawa handphone mereka. Setahu Anin kedua orang tuanya tidak pernah melupakan handphone mereka. Anin mencoba menelpon teman kantor ayahnya. Tapi teman ayahnya bilang ia tahu dimana ayahnya. Sama halnya dengan ibunya, ia juga sudah menelpon teman kerja ibunya. Tapi hasilnya juga sama mereka tidak tahu keberadaan orang tua Anin.
Anin berpikir sejenak. Ia sudah menelpon semua orang yang berhubungan dengan orang tuanya. Nenek dan bibinya juga sudah ia hubungi dan mereka juga tidak tahu dimana orangtuanya saat ini. Anin ingin menangis teringat dengan isi curhatannya tadi. Ia mengatakan jika ia ingin kedua orang tuanya menghilang dari dunia ini dan hal itu langsung menjadi kenyataan.
Setelah dipikir-pikir semua hal yang ia tulis di buku tua bersampul coklat itu terkabul semua. Seperti pr dan ulangan matematikanya. Apa mungkin karena buku itu? Tanya Anin dalam hati. Ia bergegas kembali ke kamarnya dan mencari buku itu. Ia ingat tadi ia sempat menulis di buku itu sebelum akhirnya tertidur. Akan tetapi buku itu tidak ada di atas kasurnya. Ia semakin ketakutan karena tidak menemukan buku itu. Itu adalah salah satu cara untuk mengembalikan orang tuanya.
Anin bingung karena buku itu tidak ada dimana-mana. Ia mencoba duduk sebentar sambil berusaha mengingat-ingat dimana ia taruh buku itu. Ia sempat terjatuh dari kasur tadi mungkin buku itu ada di bawah tempat tidurnya. Benar saja buku itu ternyata ada di bawah tempat tidurnya, ia dengan cepat mengambil buku itu dan mencoba membukanya. Tapi anehnya buku itu malah terkunci. Anin bingung karena buku itu tidak terkunci saat ia menemukannya di rumah nenek.
Anin bingung apa yang harus ia lakukan saat ini. Buku itu sempurna terkunci dan tidak bisa terbuka. Ia sudah melakukan banyak cara seperti merusak segelnya tapi buku itu tidak tergores sedikitpun. Ia merasa putus asa. Genaplah ia menjadi yatim piatu tanpa sebab yang masuk akal. Orang tuanya menghilang entah kemana tanpa jejak.
Anin menangis terisak sambil memeluk lututnya. Ia menyesal telah berharap seperti itu. Ia sangat menyayangi kedua orang tuanya. Ia menginginkan orang tuanya kembali. Ia juga sangat menyesal karena sering mengabaikan perkataan orang tuanya. Ia ingat tadi siang saat baru saja sampai di rumah, ibunya menyuruhnya untuk makan. Tapi ia menolak dan mengatakan sesuatu yang menyakitkan.
“Anin, ayo makan dulu jangan langsung tidur.” Ucap ibunya.
“Males, nanti aja kalau sudah lapar.”jawab Anin dengan muka datar.
“Nanti kamu sakit kalau gak makan.” Bujuk ibunya lagi.
“Kalau Anin sakit, emangnya ibu peduli sama Anin. Kan anak ibu laptop sama komputer.” Ujar Anin sambil berlalu menuju kamarnya.
“Anindya! Tidak sopan bicara seperti itu pada orang tua. Minta maaf pada ibumu sekarang!” Kata ayah Anin marah melihat sikap Anin yang tidak sopan.
Anin menutup pintu kamarnya. Ia mendengar ayahnya meneriaki namanya beberapa kali. Terdengar bahwa ibunya mencoba menenangkan ayahnya. Saat itulah Anin mengambil buku bersampul coklat itu dan menulis sesuatu yang ia sesali sekarang.
Air mata Anin mengalir dengan deras mengingat kejadian itu. Andai saja waktu bisa diulang ia akan memilih mengabaikan ketukan pintu di kamar rumah neneknya. Tapi itu semua tidak akan pernah terjadi. Di sela-sela tangisannya, ia mendengar suara yang berasal entah dari mana. Suara itu benar-benar menyadarkannya akan sikapnya yang selama ini selalu menyakiti hati kedua orang tuanya.
