Langsung ke konten utama

SURAT UNTUK EMI


Sina Asalica atau yang biasa dipanggil Aca adalah remaja 17 tahun yang lahir di lingkungan keluarga yang berkecukupan. Ia merupakan anak sulung dan perempuan satu-satunya dari 3 bersaudara. Meskipun lahir dari keluarga berkecukupan, orang tuanya tidak selalu mengikuti apa yang ia inginkan. Orang tua Aca juga tidak terlalu membebaskan dia untuk keluar rumah, kecuali untuk hal-hal yang sangat penting. Aca bersekolah di Cendana Islamic Boarding School (CIBS), yang mengharuskan siswanya untuk tinggal di asrama. Salah satu alasan Aca bersekolah di CIBS karena ia ingin merasakan kebebasan tanpa kekangan dari orang tuanya.

Di CIBS Aca memiliki sahabat yang bernama Emi Salsa Annisa. Emi merupakan anak pengusaha rumput laut yang terkenal di Lombok. Ayah Emi memiliki toko yang menjual dodol rumput laut. Tokonya berpusat di Lombok Tengah. Emi adalah sahabat Aca sejak awal Matsama. Emi berada di kelas IPS 1, sedangkan aca berada  di kelas IPA 2. Suatu hari di kelas IPA ketika pelajaran matematika perminatan sedang berlangsung.

“Eh Ca, udah jadi nomor 7 ga?” Tanya Yana

“Udah nih, baru aja selesai.” Jawab Aca

 “Ajarin dong.”

“Kuy lah, tinggal nomor 7 doang kan?”

“Iya. Susah ih nomor 7 soalnya panjang banget”

“Itu mah soalya doang yang panjang, caranya mah gampang.”

  Tak lama setelah Aca selesai mengajarkan Yana nomor 7, bel tanda istrahat pun berbunyi. Emi datang ke IPA 1 untuk mengajak Aca ke kantin barsama. Setelah mengambil makanan yang diinginkan Aca dan Emi duduk di kursi yang ada di dekat kantin sambil berbincang-bincang.

“Tau ga sih tadi di kelas, Pak Dewa tiba-tiba bilang, nak, hari ini kita ulangan ya” ujar Emi mengikuti gaya bicara Pak Dewa.

“Terus gimana, bisa dijawab ga soalnya? Tanya Aca.

“Ya ga gimana-gimana lah dari lima soal aku cuma bisa jawab dua, mana ga tau lagi itu jawabannya bener apa enggak. Ya coba deh kamu bayangin ulangan sejarah cuy, tau kan kalau aku itu lemah banget kalau masalah menghafal. Jadinya ya udah deh.” Ucap Emi lemah sambaring mengedikkan bahu.

“Yaudah sih yang penting ada yang bisa dijawab kan, daripada kertasnya kosong semua.” Ucap Aca menenangkan.

“Alfi keren banget tau tadi, dia bisa jawab semua soal yang dikasi Pak Dewa, udah gitu jawabannya bener semua lagi” ujar Ema berbisik-bisik dengan pipi merah.

“Ih kok pipinya merah sih. Nah loh ada apa nih sama Alfi, ciee..” ucap Aca dengan nada menggoda.

“Ih apaan sih, ga ada apa-apa”

“Kalau ga ada apa-apa ko malu-malu sih, kamu suka sama Alfi ya..” ucap Aca dengan nada jahil.

“Hust.. jangan kenceng-kenceng ih ngomongnya, nanti didenger orang” ucap Emi dengan wajah waspada dan pipi semerah tomat.

Selama jam istirahat Aca terus saja menggodai Emi. Saat bel tanda pelajaran dimulai berbunyi mereka kembali ke kelas masing-masing. Pelajaran Aca setelah jam istirahat hingga jam pulang sekolah adalah Bahasa Indonesia. Sampai di asrama, Aca langsung menuju kamarnya untuk ganti baju, kemudian pergi sholat dan makan siang.

 Setiap malam Aca selalu belajar walaupun besok tidak ada ulangan atau pun PR. Aca sudah terbiasa untuk belajar setiap hari. Sejak Sekolah Dasar orang tua Aca membiasakan Aca untuk belajar meskipun esok harinya tidak ada PR ataupun ulangan. Tak salah bila di sekolah Aca dikenal sebagai anak yang cukup cerdas. Sebab, meskipun terkadang ada ulangan mendadak, Aca selau bisa menjawab soalnya dengan yakin, meskipun tidak mendapat nilai yang sempurna.

