Sina Asalica atau yang biasa dipanggil Aca adalah remaja 17 tahun
yang lahir di lingkungan keluarga yang berkecukupan. Ia merupakan anak sulung
dan perempuan satu-satunya dari 3 bersaudara. Meskipun lahir dari keluarga
berkecukupan, orang tuanya tidak selalu mengikuti apa yang ia inginkan. Orang
tua Aca juga tidak terlalu membebaskan dia untuk keluar rumah, kecuali untuk
hal-hal yang sangat penting. Aca bersekolah di Cendana Islamic Boarding School
(CIBS), yang mengharuskan siswanya untuk tinggal di asrama. Salah satu alasan
Aca bersekolah di CIBS karena ia ingin merasakan kebebasan tanpa kekangan dari
orang tuanya.
Di CIBS Aca memiliki sahabat yang bernama Emi Salsa Annisa. Emi
merupakan anak pengusaha rumput laut yang terkenal di Lombok. Ayah Emi memiliki
toko yang menjual dodol rumput laut. Tokonya berpusat di Lombok Tengah. Emi
adalah sahabat Aca sejak awal Matsama. Emi berada di kelas IPS 1, sedangkan aca
berada di kelas IPA 2. Suatu hari di
kelas IPA ketika pelajaran matematika perminatan sedang berlangsung.
“Eh Ca, udah jadi nomor 7 ga?” Tanya Yana
“Udah nih, baru aja selesai.” Jawab Aca
“Ajarin dong.”
“Kuy lah, tinggal nomor 7 doang kan?”
“Iya. Susah ih nomor 7 soalnya panjang banget”
“Itu mah soalya doang yang panjang, caranya mah gampang.”
Tak lama setelah Aca
selesai mengajarkan Yana nomor 7, bel tanda istrahat pun berbunyi. Emi datang
ke IPA 1 untuk mengajak Aca ke kantin barsama. Setelah mengambil makanan yang
diinginkan Aca dan Emi duduk di kursi yang ada di dekat kantin sambil
berbincang-bincang.
“Tau ga sih tadi di kelas, Pak Dewa tiba-tiba bilang, nak, hari ini
kita ulangan ya” ujar Emi mengikuti gaya bicara Pak Dewa.
“Terus gimana, bisa dijawab ga soalnya? Tanya Aca.
“Ya ga gimana-gimana lah dari lima soal aku cuma bisa jawab dua,
mana ga tau lagi itu jawabannya bener apa enggak. Ya coba deh kamu bayangin
ulangan sejarah cuy, tau kan kalau aku itu lemah banget kalau masalah
menghafal. Jadinya ya udah deh.” Ucap Emi lemah sambaring mengedikkan bahu.
“Yaudah sih yang penting ada yang bisa dijawab kan, daripada
kertasnya kosong semua.” Ucap Aca menenangkan.
“Alfi keren banget tau tadi, dia bisa jawab semua soal yang dikasi
Pak Dewa, udah gitu jawabannya bener semua lagi” ujar Ema berbisik-bisik dengan
pipi merah.
“Ih kok pipinya merah sih. Nah loh ada apa nih sama Alfi, ciee..”
ucap Aca dengan nada menggoda.
“Ih apaan sih, ga ada apa-apa”
“Kalau ga ada apa-apa ko malu-malu sih, kamu suka sama Alfi ya..”
ucap Aca dengan nada jahil.
“Hust.. jangan kenceng-kenceng ih ngomongnya, nanti didenger orang”
ucap Emi dengan wajah waspada dan pipi semerah tomat.
Selama jam istirahat Aca terus saja menggodai Emi. Saat bel tanda
pelajaran dimulai berbunyi mereka kembali ke kelas masing-masing. Pelajaran Aca
setelah jam istirahat hingga jam pulang sekolah adalah Bahasa Indonesia. Sampai
di asrama, Aca langsung menuju kamarnya untuk ganti baju, kemudian pergi sholat
dan makan siang.
