Reva
baru saja selesai mengikuti Ujian Nasional di sekolahnya, SMA Pelita Jaya. Reva
berencana melanjutkan pendidikannya di salah satu PTN yang ada di daerahnya.
Reva berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah. Jadi, Reva belajar
dengan sungguh-sungguh agar dapat lulus di PTN mengingat biaya untuk kuliah di
Perguruan Tinggi Swasta biasanya sangat mahal.
“Rev
jadi daftar di Universitas A kan?” Tanya Ali sahabat Reva
“Iya
nih. Deket rumah juga, jadi ga perlu ongkos. Bisa jalan kaki, sekalian olahraga.”
Sahut Reva sambil tersenyum.
“Semoga
keterima deh.”
“Aamiinn”
“Haus
nih, ke kantin yuk beli es teh.” Ajak Ali kepada Reva.
“Traktir
ga nih?” Tanya Reva sambil tersenyum jahil.
“Gampang
itu mah. Yuk!” Sahut Ali enteng.
Begitulah
persahabtan antara Reva dan Ali. Memang, Ali berasal dari keluarga yang berada.
Jadi seringkali dia mentraktir Reva dengan mudahnya.
Sesampainya
di kantin, mereka memesan makanan dan minuman sembari melanjutkan obrolan
mereka.
“Lu
ga ikutan bimbingan apa gitu buat nyiapin SBMPTN?” Tanya Ali kepada Reva.
“Enggak
ah, lagian biayanya pasti mahal. Gue belajar sendiri aja. Nanti bukunya bisa
minjem di perpustakaan atau beli yang bekas.” Reva menjawab dengan santai.
Dalam
hatinya, Ali merasa perihatin dengan kondisi ekonomi keluarga Reva. Dia ingin
membantu, tapi pasti akan ditolak oleh Reva. Bagaimanapun juga, Reva tidak mau
memberatkan Ali.
“Nanti
pinjem buku-buku gue aja Rev. Gue kan udah lulus lewat jalur SNMPTN. Hahaha.”
Kata Ali dengan bangganya.
“Sombong
bener ini orang.” Reva menjawab dengan menunjukkan ekspresi seolah dia sedang
kesal.
Hari
demi hari dilalui oleh Reva dengan belajar untuk menghadapi SBMPTN. Selain
belajar, ia pun tak henti-hentinya berdoa kepada Allah swt., agar selalu
diberikan kemudahan. Hingga tiba waktunya hari dimana SBMPTN diadakan. Reva
merasasiap untuk menghadapinya mengingat ia yangsangat tekun dalam belajar dan
berdoa kepada Allah swt.
“Ayah
ibu aku pamit ya, doain semoga aku bisa jawab soalnya dengan baik dan bisa
lulus.” Kata Reva saat berpamitan kepada kedua orangtuanya.
“Iya
nak. Ibu sama ayah selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu.” Sahut ibu Reva
sambil memeluk anaknya.
“Aku
berangkat pak, bu. Assalamualaikum.”
“Waalaikumussalam.
Hati-hati nak.”
Setelah
sampai di ruang ujian, Reva langsung mencari tempat duduk yang memang sudah
disediakan untukknya. Sembari menunggu soal dibagikan, Reva terus berdoa kepada
Yang Maha Kuasa agar senantiasa diberi kemudahan. Tak lupa, ia juga mengingat
ingat apa saja yang sudah dipelajari.
Soalpun
dibagikan. Pengawas ujian mempersilakan para peserta ujian untuk mulai
mengerjakan soal. Waktu yang diberikan hanya 90 menit.
“Bismillah...”
Ucap Reva sesaat sebelum membuka lembar soal.
Reva
nampak lancar dalam mengerjakan soal. Tidak
ada kesulitan berarti yang dihadapinya.
“Alhamdulillah...”
Ucapnya bersyukur kepada Allah karena dapat mengerjakan seluruh soal sebelum
waktu yang diberikan habis.
10
menit kemudian, pengawas ujian mengumumkan bahwa waktu habis dan seluruh
peserta tidak boleh melanjutkan pekerjaannya. Reva pun menaruh soal dan lembar
jawaban diatas meja lalu pergi meninggalkan ruangan.