Suatu malam, ketika sedang belajar, Yanti, teman kamar Aca sekaligus teman kelas Emi  bercerita.

“Kamu ada hubungan apa sama Alfi Ca?”

”Hah, hubungan apaan. Ga ada apa-apa kok” kata Aca dengan terheran heran sekaligus kaget.

“Emang kenapa?” Tanya Aca lagi

“Tadi pas pelajaran prakarya, Pak Dani kan sebut-sebut nama kamu, terus gatau tau deh tiba-tiba anak-anak cowo pada cie-ciein Alfi sama kamu.”

“Ih kok gitu sih, aku ga ada hubungan apa-apa loh sama Alfi” jawab Aca dengan nada heran.

“Terus kan ya, pas jam istirahat Aku nanya ke Bima, kenapa sih tadi Alfi pada dicie-cien sama kamu. Terus Bima bilang, ternyata Alfi itu naksir kamu dari semester satu. Ciee..” tambah Yanti.

Aca tidak dapat berkata apa-apa, Aca hanya mampu membalas dengan senyum yang dipaksakan sekaligus perasaan khawatir. Aca baru tersadar, apakah karena itu beberapa hari ini Emi tidak mencari Aca dan mengajaknya ke kantin bersama. Aca berpikir mungkin beberapa hari belakangan ini Emi sedang banyak tugas. Tanpa pikir panjang Aca kemudian pergi menuju kamar Emi. Saat itu Emi sedang belajar di atas kasurnya

“Em bisa bicara sebentar ga?” Tanya Aca dengan takut takut.

“Ga bisa” jawab Emi tanpa menoleh ke pada Aca.

“Bentar aja Em” sambung Aca.

“Dibilangin ga bisa juga. Ga liat apa orang lagi belajar.” Ucap Emi dengan nada sarat akan kekesalan.

“Ya udah besok bisa ga di sekolah?” Tanya Aca dengan sabar.

“Hmm” jawab Emi tak acuh.

Aca kemudian kembali ke kamarnya dan memutuskan untuk tidur karena ia sudah pasti tidak bisa berkonsentrasi saat belajar karena masalahnya dengan Emi belum bisa dibicarakan. Namun hingga jam setengah dua belas malam Aca tak kunjung terlelap. Ia masih memikirkan bagaimana cara menjelaskan hal tersebut kepada Emi. Sebab Aca tahu bahwa Emi adalah anak yang keras kepala dan masih bersifat kekanak-kanakan.

Keesokan harinya, setelah bel istirahat berbunyi Aca langsung menuju IPS 1 untuk mencari Emi. Ternyata Emi sudah turun duluan menuju kamar mandi. Aca lalu menuju kamar mandi untuk mencari Emi.

“Em” panggil aca dari koridor sebelah utara saat melihat Emi baru saja keluar dari kamar mandi.

Namun Emi hanya  melihat sekilas lalu membuang muka, kemudian melanjutkan langkahnya ke koridor selatan untuk menuju kantin. Melihat hal itu Aca pun mempercepat langkahnya untuk mengikuti Emi ke kantin.

“Em tunggu dulu,” ucap Aca sambil mencekal tangan Emi.

“Apaan sih” ucap Emi sambil melepaskan cekalan tangannya dari Aca.

“Aku mau bicara sama kamu” ucap Aca.

“Yaudah sih nanti aja, laper tau, capek di kelas dengerin orang dicie-cien mulu tiap hari.” Kata emi dengan nada kesal.

“Yaudah selesai belanja aku tunggu di bangku bawah pohon ya” Ucap Aca.

Setelah belanja, Emi menuju ke bangku bawah pohon tempat Aca menunggu dan duduk di hadapan aca.

“Mau ngomong apa? Buruan!. Laper nih.” Ucap emi dengan wajah malas-malasan.

“Kamu marah sama aku? Tanya Aca.

“Pikir aja sendiri”

“Marah gara-gara yang sama Alfi itu?” Tanya Aca memastikan.