Setiap malam Aca selalu
belajar walaupun besok tidak ada ulangan atau pun PR. Aca sudah terbiasa untuk
belajar setiap hari. Sejak Sekolah Dasar orang tua Aca membiasakan Aca untuk
belajar meskipun esok harinya tidak ada PR ataupun ulangan. Tak salah bila di
sekolah Aca dikenal sebagai anak yang cukup cerdas. Sebab, meskipun terkadang ada
ulangan mendadak, Aca selau bisa menjawab soalnya dengan yakin, meskipun tidak mendapat
nilai yang sempurna.
Suatu malam, ketika sedang belajar, Yanti, teman kamar Aca
sekaligus teman kelas Emi bercerita.
“Kamu ada hubungan apa sama Alfi Ca?”
”Hah, hubungan apaan. Ga ada apa-apa kok” kata Aca dengan terheran
heran sekaligus kaget.
“Emang kenapa?” Tanya Aca lagi
“Tadi pas pelajaran prakarya, Pak Dani kan sebut-sebut nama kamu,
terus gatau tau deh tiba-tiba anak-anak cowo pada cie-ciein Alfi sama kamu.”
“Ih kok gitu sih, aku ga ada hubungan apa-apa loh sama Alfi” jawab
Aca dengan nada heran.
“Terus kan ya, pas jam istirahat Aku nanya ke Bima, kenapa sih tadi
Alfi pada dicie-cien sama kamu. Terus Bima bilang, ternyata Alfi itu naksir
kamu dari semester satu. Ciee..” tambah Yanti.
Aca tidak dapat berkata apa-apa, Aca hanya mampu membalas dengan
senyum yang dipaksakan sekaligus perasaan khawatir. Aca baru tersadar, apakah
karena itu beberapa hari ini Emi tidak mencari Aca dan mengajaknya ke kantin
bersama. Aca berpikir mungkin beberapa hari belakangan ini Emi sedang banyak
tugas. Tanpa pikir panjang Aca kemudian pergi menuju kamar Emi. Saat itu Emi
sedang belajar di atas kasurnya
“Em bisa bicara sebentar ga?” Tanya Aca dengan takut takut.
“Ga bisa” jawab Emi tanpa menoleh ke pada Aca.
“Bentar aja Em” sambung Aca.
“Dibilangin ga bisa juga. Ga liat apa orang lagi belajar.” Ucap Emi
dengan nada sarat akan kekesalan.
“Ya udah besok bisa ga di sekolah?” Tanya Aca dengan sabar.
“Hmm” jawab Emi tak acuh.
Aca kemudian kembali ke kamarnya dan memutuskan untuk tidur karena
ia sudah pasti tidak bisa berkonsentrasi saat belajar karena masalahnya dengan
Emi belum bisa dibicarakan. Namun hingga jam setengah dua belas malam Aca tak
kunjung terlelap. Ia masih memikirkan bagaimana cara menjelaskan hal tersebut
kepada Emi. Sebab Aca tahu bahwa Emi adalah anak yang keras kepala dan masih
bersifat kekanak-kanakan.
Keesokan harinya, setelah bel istirahat berbunyi Aca langsung
menuju IPS 1 untuk mencari Emi. Ternyata Emi sudah turun duluan menuju kamar
mandi. Aca lalu menuju kamar mandi untuk mencari Emi.
“Em” panggil aca dari koridor sebelah utara saat melihat Emi baru
saja keluar dari kamar mandi.
Namun Emi hanya melihat
sekilas lalu membuang muka, kemudian melanjutkan langkahnya ke koridor selatan
untuk menuju kantin. Melihat hal itu Aca pun mempercepat langkahnya untuk
mengikuti Emi ke kantin.
“Em tunggu dulu,” ucap Aca sambil mencekal tangan Emi.
“Apaan sih” ucap Emi sambil melepaskan cekalan tangannya dari Aca.
“Aku mau bicara sama kamu” ucap Aca.
