Jihan itulah namanya, dia adalah anak ke dua
dari tiga bersaudara. Dia anak dari keluarga sederhana yang
diciptakan oleh Allah swt dengan banyak kelebihan. Jihan sekarang
duduk di kelas XI. Jihan adalah salah satu siswa istimewa
disekolahnya karena telah menyumbangkan banyak piala dan mewujudkan visi misi
sekolahnya. Jihan selalu mengikuti lomba-lomba bergengsi sampai tingkat
nasional dan selalu membuahkan hasil yang memuaskan. Selain itu Jihan
juga selalu mendapatkan rangking di kelas dan juara umum setiap tahunnya.
Jihan bercita-cita ingin mendapatkan beasiswa
sekolah di luar negeri agar dapat mengurangi beban orang tuanya. Dia berpikir
dengan mendapatkan beasiswa, orang tuanya tidak lagi berhutang kesana kemari ditetangga
untuk biaya sekolahnya. Dia sangat menghormati dan mentaati
perintah orang tuanya. Selama hidupnya dia tidak pernah melawan dan menyakiti
hati orang tuanya. Karena itulah, orang tuanya sangat sayang kepadanya dan tidak masalah dengan apa-apa yang ia inginkan.
Setiap hari dia selalu dimanjakan, dari bangun tidur sampai tidur
lagi. Sebelum berangkat sekolah Jihan sudah di suguhkan dengan berbagai
makanan di meja makan, disiapkan segala perlengkapan sekolah tanpa terlupa satu
pun. Dia merasa seperti putri dirumah itu.
“ Nakkk… bangun sholat tahajud dulu “ Suara itu membuat Jihan kaget lalu membuka mata,
ternyata ada ibunya duduk disampingnya sambil mengelus-ngelus kepala membangunkannya untuk sholat
sepertiga malam.
“ Hmmm… nanti dulu Bu, Jihan masih ngantuk “ gumam Jihan
“ Ayo anak ibu tidak boleh malas nanti keburu subuh lo “ balas
Ibunya sambil menggoyang-goyangkan tangan Jihan.
“ Tunggu lima menit lagi, Bu” ucap Jihan sambil membuka matanya
lebar-lebar.
“ Udah lupa ya… kata ustadz di pengajian saat itu, kalau ada
orang bangun untuk beribadah di sepertiga malam maka akan dibangunkan rumah di
surga. Apa anak Ibu tidak mau di bangunkan rumah di surga?“ ucap ibunya mengingatkan Jihan.
“ Iya, Bu” Jawab Jihan sambil pergi ke kamar mandi
untuk mengambil air wudhu lalu mendirikan sholat sepertiga malam.
Itulah yang dilakukan ibunya setiap hari, membangunkan Jihan sampai
benar-benar bangun dan mau menunaikan sholat yang di sunahkan oleh Allah.
Meskipun begitu dia tidak pernah mengeluh didepan anak-anaknya, ia melakukan
itu tulus agar anak-anaknya menjadi anak yang sholehah. Orang tuanya tidak
pernah toleransi kalau dalam masalah ibadah, mereka sangat tegas kalau
anak-anaknya belum menunaikan kewajibannya kepada Allah, apapun itu alasannya
mereka tidak akan pernah setuju dan tidak mau mendengarkannya. Karena mereka
selalu bilang bahwa “ kalian boleh tidak mentaati perintah kami, tapi kalian
harus mentaati perintah Allah. Karena Dia-lah satu-satu-Nya tempat kalian
meminta pertolongan dan ampunan kelak di akhirat “Itulah prinsip yang dipegang
oleh orang tuanya.
Setelah selesai sholat tahajjud, sambil menunggu sholat shubuh
Jihan membaca Al-Quran sambil melanjutkan hafalannya yang sudah berjalan 15 juz sejak dia
duduk di kelas 6 SD. Kemudian, setelah sholat shubuh Jihan mandi dan
bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Setelah beberapa lama di depan cermin
sambil menghayal, terdengar suara yang membuka pintu kamarnya.
“ Ceklekkk…” Jihan langsung menghadap ke arah pintu kamarnya,ternyata
itu adiknya.
