IBNU SINA
Ibnu Sina memiliki nama asli Abu Ali Al Husain
bin Abdullah bin Sina. Ia dilahirkan di Afsyanah, Bukhara pada tahun 980 M. Ayahnya bernama Abdullah dan ibunya
bernama Setareh. Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal dari keluarga
bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama yang
disampaikan oleh ayahnya.
Kecerdasannya
yang sangat tinggi membuatnya sangat menonjol sehingga salah seorang guru
menasehati ayahnya agar Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan apapun selain
belajar dan menimba ilmu. Sejak kecil Ibnu Sina mempelajari Al-Qur’an
dan ilmu-ilmu agama. Setelah itu, ia mempelajari matematika, logika, filsafat,
geometri, astronomi, metafisika, dan kedokteran. Ibnu Sina
mempelajari ilmu kedokteran dengan cara otodidak secara mendalam hingga ia
menjadi seorang dokter yang termasyhur pada zamannya. Hal demikian didukung
oleh kesungguhannya melakukan penelitiannya dan praktek pengobatan. Beberapa
penerjemah berpendapat bahwa Ibnu Sina mempelajari ilmu kedokteran dari ‘Ali
Abi Sahl al-Masihy dan Abi Mansur al-Hasan Ibn Nuh al-Qamary.
Ia
juga disebutkan berguru pada sebagian besar ulama terkenal pada zamannya,
seperti Ibnu Maskawaih, Abu al-Raihan, al-Biruni, Abu Qasim al-Kirmany, seorang
tabib yang bernama Abu al-Fajr dan lainnya. Namun demikian tidak disebutkan
ilmu-ilmu apa saja yang dipelajari Ibnu Sina beberapa ilmuan tersebut.
Informasi lain menyebutkan bahwa Ibnu Sina pernah juga belajar kepada seorang
ilmuan kenamaan, Abu Bakar al Khawarizmi, dan ia telah membantu gurunya itu
dalam menuliskan sebagian bukunya yang berjudul “Dewan”.
Profesinya di bidang kedokteran dimulai pada usia 17 tahun ketika ia berhasil menyembuhkan Nuh bin Mansur, salah seorang penguasa Dinasti Samaniyah. Pada masa Dinasti Hamdani, ia dua kali menjabat sebagai menteri. Kebesaran Ibnu Sina terlihat pada gelar yang diberikan kepadanya. Di bidang filsafat ia digelari as-Syaikh ar-Ra’is (Guru para Raja). Di bidang kedokteran ia digelari pangeran para dokter.
Profesinya di bidang kedokteran dimulai pada usia 17 tahun ketika ia berhasil menyembuhkan Nuh bin Mansur, salah seorang penguasa Dinasti Samaniyah. Pada masa Dinasti Hamdani, ia dua kali menjabat sebagai menteri. Kebesaran Ibnu Sina terlihat pada gelar yang diberikan kepadanya. Di bidang filsafat ia digelari as-Syaikh ar-Ra’is (Guru para Raja). Di bidang kedokteran ia digelari pangeran para dokter.
Ibnu
Sina merupakan seorang dokter dan filsuf islam yang ternama. Di Barat ia
terkenal dengan nama Avicenna. Ia meninggalkan tidak kurang dari 200 karya
tulis. Kebanyakan tulisan itu menggunakan bahasa Arab, sedang sebagian lainnya
menggunakan bahasa Persia.
Buku-bukunya
yang terkenal di dunia, seperti Asy-Syifa’i (Penyembuhan), Al-Qanun fit-Tibb (Peraturan-peratuaran dalam
Kedokteran), Mantiq al-Masyriqiyyin (Logika
Timur) banyak digunakaan oleh ilmuwan barat selama
berabad-abad.
Salah satu pemikiaran filsafatnya adalah
tentang konsep an-nafs (jiwa). Menurut Ibnu Sina, jiwa dibagi menjadi
tiga macam , yaitu jiwa tumbuhan, jiwa binatang dan jiwa manusia. Jiwa tumbuhan
memiliki tiga daya, yaitu makan, daya tumbuh, dan daya berkembang biak. Jiwa
binatang mempunyai dua daya, yaitu daya bergerak dan daya menangkap. adapun
manusia hanya mimiliki satu daya, yaitu daya berpikir yang disebut akal. Ibnu
Sina mengatakan bahwa sifat seseorang bergantung pada ketiga jiwa itu yang
berpengaruh pada dirinya.
Jika jiwa binatang dan tumbuhan yang berkuasa
pada dirinya, orang itu akan menyerupai sifat-sifat binatang dan tumbuhan.
Sebaliknya, jika jiwa manusia yang berpengaruh, orang itu akan mempunyai
sifat-sifat seperti malaikat dan dekat dengan kesempurnaan.
Ibnu Sina juga memberikan
pemikiran dalam bidang astronomi. Dalam bukunya, as-Syifa, ia
menguaraikan bahwa bintang-bintang yang tidak bergerak tidak berada dalam satu
globe. Ibnu Sina membuat banyak rumusan tentang pembentukan gunung-gunung,
pembentukan barang-barang tambang, serta fenomena atmosfer.
Ibnu
Sina adalah ilmuwan yang pertama kali mengemukakan teori penularan virus TBC
dan efek placebo. Namun selama berabad-abad teorinya ini tidak atau belum
diterima oleh ilmuan barat. Barulah setelah ditemukannya mikroskop dunia barat
baru menerima teorinya dan baru pada 1960 efek placebo teori ibnu sina diterima
kebenarannya setelah mulai majunya teknologi kedokteran.
Ibnu
sina juga merupakan penemu teknik
destilasi uap yang mengekstrak minyak astri dari herbal dan rempah. Selain itu
juga dialah yang menemukan suatu zat untuk mengkondensasikan uap aromatik. Oleh
sebab itu maka tak heran dia disebut sebagai pelopor aromaterapi.
Belum
lama ini peneliti melakukan penelitian antara kondisi fisik manusia dan pikirannya.
Hasilnya mencengangkan, ternyata pikiran manusia berpengaruh terhadap kondisi
fisiknya. Jadi, apabila ada seorang pasien yang sakit lalu dokter tersebut
memberikan obat yang sama sekali tidak ada hubungan dengan penyakitnya lalu
dokter tersebut mengatakan "ini obat yang sangat manjur" maka pasien
tersebut dapat sembuh. Teori ini baru dibuktikan sekarang padahal Ibnu Sina
telah berpendapat demikian seribu tahun yang lalu. Ia selalu berpesan kepada
muridnya "jangan pernah katakan kepada pasien bahwa penyakitnya tidak
dapat diobati, sesungguhnya sugesti kalian merupakan obat bagi pasien".
Ibnu
sina merupakan penemu termometer dan dia selalu menggunakan termometer tersebut
untuk untuk mengukur suhu udara pada setiap penelitiannya.
Ibnu Sina wafat pada tahun 428 hijriyah atau 1037 M pada usia
58 tahun di Hamedan, Iran, setelah menyumbangkan banyak hal kepada khazanah
keilmuan umat manusia. Namanya akan selalu dikenang sepanjang sejarah, terutama
dalam bidang medis atau ilmu kedokteran modern.