“Yaudah sih nanti aja, laper tau, capek di kelas dengerin orang dicie-cien
mulu tiap hari.” Kata emi dengan nada kesal.
“Yaudah selesai belanja aku tunggu di bangku bawah pohon ya” Ucap
Aca.
Setelah belanja, Emi menuju ke bangku bawah pohon tempat Aca
menunggu dan duduk di hadapan aca.
“Mau ngomong apa? Buruan!. Laper nih.” Ucap emi dengan wajah
malas-malasan.
“Kamu marah sama aku? Tanya Aca.
“Pikir aja sendiri”
“Marah gara-gara yang sama Alfi itu?” Tanya Aca memastikan.
“Oooh udah tau ternyata. Seneng kan pasti” dengan nada sindiran
“Em”
“Ini yang disebut sahabat? Mana ada yang nusuk dari belakang” Sela
Emi
“Em sahabat aku cuma kamu, kamu yang tau aku itu kayak gimana.
Emang kamu pernah liat aku ngomong sama Alfi?”
“Siapa tau kan ngomongnya di belakang, nusuknya aja dari belakang.”
Lanjut Emi.
“Em kamu yang tau aku kayak gimana. Sekarang terserah kamu mau
percaya sama aku atau engga, tapi aku udah jelasin ke kamu dengan jujur. Aku
kangen kita yang dulu, yang ketawa bareng dan kemana-mana selalu bareng. Bukan
kayak sekarang yang kayak orang saling ga kenal satu sama lain.” Terang Aca
dengan nada putus asa
Emi hanya mengedikkan bahu kemudian pergi meninggalkan Aca. Aca
hanya mampu tertunduk dan menghela napas dengan dalam.
Beberapa hari berikutnya dilalu dua orang sahabat yang sedang berseteru
itu dengan perasaan sama-sama rindu. Aca rindu dengan Emi yang selalu curhat kepadana
tentang apapun, rindu Emi yang cerewet, rindu dengan Emi yang selalu
menceritakannya hal-hal lucu, rindu jalan berdua, rindu bercanda bersama Emi,
rindu curhat dengan Emi.
Emi pun rindu dengan Aca. Ketika melihat Aca jalan sendiri ke
kantin, ingin rasanya Emi memanggil Aca dan mengajaknya jalan berdua. Emi tau
bahwa Aca adalah anak introvert yang susah untuk terbuka dan dekat dengan orang
lain. Emi rindu Aca sebagai teman curhatnya, Emi rindu Aca yang selalu
mengajaknya belajar bersama dan mengajarnya saat kesulitan. Saat mengetahui
Alfi suka dengan Aca jelas emi merasa kesal, namun juga ia sebenarnya tidak tahu
kesal kepada siapa. Ia tahu bahwa Aca tidak mungkin menusuknya dari belakang, Aca
adalah sahabat yang baik. Hanya Aca sahabat emi satu-satunya. Hanya Aca yang
sabar menghadapi sifat kekanak-kanakan Emi. Emi pun ingin seperti dulu lagi
dengan Aca. Namun Emi terlalu gengsi untuk minta maaf dan menyapa Aca terlebih
dahulu.
Suatu sore ingin rasana Emi menyumpal mulut teman-teman Aca yang
membicarakan Aca di belakang saat Aca lah yang dipilih untuk memimpin tarian
yang ditampilkan kelas IPA 2 saat acara ulang tahun CIBS ke-13 tahun. Saat itu
Emi sedang lewat di koridor asrama dan mendengar teman-teman kelas Aca yakni
Dina and The Gang sedang membicarakan Aca.
“Kenapa sih yang memimpin apa-apa itu selalu Aca” Ucap Dina dengan
nada kesal
“Iya. Setiap ada tugas kelompok selalu aca yang menjadi ketuanya”
lanjut Yana.