“Oooh udah tau ternyata. Seneng kan pasti” dengan nada sindiran

“Em”

“Ini yang disebut sahabat? Mana ada yang nusuk dari belakang” Sela Emi

“Em sahabat aku cuma kamu, kamu yang tau aku itu kayak gimana. Emang kamu pernah liat aku ngomong sama Alfi?”

“Siapa tau kan ngomongnya di belakang, nusuknya aja dari belakang.” Lanjut Emi.

“Em kamu yang tau aku kayak gimana. Sekarang terserah kamu mau percaya sama aku atau engga, tapi aku udah jelasin ke kamu dengan jujur. Aku kangen kita yang dulu, yang ketawa bareng dan kemana-mana selalu bareng. Bukan kayak sekarang yang kayak orang saling ga kenal satu sama lain.” Terang Aca dengan nada putus asa

Emi hanya mengedikkan bahu kemudian pergi meninggalkan Aca. Aca hanya mampu tertunduk dan menghela napas dengan dalam.

Beberapa hari berikutnya dilalu dua orang sahabat yang sedang berseteru itu dengan perasaan sama-sama rindu. Aca rindu dengan Emi yang selalu curhat kepadana tentang apapun, rindu Emi yang cerewet, rindu dengan Emi yang selalu menceritakannya hal-hal lucu, rindu jalan berdua, rindu bercanda bersama Emi, rindu curhat dengan Emi.

Emi pun rindu dengan Aca. Ketika melihat Aca jalan sendiri ke kantin, ingin rasanya Emi memanggil Aca dan mengajaknya jalan berdua. Emi tau bahwa Aca adalah anak introvert yang susah untuk terbuka dan dekat dengan orang lain. Emi rindu Aca sebagai teman curhatnya, Emi rindu Aca yang selalu mengajaknya belajar bersama dan mengajarnya saat kesulitan. Saat mengetahui Alfi suka dengan Aca jelas emi merasa kesal, namun juga ia sebenarnya tidak tahu kesal kepada siapa. Ia tahu bahwa Aca tidak mungkin menusuknya dari belakang, Aca adalah sahabat yang baik. Hanya Aca sahabat emi satu-satunya. Hanya Aca yang sabar menghadapi sifat kekanak-kanakan Emi. Emi pun ingin seperti dulu lagi dengan Aca. Namun Emi terlalu gengsi untuk minta maaf dan menyapa Aca terlebih dahulu.

Suatu sore ingin rasana Emi menyumpal mulut teman-teman Aca yang membicarakan Aca di belakang saat Aca lah yang dipilih untuk memimpin tarian yang ditampilkan kelas IPA 2 saat acara ulang tahun CIBS ke-13 tahun. Saat itu Emi sedang lewat di koridor asrama dan mendengar teman-teman kelas Aca yakni Dina and The Gang sedang membicarakan Aca.

“Kenapa sih yang memimpin apa-apa itu selalu Aca” Ucap Dina dengan nada kesal

“Iya. Setiap ada tugas kelompok selalu aca yang menjadi ketuanya” lanjut Yana.

“Besok untuk ketiga kalinya kelas kita ditunjuk sebagai opening acara dengan tarian, dan dari acara yang pertama sampai yang besok selalu Aca yang dijadikan center.” Tambah Yana

“Memang hanya Aca yang bisa, kan kita semua juga latihan sama-sma, pastilah kita semua bisa bukan cuma aca.” Ucap dina sambil manyun.

“Mungkin kan karena Aca koreografernya makanya Aca yang ditunjuk oleh pak Dani” ucap Ica.

“Tapi di gerakan yang terakhir gerakan Aca kaku dan ga terlalu lancar karena Ica yang menjadi koreografernya, ya kan Ca?” ucap Reva

“Iya”

“Dan Pak Dani tetap menunjuk Aca sebagai centernya” lanjut Reva

“Mungkin Aca tidak enak untuk menolak permintaan Pak Dani” ungkap Ica

“Apasih susahnya tinggal bilang” tambah dina dengan wajah cemberut dan kesal.