“ Kakak sudah cantik kok, lamanya berhias di depan cermin“
ejek sang adik
“Apa-apaan sih, kakak hanya kacaan doang juga” balas Jihan sambil
membereskan barang-barangnya
“Ayo, cepat keluar Ayah sama Ibu sudah menunggu di meja makan” ucap
sang Adik
“Oke oke… kamu duluan saja, kakak mau beresin barang-barang ini
dulu baru nyusul kesana” balas Jihan
“Jangan lama-lama ya” jawab sang adik sambil pergi meninggalkan
kamar Jihan.
Tak berapa lama Jihan datang
ke ruang makan sambil membawa tasnya.
“Ayo cepat sarapan nanti kamu telat lagi ke sekolahnya” ucap ayahnya.
Kemudian Jihan
duduk disamping adiknya, ia hanya mengambil roti yang berselai coklat sebagai
pengisi perutnya karena ia tidak bisa sarapan dengan makan yang berat. Lalu ia
meminum segelas susu dan langsung pamit di kedua orang tuanya.
Sudah berapa lama Jihan dijalan raya yang ramai penuh dengan bau
asap kendaraan bermotor untuk menunggu angkutan umum yang tidak ada lewat
satupun. Namun ia tetap sabar berdiri menunggu ditengah terik matahari yang
sudah menyengat kulit itu. Akhirnya setelah beberapa lama angkutan umum yang
menuju sekolah Jihan berhenti tepat didepannya. Tanpa menunggu lama-lama ia
langsung naik kedalam angkot yang sudah dipenuhi oleh beberapa penumpang.
Setelah sampai disekolah ternyata gerbang sudah ditutup, lalu ia
memohon-mohon ke security supaya di izinkan masuk. Dengan berbagai alasan
akhirnya ia di izinkan masuk namun dengan syarat harus berjemur dibawah tiang
bendera sampai keluar bermain.
Saat menuju ke lapangan untuk menjalankan hukuman, Jihan melihat
anak–anak cewek bergerombolan di tengah lapangan. Didalam hatinya ia berpikir
“mungkin sedang ada tawuran”, namun ternyata ketika Jihan mendekati gerombolan
itu dia melihat ada seorang laki-laki yang sedang menjalani hukuman juga dan tak di
sangka-sangka ternyata itu adalah Fadlan kakak kelasnya yang tampan, cool dan pintar.Ia
salah satu cowok idaman yang banyak di sukai oleh cewek-cewek cantik famous di
sekolahnya.
Ketika Jihan ingin mendekati Fadlan, tiba-tiba suara teriakan yang
tegas terdengar dari belakangnya.
“Hei apa yang kalian lakukan, ini sudah jam pelajaran, kenapa
kalian masih bergerombolan disana kaya mau demo saja? “ternyata itu pak Hartono,
guru terseram di sekolahnya.
“Kami lagi ngelihatin cowok ganteng, pak” cetus salah satu
dari mereka.
“Ooo… kalian tidak mau pergi ya atau kalian mau di hukum juga sama
seperti Fadlan dan Jihan “ ucap pak Hartono lembut.
“Tidak mau Pakkk…” jawab mereka serentak sambil lari meninggalkan
lapangan.
Akhirnya, semua gubar dari lapangan dan menyisakan
Jihan dan Fadlan yang akan menjalani hukumannya. Tidak ada sedikit pun
percakapan yang terjadi diantara mereka berdua. Mereka sama-sama diam menikmati
hukuman.
“Kenapa kakak bisa telat, tidak seperti biasanya?“ tanya Jihan
tiba-tiba. Namun tidak ada respon
sedikit pun dari Fadlan, dia hanya diam dengan tatapan kosong.
“ kenapa diam saja?” tanya Jihan sekali lagi.
“Itu bukan urusanmu” ucap Fadlan tegas sambil pergi meninggalkan
Jihan sendirian di lapangan.
Saat pulang sekolah Jihan lagi-lagi harus menunggu angkutan umum.
Namun tidak ingin pulang terlambat hanya untuk menunggu angkutan umum, akhirnya
dia terpaksa jalan kaki. Dia berpikir “mungkin saja nanti di tengah perjalanan
ada angkot yang lewat”.