“Besok untuk ketiga kalinya kelas kita ditunjuk sebagai opening
acara dengan tarian, dan dari acara yang pertama sampai yang besok selalu Aca
yang dijadikan center.” Tambah Yana
“Memang hanya Aca yang bisa, kan kita semua juga latihan sama-sma,
pastilah kita semua bisa bukan cuma aca.” Ucap dina sambil manyun.
“Mungkin kan karena Aca koreografernya makanya Aca yang ditunjuk
oleh pak Dani” ucap Ica.
“Tapi di gerakan yang terakhir gerakan Aca kaku dan ga terlalu
lancar karena Ica yang menjadi koreografernya, ya kan Ca?” ucap Reva
“Iya”
“Dan Pak Dani tetap menunjuk Aca sebagai centernya” lanjut Reva
“Mungkin Aca tidak enak untuk menolak permintaan Pak Dani” ungkap Ica
“Apasih susahnya tinggal bilang” tambah dina dengan wajah cemberut
dan kesal.
Saat itu ingin rasanya emi meneriaki mereka semua dan berkata bahwa
memang Aca yang cocok menjadi centernya karena gerakan badan Aca yang lentur.
Mereka hanya bisa bicara di belakang. Mereka tidak tahu bahwa Aca menghafal gerakan
tarian yang akan ditampilkan hingga tengah malam di kamar kosong yang ada di
asrama. Semua itu Aca lakukan karena ia merasa itu memang tanggung jawabnya.
Pak Dani meminta Aca untuk menjadi koreografernya karena Pak Dani tidak bisa
mengajari mereka semua. Pak Dani harus pergi ke luar kota. Emi tahu itu karena
sudah tiga malam Emi memergoki Aca latihan sendiri di kamar kosong hingga jam
setengah satu malam. Namun Emi tidak bicara apa-apa saat mendengar mereka
bicara seperti itu. Emi tetap melanjutkan langkahnya. Emi tertalu malas
mengurus orang-orang yang hanya berani bicara di belakang.
Pada hari penjengukan, Aca dijenguk oleh kedua orang tuanya. Aca
dan kedua orang tuanya duduk di berugak sebelah asrama yang disediakan untuk
para orang tua ketika menjenguk anaknya.
“Mah besok tanggal 23-26 Maret ada program study kolaboratif dari
sekolah
untuk semua kelas 11” ujar
Aca menginformasikan kepada mamanya.
“Perginya kemana aja?” Tanya mama Aca
“Kemarin Aca denger-denger sih kita mau pergi ke Malang, Jogja, dan
Surabaya”
“Emang kegiatannya apa aja?”
“Banyak sih. Jadi kita kan nanti pergi kunjungi sekolah-sekolah
yang maju gitu kan. Terus kita itu kayak wawancara gitu lah ke pihak
sekolahnya. Kayak gimana sih metode belajarnya di sekolah itu makanya sekolahnya
maju. Ya kayak gitu lah” jelas aca.
“Emang semuanya harus ikut kegiatan itu?
“Ga tau sih, tapi tahun lalu senior Aca banyak sih yang ga ikut.”
“Yaudah sih kalau memang boleh ga ikut mending Aca ga usah ikut
aja.”
“Kok gitu?” Tanya Aca.
“Ya dari pada nanti Aca kecapean terus penyakitnya kambuh,
kegiatannya pasti padat banget kan?” jelas mama Aca.
“Tapi Aca pengen ke Jogja, kita
kan belum pernah ke Jogja”
“Yaudah sih besok pas liburan kita ke Jogja sama-sama” lanjut mama
Aca.
“Tapi kan Aca pengen gitu sekali-sekali pergi sama teman-teman Aca,
pengen gitu jalan-jalan bareng. Dari dulu mamah ga pernah kasi izin Aca pergi
bareng temen-temen Aca” ungkap Aca.
“Ya kan ketemu temen-temennya udah setiap hari di sini. Di sekolah
ke temu, di asrama ketemu. Masa masih kurang?” Tanya mama Aca sambil bercanda.