Saat itu ingin rasanya emi meneriaki mereka semua dan berkata bahwa memang Aca yang cocok menjadi centernya karena gerakan badan Aca yang lentur. Mereka hanya bisa bicara di belakang. Mereka tidak tahu bahwa Aca menghafal gerakan tarian yang akan ditampilkan hingga tengah malam di kamar kosong yang ada di asrama. Semua itu Aca lakukan karena ia merasa itu memang tanggung jawabnya. Pak Dani meminta Aca untuk menjadi koreografernya karena Pak Dani tidak bisa mengajari mereka semua. Pak Dani harus pergi ke luar kota. Emi tahu itu karena sudah tiga malam Emi memergoki Aca latihan sendiri di kamar kosong hingga jam setengah satu malam. Namun Emi tidak bicara apa-apa saat mendengar mereka bicara seperti itu. Emi tetap melanjutkan langkahnya. Emi tertalu malas mengurus orang-orang yang hanya berani bicara di belakang.

 

Pada hari penjengukan, Aca dijenguk oleh kedua orang tuanya. Aca dan kedua orang tuanya duduk di berugak sebelah asrama yang disediakan untuk para orang tua ketika menjenguk anaknya.

“Mah besok tanggal 23-26 Maret ada program study kolaboratif dari sekolah

 untuk semua kelas 11” ujar Aca menginformasikan kepada mamanya.

“Perginya kemana aja?” Tanya mama Aca

“Kemarin Aca denger-denger sih kita mau pergi ke Malang, Jogja, dan Surabaya”

“Emang kegiatannya apa aja?”

“Banyak sih. Jadi kita kan nanti pergi kunjungi sekolah-sekolah yang maju gitu kan. Terus kita itu kayak wawancara gitu lah ke pihak sekolahnya. Kayak gimana sih metode belajarnya di sekolah itu makanya sekolahnya maju. Ya kayak gitu lah” jelas aca.

“Emang semuanya harus ikut kegiatan itu?

“Ga tau sih, tapi tahun lalu senior Aca banyak sih yang ga ikut.”

“Yaudah sih kalau memang boleh ga ikut mending Aca ga usah ikut aja.”

“Kok gitu?” Tanya Aca.

“Ya dari pada nanti Aca kecapean terus penyakitnya kambuh, kegiatannya pasti padat banget kan?” jelas mama Aca.

“Tapi Aca pengen ke Jogja, kita  kan belum pernah ke Jogja”

“Yaudah sih besok pas liburan kita ke Jogja sama-sama” lanjut mama Aca.

“Tapi kan Aca pengen gitu sekali-sekali pergi sama teman-teman Aca, pengen gitu jalan-jalan bareng. Dari dulu mamah ga pernah kasi izin Aca pergi bareng temen-temen Aca” ungkap Aca.

“Ya kan ketemu temen-temennya udah setiap hari di sini. Di sekolah ke temu, di asrama ketemu. Masa masih kurang?” Tanya mama Aca sambil bercanda.

“Ya kan beda mamah”

“Kalau memang boleh ga ikut, mending jangan ikut dek, nanti kecapekan. Kalau memang pengen pergi ke Jogja, yaudah besok pas liburan kita pergi bareng” terang ayah Aca yang sejak tadi hanya menyimak.

“hmm..” jawab Aca dengan lesu.

Aca sebenarnya tahu bahwa orang tuanya pasti tidak akan mengizinkannya. Namun Aca hanya ingin mencoba siapa tahu orang tuanya akan mengizinkan. Sejak dulu memang orang tua Aca jarang mengizinkan Aca untuk keluar-keluar tanpa pengawasan dari mereka. Saat Aca meminta izin untuk melanjutkan sekolah di CIBS pun orang tua Aca sangat berat untuk mengizinkan Aca. Berkali-kali orang tua Aca memastikan kepada Aca apakah Aca yakin kalau ia ingin bersekolah di CIBS. Berkali-kali pula Aca menyakinkan orang tuanya dan dibantu oleh kedua kakaknya bahwa Aca benar-benar ingin bersekolah di CIBS. Aca menjelaskan kepada orang tuanynya bahwa Aca ingin bersekolah CIBS agar ia bisa menjadi anak yang lebih mandiri dan lebih dewasa. Dibalik itu, salah satu alasan Aca ingin bersekolah di CIBS yakni ia ingin merasakan kebebasan, bebas pergi kemana-mana tanpa kekangan orang tuanya. Aca merasa bahwa dirinya sudah dewasa. Ia tidak ingin dikekang-kekang lagi.

Karena hanya aca yang tidak mengikuti kegiatan study kolaboratif, Aca diizinkan pulang oleh pihak sekolah. Sebab jika ingin belajar, banyak juga guru yang mengajar di kelas sebelas mengikuti kegiatan study kolaboratif.