Anindya… apa kamu merasa menyesal? Kamu tahu harapan yang kuat bisa menjadi kenyataan. Buku itu adalah buku pengabul harapan. Buku itu terkunci karena hati kamu yang juga terkunci oleh rasa kebencian. Hatimu terlalu banyak menyimpan dendam sehingga tidak bisa melihat kebaikan yang ada di sekitarmu. Kamu sebenarnya tahu orang tuamu menyayangimu tapi kamu buang jauh-jauh kenyataan itu dan berprasangka sesukamu. Jika kamu masih menyayangi orang tuamu maka lakukan apa yang aku perintahkan.
Anin menghapus air matanya lalu menganguk setuju dengan apa yang dikatakan oleh suara asing tersebut.
Kunci buku itu ada bersama kotak yang kamu temukan malam itu. Setelah kamu membuka buku itu sobek lembaran kertas yang sudah kamu tulis lalu bakar kertas itu. Sesudah kamu lakukan itu taruh buku itu di lemari kayu yang ada di loteng rumah nenekmu. Semuanya akan kembali lagi seperti semula. Orang tuamu akan kembali kepadamu lagi. Semoga kamu mengambil pelajaran dari kejadian ini.
Suara itu menghilang. Anin bergegas mengambil tas dan menaruh buku itu. Ia mencari angkutan umum dan pergi menuju rumah neneknya. Jarak rumah neneknya tidak terlalu jauh dari rumahnya hanya perlu 30 menit baru sampai. Setelah sampai di rumah neneknya Anin berlari menuju kamar tempat ia menginap kemarin, lalu mencari kotak tempat ia menemukan buku itu.
Bibinya heran melihat Anin yang tiba-tiba datang berkunjung ke rumah neneknya sendirian. Bibinya bertanya bagaimana dengan orang tua Anin, apakah mereka sudah kembali. Anin menjawabnya dengan jujur yang membuat bibina tambah kebingungan melihat Anin. Tapi Anin tidak memperdulikan bibinya. Ia sudah menemukan kotak itu dan disana juga ada kunci untuk membuka buku bersampul coklat tersebut. ia dengan cepat membuka buku itu dan merobek lembaran-lembaran yang berisi tentang curhatannya. Tak lupa ia juga langsung membakar kertas itu.
Anin berlari menuju loteng rumah neneknya. Ia lalu menaruh buku itu persis di tempat yang diperintahkan oleh suara asing tadi. Setelah menutup pintu lemari kayu itu, muncul sinar yang sangat terang. Anin sampai menutup matanya karena terlalu silau. Saat sinar itu sedikit meredup ia mendengar suara seseorang seperti sedang membangunkannya.
“Anin! Ayo bangun! Kamu ini mau tidur sampai kapan ini sudah jam 12. Heh, ayo bangun orang tua kamu udah datang.” Ucap bibinya sambil mengguncang-guncang tubuh Anin.
Anin bangun dan langsung terduduk. Ia lalu berlari menuju jendela. Apa yang dikatakan bibinya benar. Di sana terlihat mobil berwarna putih memasuki gerbang rumah neneknya. Ia bergegas menuju halaman. Ia peluk ibunya lalu ayahnya dengan erat yang membuat semua yang ada di sana heran dengan sikap Anin.
“Kamu kenapa Anin? Aduh… Ibu gak bisa napas. Tolong lepas dulu pelukannya baru kasih tahu apa yang kamu mau.” Jawab ibu Anin sambil mengaduh kesakitan.
“Maafkan Anin, ibu, ayah. Anin selalu nyakitin kalian dengan ucapan Anin yang tidak sopan. Anin sayang sama ibu dan ayah. Anin gak mau kehilangan kalian.” Ucap Anin sambil menangis.
Nenek tersenyum melihat Anin. Ayah dan ibunya juga saling melihat namun kemudian mengelus kepala Anin.
“Iya, Anin. Ayah sama ibu sudah maafin Anin. Sekarang Anin pulang ya” ujar ibunya.
“Iya bu.”
Ayah dan ibu Anin tersenyum melihat sikap Anin yang berubah menjadi lebih baik. Semuanya kembali seperti semula seolah buku itu tak pernah ada. Anin pulang bersama orang tuanya ke rumahnya.
Sesampainya di rumah, Anin teringat sesuatu. Ia bongkar tasnya lalu mengambil buku pr dan lembar ulangan matematikanya. Ia menjadi bingung saat melihat buku dan ulangannya tetap sama. Masih tertera nilai A di sana. Tapi ia tak mau ambil pusing, yang terpenting orang tuanya sekarang sudah kembali.