“Ya kan beda mamah”
“Kalau memang boleh ga ikut, mending jangan ikut dek, nanti
kecapekan. Kalau memang pengen pergi ke Jogja, yaudah besok pas liburan kita
pergi bareng” terang ayah Aca yang sejak tadi hanya menyimak.
“hmm..” jawab Aca dengan lesu.
Aca sebenarnya tahu bahwa orang tuanya pasti tidak akan mengizinkannya.
Namun Aca hanya ingin mencoba siapa tahu orang tuanya akan mengizinkan. Sejak
dulu memang orang tua Aca jarang mengizinkan Aca untuk keluar-keluar tanpa
pengawasan dari mereka. Saat Aca meminta izin untuk melanjutkan sekolah di CIBS
pun orang tua Aca sangat berat untuk mengizinkan Aca. Berkali-kali orang tua
Aca memastikan kepada Aca apakah Aca yakin kalau ia ingin bersekolah di CIBS. Berkali-kali
pula Aca menyakinkan orang tuanya dan dibantu oleh kedua kakaknya bahwa Aca
benar-benar ingin bersekolah di CIBS. Aca menjelaskan kepada orang tuanynya
bahwa Aca ingin bersekolah CIBS agar ia bisa menjadi anak yang lebih mandiri
dan lebih dewasa. Dibalik itu, salah satu alasan Aca ingin bersekolah di CIBS
yakni ia ingin merasakan kebebasan, bebas pergi kemana-mana tanpa kekangan
orang tuanya. Aca merasa bahwa dirinya sudah dewasa. Ia tidak ingin
dikekang-kekang lagi.
Karena hanya aca yang tidak mengikuti kegiatan study kolaboratif, Aca
diizinkan pulang oleh pihak sekolah. Sebab jika ingin belajar, banyak juga guru
yang mengajar di kelas sebelas mengikuti kegiatan study kolaboratif.
Ketika semua siswa kelas 11 sudah kembali, banyak siswa kelas 11
yang membicarakan Aca. Sebab mereka tahu bahwa sekolah membolehkan Aca pulang
disaat mereka sedang study tour. Padahal perjanjian awalnya adalah bagi siswa
yang tidak mengituti study kolaboratif diharuskan tetap tinggal di asrama dan
mengikuti kegiatan belajar-mengajar seperti biasanya.
Hampir semua anak kelas 11 membicarakan Aca, termasuk teman
kelasnya. Tak jarang juga mereka sengaja menyindir Aca disaat Aca ada di
sekitar mereka. Saat Aca sedang mengerajakan tugas di bangkunya, tak sengaja Aca
mendengar teman-temanya sedang membicarakan dirinya. Teman-temanya memang tidak
menyebut nama Aca secara langsung, namun Aca tahu orang dimaksud teman-temannya
adalah dirinya.
“Enak ya bisa pulang disaat yang lain lagi sibuk dengan kegiatan
study kolaboratif” ucap Dina sarat akan nada sindiran.
“Enak ya bisa leha-leha di rumah disaat yang lain pada capek”
tambah Reva
“Enakya jadi murid kesayangan guru, mau ngapa-ngapain aja mah gampang” lanjut Dina
“Kalau mau pulang tinggal minta, langsung diizinin” tambahnya.
“Biasalah anak kesayangan mami, ga pernah diizinin kemana-mana”
“Eh giliran izin pulang, langsung diizinin”
“Lucu deh sekolahmu Din” ucap Reva.
“Kok lucu?” Tanya Dina sambil tersenyum meremehkan.
“Iya lucu. Kemarin bilangnya A, eh tiba-tiba bisa jadi B cuma
gara-gara yang minta ANAK KESAYANGAN GURU” jawab Reva dengan kalimat penekanan.
“Iya ih lucu, kok baru sadar ya ha ha ha” tambah Dina dengan tawa
yang sangat dipaksakan.