Ketika di tengah perjalanan dia dikejutkan
oleh suara orang yang tak dia kenal. Sepertinya orang itu adalah preman jalanan. Orang itu
semakin mendekati Jihan sambil menggoda, Jihan merasa takut, badannya kaku dan
pucat. Jihan melarikan diri dari orang itu namun
tasnya sudah duluan di tarik yang membuat jihan tidak bisa berkutik apa-apa.
Namun, tiba-tiba orang itu merasa kesakitan di bagian lehernya. Ia
melepaskan tas Jihan dan langsung terjatuh di atas aspal. Ternyata dilehernya
sudah di penuhi darah.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya seseorang dari belakang preman itu.
“Kak Fadlan, jangan bilang kakak yang melakukan ini semua?” ucap
Jihan sambil terkejut dengan keberadaan laki-laki itu.
“Dia itu preman jalanan yang tidak tau diri, jadi dia
pantas mendapatkan ini semua” jawab Fadlan santai.
“Tapi tidak gini juga caranya kak” ucap Jihan merasa kasihan.
“Ya sudah, kamu mau ikut saya pulang atau mau ngebantu preman yang sudah
menggoda kamu” Tanya Fadlan lirih, sambil naik ke atas motornya.
“Iya sudah, saya mau ikut “ ucap Jihan sambil ikut menaiki motor Fadlan.
Di atas motor tidak ada percakapan diantara mereka, sama seperti
saat di tengah lapangan. Mereka hanya diam, Fadlan fokus mengendarai motor dan
Jihan sedang memikirkan sesuatu yang kelihatannya penting.
“Tidak ada rasa terima kasih sedikit pun nih, sudah dibantu” sindir
Fadlan tiba-tiba
“Ooo…ya, terima kasih kak sudah menolong Jihan, dan mengantar Jihan pulang” ucap Jihan gugup. Tak terasa ternyata
tiba-tiba saja sudah sampai di depan rumah Jihan.
“ Tidak mau turun nih” ucap Fadlan.
Jihan kaget dan terbengong!!!
“ Tapi dari mana kakak tau rumah saya, Jihan kan belum kasih tau
dimana alamatnya “ ucap Jihan penasaran sambil turun dari motor. Namun tidak
ada jawaban dari Fadlan, dia malah pergi tanpa pamit.
Didalam kamar Jihan gelisah tak karuan. Dia memikirkan kakak
kelasnya yang begitu aneh.
“ Apa yang terjadi dengan diriku, kenapa aku memikirkan orang yang
seperti itu?” Tanya Jihan pada dirinya sendiri. Namun tiba-tiba dia disadarkan dari
lamunannya oleh teriakan ibunya dari dapur.
“ Jihan udah sholat Dzuhur” Tanya ibunya.
“ Iya sudah,Bu” jawab Jihan.
“ Kalau begitu minta tolong belikan ibu penyedap rasa di warung
depan” ucap ibunya.
“ Iya Bu, tunggu bentar Jihan mau ganti baju dulu “ jawab Jihan.
Di warung banyak ibu-ibu yang sedang berbincang-bincang,
menceritakan apa mau mereka masak hari ini, bagaimana kesaharian mereka yang mengurus
keluarga sambil bekerja.
Ketika Jihan datang mendekati warung itu, ibu-ibu itu saling
bertanya satu sama lain. “Siapa itu, tumben kelihatan”. Pertanyaan itu memang
wajar ditanyakan karena Jihan jarang keluar rumah, waktunya hanya dihabiskan
dirumah, sekolah dan les.
Dan salah satu dari mereka menjawab
“ Itu loh anak angkatnya pak
Rizal dan Bu Endang tetangga yang di
sebelah rumah saya itu”. Ternyata ibu yang menjawab itu adalah tentangganya
Jihan.
Jihan merasa tercengang dan kaget mendengar perkataan ibu itu. Saat
perjalanan pulang Jihan terus terbayang oleh kata-kata itu, air mata mengalir
membasahi pipinya. Jihan tidak bisa menerima semua ini, tiba-tiba badannya
lemas tak berdaya. Jihan jatuh pingsan di gang perumahan menuju rumahnya.