Ketika semua siswa kelas 11 sudah kembali, banyak siswa kelas 11 yang membicarakan Aca. Sebab mereka tahu bahwa sekolah membolehkan Aca pulang disaat mereka sedang study tour. Padahal perjanjian awalnya adalah bagi siswa yang tidak mengituti study kolaboratif diharuskan tetap tinggal di asrama dan mengikuti kegiatan belajar-mengajar seperti biasanya. 

Hampir semua anak kelas 11 membicarakan Aca, termasuk teman kelasnya. Tak jarang juga mereka sengaja menyindir Aca disaat Aca ada di sekitar mereka. Saat Aca sedang mengerajakan tugas di bangkunya, tak sengaja Aca mendengar teman-temanya sedang membicarakan dirinya. Teman-temanya memang tidak menyebut nama Aca secara langsung, namun Aca tahu orang dimaksud teman-temannya adalah dirinya.

“Enak ya bisa pulang disaat yang lain lagi sibuk dengan kegiatan study kolaboratif” ucap Dina sarat akan nada sindiran.

“Enak ya bisa leha-leha di rumah disaat yang lain pada capek” tambah Reva

“Enakya jadi murid kesayangan guru, mau ngapa-ngapain aja  mah gampang” lanjut Dina

“Kalau mau pulang tinggal minta, langsung diizinin” tambahnya.

“Biasalah anak kesayangan mami, ga pernah diizinin kemana-mana”

“Eh giliran izin pulang, langsung diizinin”

“Lucu deh sekolahmu Din” ucap Reva.

“Kok lucu?” Tanya Dina sambil tersenyum meremehkan.

“Iya lucu. Kemarin bilangnya A, eh tiba-tiba bisa jadi B cuma gara-gara yang minta ANAK KESAYANGAN GURU” jawab Reva dengan kalimat penekanan.

“Iya ih lucu, kok baru sadar ya ha ha ha” tambah Dina dengan tawa yang sangat dipaksakan.

Mendengar hal itu Aca merasa sedih. Padahal Aca pulang bukan untuk bersenag-senang. Aca pulang untuk menjalani pengobatan yang rutin dilakukan. Teman-teman Aca hanya bisa berkomentar tanpa tau apa yang sebenarnya terjadi. Tidak ada orang lain yang mengetahui perihal penyakit Aca  kecuali dia sendiri dan keluarga besarnya.

  Aca sebenarnya ingin menjelaskan kepada teman-temannya alasan mengapa Aca pulang. Namun ia tidak ingin orang lain tau masalah penyakitnya, cukup ia dan keluarganya saja yang mengetahui. Aca tidak ingin dikasihani oleh orang lain karena penyakitnya.

Aca sebenarnya sudah tidak tahan dengan semua sindiran yang dilakukan teman-temannyanya. Ingin rasanya berbagai mengenai masalahnya ke pada orang lain, tapi Aca sudah tidak punya seseorang untuk dijadikan teman curhat. Sebenarnya Aca ingin bercerita kepada orang tuanya, namun Aca takut nanti masalah ini akan membenani orang tua Aca juga. Rasanya sudah cukup orang tua Aca merasa khawatir terhadap Aca. Aca tidak ingin lagi menambah beban orang tuanya.

Semenjak kejadian tersebut Aca bertekat jika ada kegiatan lagi dari sekolah Aca akan berusaha mengikutinya. Kebetulan satu minggu setelah kegiatan study kolaboratif ke luar Lombok, CIBS akan mengadakan kegiatan study social dan sains ke Bank Indonesia, Museum Daerah Nusa Tenggara Barat, PLTU Jeranjang, dan Pantai Kuta.

Mengenai study social dan sains, Aca tidak memberi tahu orang tuanya. Aca tidak izin kepada ayah dan mamanya, karena jika izin maka ayah dan mamanya sudah pasti tidak akan mengizinkan Aca dengan alasan nanti Aca akan kelelahan. Padahal Aca yakin dirinya pasti tidak akan kelelahan, dia pasti akan baik-baik saja. Namun apa daya, semua tidak sesuai harapan. Esok hari setelah study social dan sains Aca mengalamai demam tinggi, semua tubuhnya terasa sakit dan pegal seakan-akan ditimpa dengan sesuatu yang berat. Hingga sore hari demam Aca tak kunjung turun. Bahkan, ketika azan magrib Aca tak sadarkan diri sehingga pihak sekolah menghubungi orang tua Aca perihal keadaan Aca.