Hari-hari
setelah tes tulis, Reva isi dengan berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar bisa
lolos dalam seleksi. Tak lupa ia selalu meminta agar kedua orang tuanya ikut
mendoakan. Reva sangat berharap bisa
lulus agar dapat membanggakan kedua orang tuanya.
Hari
pengumuman pun tiba. Hasil seleksi diumumkan secara online melalui situs
universitas pilihan para peserta. Reva merasa gugup dan takut untuk membuka
situs universitas tempatia mendaftar. Namun, ia berusaha untuk berani
membukanya. Sesaat setelah membuka situs tersebut, Reva berteriak memanggil
kedua orang tuanya sraya mengucap syukur.
“Pak,
buuuu!!!!! Aku lulus di Uniersitas A!!!” Reva berseru kepada kedua orang
tuanya.
“Alhamdulillah
nakk. Ibu sama bapak ikutan seneng denger kamu lulus.” Kata Ibu Reva sambil tersenyum terharu.
“Kapan
daftar ulang Rev?” Tanya Bapak Reva.
“Besok
udah mulai buka pak” Jawab Reva.
“Yaudah
besok langsung daftar ulang ya.” Kata Bapak Reva.
“Bapak
ada uangnya?” Tanya Reva hati-hati
“InsyaAllah
ada Rev. Kamu tenang aja.” Jawab Bapak Reva sambil tersenyum.
“Alhamdulillah
kalau begitu pak.” Kata Reva senang.
Lengkap
sudah kebahagiaan Reva hari ini. Ia sangat bahagia karena dapat membanggakan
hati kedua orangtuanya. Setelah ini, dia akan belajar sungguh-sungguh agar
dapat lulus dengan cepat dan bisa bekerja. Dia tidak ingin terus-terusan
membebani kedua orang tuanya.
Keesokan
harinya, Reva datang ke Universitas A pagi-pagi sekali dengan membawa sejuta
harapan untuk masa depannya. Reva langsung mencari tempat daftar ulang. Setela
menenmukannya Reva langsung masuk dan menutarakan maksud kedatangannya kepada
petugas yang ada disana.
“Selamat
pagi mbak. Saya mau daftar ulang.” Kata Reva kepada ptugas disana.
“Selamat
pagi. Iya mbak, atas nama siapa?”
“Anastasya
Revaza mbak.”
“Sebentar
saya cari dulu ya.” Kata petugas seraya mencari nama Reva. “Maaf mbak, nama
mbak tidak terdaftar disini ” Ucap petugas tersebut yang ucapannya bagai
sambaran petir untuk Reva.
“Loh,
kemarin nama saya ada mbak. Saya dinyatakan lulus.” Kata Reva dengan yakin.
“Tapi
ini tidak ada mbak. Coba aja dicek lagi.”
Reva
pun mengecek pengumuman itu kembali dan ternyata benar, namanya sudah tidak ada
disana. Reva ingat bahwa dia telah mescreenshoot
pengumuman tersebut. Disana tertera dengan jelas bahwa Reva dinyatakan
lulus.
“Ini
buktinya mbak. Jelas sekali disini ada nama saya dan saya dinyatakan lulus.”
Reva menunjukkan layar handphonenya yang menunjukkan gambar tersebut.
“Ada
apa ini?” Tanya seorang pria paruh baya kepada petuas dan Reva.
“Ini
loh pak, katanya mbak ini lulus, tapi nama dia tidak ada di daftar kita.” Jawab
petugas menerangkan.
“Tapi
saya ada buktinya pak. Saya tidak sedang berbohong.” Reva menunjukkan bukti
berupa gambar tersebut.
“Loh,
kok bisa begini mbak?” Tanya bapak tersebut kepada petugas.
“Saya
juga nggak ngerti pak. Tapi di daftar calon mahasiswa yang terbaru nama mbak
ini tidak ada.”
“Ada
yang nggak beres nih. Sebentar ya nak, saya cari tahu dulu.” Kata bapak paruh
baya.
Reva
duduk di kursi yang telah disediakan sembari menunggu kdatangan bapak paruh
baya tadi. Dia sangat berharap ada yang salah dari semua ini. Di tidak bisa
membayangkan bagaimana perasaan orang tuanya jika ternyata dia tidak lulus.