Mendengar hal itu Aca merasa sedih. Padahal Aca pulang bukan untuk
bersenag-senang. Aca pulang untuk menjalani pengobatan yang rutin dilakukan.
Teman-teman Aca hanya bisa berkomentar tanpa tau apa yang sebenarnya terjadi. Tidak
ada orang lain yang mengetahui perihal penyakit Aca kecuali dia sendiri dan keluarga besarnya.
Aca sebenarnya ingin menjelaskan kepada
teman-temannya alasan mengapa Aca pulang. Namun ia tidak ingin orang lain tau
masalah penyakitnya, cukup ia dan keluarganya saja yang mengetahui. Aca tidak
ingin dikasihani oleh orang lain karena penyakitnya.
Aca sebenarnya sudah tidak tahan dengan semua sindiran yang
dilakukan teman-temannyanya. Ingin rasanya berbagai mengenai masalahnya ke pada
orang lain, tapi Aca sudah tidak punya seseorang untuk dijadikan teman curhat. Sebenarnya
Aca ingin bercerita kepada orang tuanya, namun Aca takut nanti masalah ini akan
membenani orang tua Aca juga. Rasanya sudah cukup orang tua Aca merasa khawatir
terhadap Aca. Aca tidak ingin lagi menambah beban orang tuanya.
Semenjak kejadian tersebut Aca bertekat jika ada kegiatan lagi dari
sekolah Aca akan berusaha mengikutinya. Kebetulan satu minggu setelah kegiatan
study kolaboratif ke luar Lombok, CIBS akan mengadakan kegiatan study social
dan sains ke Bank Indonesia, Museum Daerah Nusa Tenggara Barat, PLTU Jeranjang,
dan Pantai Kuta.
Mengenai study social dan sains, Aca tidak memberi tahu orang
tuanya. Aca tidak izin kepada ayah dan mamanya, karena jika izin maka ayah dan
mamanya sudah pasti tidak akan mengizinkan Aca dengan alasan nanti Aca akan
kelelahan. Padahal Aca yakin dirinya pasti tidak akan kelelahan, dia pasti akan
baik-baik saja. Namun apa daya, semua tidak sesuai harapan. Esok hari setelah
study social dan sains Aca mengalamai demam tinggi, semua tubuhnya terasa sakit
dan pegal seakan-akan ditimpa dengan sesuatu yang berat. Hingga sore hari demam
Aca tak kunjung turun. Bahkan, ketika azan magrib Aca tak sadarkan diri
sehingga pihak sekolah menghubungi orang tua Aca perihal keadaan Aca.
Betapa kagetnya orang tua Aca ketika mendapat kabar dari sekolah
mengenai kondisi Aca. Setelah sholat magrib orang tua beserta kedua kakak Aca
langsung bergegas menuju sekolah. Selama di perjalanan mama Aca terus saja
menangis sambil menyebut-nyebut nama Aca.
Orang tua Aca tiba di CIBS bertepan dengan mobil ambulan yang sudah
dihubungi oleh pihak sekolah. Melihat Aca yang dibawa ke dalam mobil ambulan,
orang tua Aca langsung pindah menuju mobil ambulan untuk menemani Aca,
sedangkan kedua kakak Aca mengikuti dari belakang dengan mobil keluarga mereka.
Setibanya di rumah sakit, Aca langsung dibawa menuju ruang Unit
Gawat Darurat (UGD). Selama menungu proses pemeriksaan, pihak sekolah
menjelaskan kronologis Aca jatuh sakit. Setelah mendengar kronologis tersebut,
mama Aca langsung berteriak histeris hingga pingsan. Ayah Aca langsung
menjelaskan kepada pihak sekolah bahwa Aca mengidap kanker yang mengharuskan
Aca tidak boleh kelelahan. Sontak pihak sekolah pun terkejut dengan fakta
tersebut. Pasalnya selama ini Aca terlihat baik-baik saja. Aca tidak tampak
lemas ataupun sakit.