Betapa kagetnya orang tua Aca ketika mendapat kabar dari sekolah mengenai kondisi Aca. Setelah sholat magrib orang tua beserta kedua kakak Aca langsung bergegas menuju sekolah. Selama di perjalanan mama Aca terus saja menangis sambil menyebut-nyebut nama Aca.

Orang tua Aca tiba di CIBS bertepan dengan mobil ambulan yang sudah dihubungi oleh pihak sekolah. Melihat Aca yang dibawa ke dalam mobil ambulan, orang tua Aca langsung pindah menuju mobil ambulan untuk menemani Aca, sedangkan kedua kakak Aca mengikuti dari belakang dengan mobil keluarga mereka.

Setibanya di rumah sakit, Aca langsung dibawa menuju ruang Unit Gawat Darurat (UGD). Selama menungu proses pemeriksaan, pihak sekolah menjelaskan kronologis Aca jatuh sakit. Setelah mendengar kronologis tersebut, mama Aca langsung berteriak histeris hingga pingsan. Ayah Aca langsung menjelaskan kepada pihak sekolah bahwa Aca mengidap kanker yang mengharuskan Aca tidak boleh kelelahan. Sontak pihak sekolah pun terkejut dengan fakta tersebut. Pasalnya selama ini Aca terlihat baik-baik saja. Aca tidak tampak lemas ataupun sakit.

Setelah tiga hari tak sadarkan diri, dokter yang menangani Aca menginformasikan kepada keluarga Aca bahwa kanker yang ada pada tubuh Aca sudah menyebar ke seluruh tubuh Aca dan sudah mencapai stadium akhir. Sudah tidak ada lagi harapan. Keluarga hanya tinggal berdoa dan menunggu sampai kapan waktu yang diberikan Allah. Setelah mendengar kabar tersebut tubuh mama Aca terasa lemas seperti tak bertulang. Mama Aca merasa seluruh dunianya seakan-akan hancur. Ia sudah tak sanggup lagi.

Tanggal 07 April 2019 pukul 07:08 dokter memanggil seluruh keluarga Aca dan dan menginformasikan bahwa kondisi Aca semakin kritis. Langsung saja ayah Aca menghubungi semua keluarganya mengenai berita tersebut. Setelah semua keluarga Aca berkumpul, mereka langsung menuju ruang rawat Aca. Selama dokter menangani Aca, tak henti-hentinya keluarga Aca melantunkan surat Ya-Siin. Setelah satu jam berusaha, dokter menginformasikan bahwa nyawa Aca sudah tidak dapat ditolong. Dokter sudah berusaha semaksimal mungkin namun Allah berkehendak lain. Pukul 09:10 Aca dinyatakan tutup usia pada  umur 17 tahun. Orang tua Aca merasa sangat terpukul, bahkan mama Aca sempat beberapa kali pingsan. Seluruh keluarga Aca merasa kehilangan.

Dua hari setelah pemakaman Aca, mama Aca pergi ke asrama untuk membereskan sema barang-barang Aca untuk dibawa pulang. Saat tiba di asrama, banyak guru-guru yang menyampaikan bela sungkawa dan permintaan maaf karena tidak bisa menghadiri pemakaman Aca.

Saat membereskan semua barang-barang Aca, mama Aca dibantu oleh Emi. Emi salah satu orang yang paling merasa kehilangan setelah mengetahui kabar meninggalnya Aca. Saat sedang membereskan buku-buku Aca, Emi menemukan lembaran yang bagian depannya bertuliskan “Untuk Emi, sahabatku”. Emi langsung membaca lembaran tersebut bersama mama Aca.