Reva tidak ingin membuat orang tuanya kecewa.
“Nak
Reva ya?” Tanya seorang pria paruh baya yang lain.
“Iya
pak. Saya Reva.” Jawab Reva.
“Bisa
ikut ke ruangan saya?” Tanya pria itu lagi.
“Oh
iya pak bisa.” Jawab Reva sambil beranjak dari duduknya.
Setelah
sampai di ruangan pria tersebut, Reva dipersilakan untuk duduk.
“Langsung
saja nak. Begini, sebelumnya saya minta maaf untuk ketidaknyamanan ini. Disini
saya sebagai dekan. Sebenarnya kamu memang lulus. Tapi anak rektor tidak lulus.
Kami dari tim diperintahkan langsung oleh rektor agar bagaimanapun caranya
anaknya harus lulus di universitas ini. Jadi kemi memilih secara acak siapa
yang posisinya akan digantikan oleh anak rektor. Dan tanpa sengaja kami memilih
kamu.” Terang pria paruh baya itu yang belakangan diketahui adalah dekan kampus
di Universitas A.
“Lalu
bagaimana dengan saya sekarang pak?” Tanya Reva yang sudah tidak sabaran sambil
menahan rasa kesalnya.
“Kamu
dterima di Universtas ini tapi tolong, jangan sebarkan hal ini kepada orang
lain terlebih media massa. Kami berjanji akan memberikan kamu fasilitas berupa
beasiswa sampai lulus.” Kata dekan itu sungguh sungguh.
“Loh
gak bisa begini dong pak. Jangan karena jabatan jadi beliau bisa bertindak
sesuka hatinya. Kalau memang tidak lulus disini, ya cari universitas yang
lain.” Kata Reva yang sudah emosi.
“Itu
sudah menjadi keputusan kami. Kalau kamu mau, silahkan cari universitas yang
lain.” Jawab dekan tersebut.
“Saya
bisa melaporkan hal ini kepada pihak yang berwajib. Jangan main-main pak, saya
punya bukti-bukti yang kuat.” Kata Reva mengancam.
“Jangan
macam-macam kamu ya. Kita dari pihak universitas sudah memberikan kemudahan
bahkan menawarkan beasiswa sampai lulus.” Kata dekan tersebut ikut tersulut
emosi.
“Saya
tidak mau menerimanya jika dengan cara seperti ini. Saya tidak mau membantu
universitas ini dalam melakukan kecurangan. Tidak semua bisa dibeli dengan uang
terlebih harga diri saya.” Kata Reva dengan tegas. “Permisi.” Kata Reva lagi
sambil berjalan keluar ruangan dekan.
Sebenarnya
Reva merekam percakapannya dengan dekan tersebut selama mereka berada di
ruangan. Sekarang dia berpikir bagaimana cara melaporkan kecurangan ini kepada
pihak yang berwajib. Reva pun mengingat bahwa dia memiliki Ali sebagai
sahabatnya. Dia pun memutuskan untuk menelfon Ali.
“Li,
jemput gue di depan Universitas A. Sekarang.” Kata Reva sesaat setelah telfon tersambung
dan seketika itu juga dia mematikannya.
Tak
lama kemudian Ali datang. Reva pun menjelaskan semuanya. Ali langsung mengajak
Reva pergi ke kantor polisi sambil menelfon ayahnya yang merupakan seorang
pengacara. Sesampainya mereka di kantor polisi, Reva dan Ali langsung
menjelaskan dan menunjukkan bukti-bukti yang ada. Polisi yang ada disana
menerima laporan tersebut. Tak lama kemudian, Ayah Ali sampai disana dan
mengatakan kepada Reva bahwa beliau akan mengurus semuanya dan berjanji akan
menyelesaikan kasus ini sampai tuntas.
Beberapa
minggu kemudian, setelah menjalani seluruh prosedur yang ada, akhirnya kasus
ini pun dapat diselesaikan. Rektor Universitas A dicopot dari jabatannya dan
diturunkan pangkatnya. Dekan tersebut juga dicopot dari jabatannya. Anak dari
rektor tersebut tidak jadi diterima di Universitas A dan kabarnya dia
melanjutkan pendidikannya di universitas swasta.