Setelah tiga hari tak sadarkan diri, dokter yang menangani Aca
menginformasikan kepada keluarga Aca bahwa kanker yang ada pada tubuh Aca sudah
menyebar ke seluruh tubuh Aca dan sudah mencapai stadium akhir. Sudah tidak ada
lagi harapan. Keluarga hanya tinggal berdoa dan menunggu sampai kapan waktu
yang diberikan Allah. Setelah mendengar kabar tersebut tubuh mama Aca terasa
lemas seperti tak bertulang. Mama Aca merasa seluruh dunianya seakan-akan
hancur. Ia sudah tak sanggup lagi.
Tanggal 07 April 2019 pukul 07:08 dokter memanggil seluruh keluarga
Aca dan dan menginformasikan bahwa kondisi Aca semakin kritis. Langsung saja
ayah Aca menghubungi semua keluarganya mengenai berita tersebut. Setelah semua
keluarga Aca berkumpul, mereka langsung menuju ruang rawat Aca. Selama dokter
menangani Aca, tak henti-hentinya keluarga Aca melantunkan surat Ya-Siin.
Setelah satu jam berusaha, dokter menginformasikan bahwa nyawa Aca sudah tidak
dapat ditolong. Dokter sudah berusaha semaksimal mungkin namun Allah
berkehendak lain. Pukul 09:10 Aca dinyatakan tutup usia pada umur 17 tahun. Orang tua Aca merasa sangat
terpukul, bahkan mama Aca sempat beberapa kali pingsan. Seluruh keluarga Aca
merasa kehilangan.
Dua hari setelah pemakaman Aca, mama Aca pergi ke asrama untuk
membereskan sema barang-barang Aca untuk dibawa pulang. Saat tiba di asrama,
banyak guru-guru yang menyampaikan bela sungkawa dan permintaan maaf karena
tidak bisa menghadiri pemakaman Aca.
Saat membereskan semua barang-barang Aca, mama Aca dibantu oleh
Emi. Emi salah satu orang yang paling merasa kehilangan setelah mengetahui
kabar meninggalnya Aca. Saat sedang membereskan buku-buku Aca, Emi menemukan
lembaran yang bagian depannya bertuliskan “Untuk Emi, sahabatku”. Emi langsung
membaca lembaran tersebut bersama mama Aca.
Dear Emi, sahabatku
Terimakasih karena sudah mau menjadi sahabatku. Terima kasih karena
sudah mau menjadi teman curhatku. Terimakasih untuk semua lawakan-lawakan yang
kamu berikan untukku, untuk menghiburku, untuk menghilangkan rasa stresku.
Terimakasih karena telah mewarnai duniaku yang suram. Terimakasih karena pernah
menghadirkan pelangi di hidupku yang selalu mendung. Terimakasih karena telah
membawa warna baru di hidupku. Maaf karena selama ini aku belum bisa menjadi
sahabat yang baik untukmu. Maaf karena pernah membuatmu sedih. Maaf, mungkin
aku sering menyusahkanmu. Aku minta maaf untuk semua kesalahan yang pernah aku
lakukan, yang membuatmu kecewa atau marah. Maaf jika aku membuatmu salah faham.
Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Alfi, dan tak ada sedikitpun keinginanku
untuk menghalangi hubunganmu dengannya. Aku cuma mau bilang kalau aku rindu
dengan kamu. Aku rindu dengan semua cerita lucu-lucumu. Aku rindu jalan berdua
denganmu. Aku rindu saat kita bercanda dan tertawa bersama. Aku rindu semua
tentang kita. Aku ingin kita bisa kembali lagi seperti dulu, tidak seperti
sekarang, seperti orang yang tak saling kenal. Maaf karena tidak bisa
mempertahankan persahabatn kita. Maaf karena aku belum bisa menjadi sahabat
yang baik untukmu. Maaf.
Rabu, 13 Februari 2019
Tertanda,
Aca,
sahabat yang mengecewakanmu.