Dear Emi, sahabatku

Terimakasih karena sudah mau menjadi sahabatku. Terima kasih karena sudah mau menjadi teman curhatku. Terimakasih untuk semua lawakan-lawakan yang kamu berikan untukku, untuk menghiburku, untuk menghilangkan rasa stresku. Terimakasih karena telah mewarnai duniaku yang suram. Terimakasih karena pernah menghadirkan pelangi di hidupku yang selalu mendung. Terimakasih karena telah membawa warna baru di hidupku. Maaf karena selama ini aku belum bisa menjadi sahabat yang baik untukmu. Maaf karena pernah membuatmu sedih. Maaf, mungkin aku sering menyusahkanmu. Aku minta maaf untuk semua kesalahan yang pernah aku lakukan, yang membuatmu kecewa atau marah. Maaf jika aku membuatmu salah faham. Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Alfi, dan tak ada sedikitpun keinginanku untuk menghalangi hubunganmu dengannya. Aku cuma mau bilang kalau aku rindu dengan kamu. Aku rindu dengan semua cerita lucu-lucumu. Aku rindu jalan berdua denganmu. Aku rindu saat kita bercanda dan tertawa bersama. Aku rindu semua tentang kita. Aku ingin kita bisa kembali lagi seperti dulu, tidak seperti sekarang, seperti orang yang tak saling kenal. Maaf karena tidak bisa mempertahankan persahabatn kita. Maaf karena aku belum bisa menjadi sahabat yang baik untukmu. Maaf.

 

 

Rabu, 13 Februari 2019

Tertanda,

 

Aca,

 sahabat yang mengecewakanmu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Postingan populer dari blog ini

Teks Ceramah

 A. Definisi dan Ciri-Ciri Ceramah     1. Definisi Ceramah          Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ceramah adalah pidato oleh seseorang di hadapan banyak pendengar mengenai suatu hal atau pengetahuan. Ceramah juga berarti penuturan bahan pembelajaran secara lisan. Ceramah merupakan pidato yang bertujuan untuk memberikan nasihat dan petunjuk mengenai suatu permasalahan kepada audiensi yang bertindak sebagai pendengar. Secara umum, ceramah mempunyai pengertian tentang suatu kegiatan berbicara di depan umum dalam situasi tertentu untuk tujuan tertentu dan kepada pendengar tertentu.         Pada dasarnya, pidato, ceramah, dan khotbah memiliki persamaan, yakni pengungkapan pikiran di hadapan banyak orang. Namun, dalam pelaksanaannya, antara pidato, ceramah, dan khotbah memiliki perbedaan. Pidato sering kita ikuti dalam acara-acara resmi, misalnya seminar, rafat pleno,. Ceramah diadakan untuk acara-acara tert...

Teks Laporah Hasil Observasi

            Sebuah laporan hasil observasi dapat disajikan dalam bentuk teks tertulis maupun teks lisan. Kamu sering melakukan observasi atau pengamatan, tetapi belum memahami cara menyusun teks laporannya dengan baik. Untuk itu, kamu perlu memerhatikan penyusunan laporan hasil observasi yang kamu dengar atau kamu baca dari media televisi, koran, majalah, atau internet. A. Pengertian, Ciri-Ciri, Sifat, dan Contoh Teks Laporan Hasil Observasi 1. Pengertian Teks Laporan Hasil Observasi          Teks laporan hasil observasi adalah teks yang berisi penjabaran umum mengenai sesuatu yang didasarkan pada hasil kegiatan observasi/pengamatan. Kegiatan observasi merupakan kegiatan pengumpulan data atau informasi melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat di lapangan atau lokasi. 2. Ciri-Ciri Teks Laporan Hasil Observasi     Teks laporan hasil observasi memiliki ciri-ciri yang membedakann...

ANEKDOT

A. Definisi. Ciri, dan Jenis Anekdot   1. Definisi Teks Anekdot     Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, anekdot adalah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau orang terkenal dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Orang-orang penting yang diceritakan dalam anekdot bermacam-macam, seperti tokoh politik, sosial, dan agama.  Sementara itu, peristiwa yang diceritakan dalam anekdot merupakan peristiwa nyata dalam kehidupan sehari-hari. Namun seiring perkembangan zaman anekdot juga digunakan untuk menceritakan tokoh dan peristiwa fiktif.     Anekdot mengandung humor. Humor dalam anekdot dibentuk dengan kelucuan atau kekonyolan tokoh. Tindakan ataupun ucapan tokoh menimbulkan humor karena adanya peristiwa ganjil yang mendasarinya. Humor juga dapat diciptakan melalui permainan kata, makna, ataupun pelesetan terhadap suatu kata ataupun frasa.     Humor dalam anekdot bukan hanya bersifat menghibur. Bia...