Saat membuka mata Jihan kaget karena dia tidak mengenal tempat itu.
Jihan melupakan apa telah terjadi padanya, hanya bayangan kata-kata itu saja
yang melintas di kepalanya. Dia lagi-lagi menangis tak menerima semua itu. Tiba-tiba
saja ada seorang perempuan yang membuka pintu kamar tempat Jihan istirahat, dia
merasa kaget.
“ Alhamdulillah kamu sudah sadar “ ucap orang itu
“ Siapa kamu “ Tanya jihan ketakutan.
“ Kenalin aku Arni, aku yang menolong kamu saat pingsan di jalan
tadi“ ucap orang itu.
“ Terima kasih sudah menolong saya “ ucap Jihan.
Kemudian, Jihan izin pulang kepada Arni karena dia sudah merasa
lebih baikan, Jihan takut ibunya khawatir karena dia tidak pulang-pulang.
Setelah sampai rumah, Jihan mencari ibunya untuk menanyakan
peristiwa yang terjadi di warung tadi, tapi tidak ia temukan diruang manapun.
Namun Jihan ingat kalau ibunya bilang hari ini mereka akan menjemput kak Zila
di bandara, kakak satu-satunya Jihan. Sudah dua tahun kak Zila tidak pernah
menginjakkan kakinya di tanah kelahirannya. Karena dia menyelesaiakan S-2 di
Negeri kanguru, Australia dan sekarang dia sudah memegang predikat
magisternya. Karena itulah dia balik ke Indonesia.
Jihan merasakan kepalanya kembali pusing, lalu ia buru-buru pergi
ke kamar untuk mengistirahatkan badannya, supaya bisa terlihat lebih sehat
besok di depan kakaknya.
Seperti biasanya, Jihan selalu di bangunkan untuk sholat sepertiga
malam. Itu sudah menjadi kebiasaan di keluarga Jihan. Namun berbeda dengan
biasanya kali ini bukan suara ibunya yang dia dengar membangunkannya, melainkan
suara yang sudah ia kangen sejak dua tahun terakhir ini. Jihan langsung membuka
mata dan memeluk sang kakak.
“ Jihan kangen sama kakak” ucap jihan sambil memeluk kak Zila
keras-keras.
“ Kakak juga kangen sama Jihan, tapi lepas dulu dong pelukannya,
kakak jadinya capek napas” ucap kak Zila.
Di ruang keluarga terdengar suara perbincangan yang seru, Jihan keluar
kamar untuk ikut bergabung dengan anggota keluarganya yang lain. Tiba-tiba saja
Jihan teringat kata-kata ibu diwarung depan kemarin itu. Dia ingin menanyakan
itu kepada keluarganya, apakah itu benar atau hanya gosip dari ibu-ibu itu. Namun,
keinginannya itu dia urungkan karena ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan semua itu, lebih baik dia
mencari tahu sendiri kebenarannya dulu.
Setelah
bertahun-tahun sekolah akhirnya Jihan lulus dengan nilai terbaik di SMAnya dan
kabar bahagia yang lainnya adalah ia mendapatkan beasiswa kuliah di Jerman.
Jihan akan berangkat ke Jerman dua minggu lagi. Oleh karena itu, dia harus ikhlas
melepaskan keluarganya di Indonesia demi masa depannya. Tibalah waktunya dimana
Jihan pertama kalinya harus pergi tanpa orang tuanya. Di perjalanan menuju
bandara Jihan terus menumpahkan air matanya, ia berterima kasih kepada orang
tuanya yang telah membimbingnya hingga bisa seperti ini.
Setelah sampai di
Jerman Jihan memilih untuk jalan-jalan melihat pemandangan yang ada dikota itu.
Jihan merasa terpesona dengan suasana yang damai, sepi, dan sejuk. Beda halnya
dengan di Indonesia, khususnya Jakarta tempat Jihan tinggal, yang setiap hari selalu ada kemacetan yang sangat
panjang dan polusi yang sudah menyebar dimana-mana. Setelah puas mengelilingi
kota yang ada di jerman, Jihan memutuskan pulang ke apartemen yang sudah di
sewa selama tinggal di Jerman.
Di Jerman Jihan
menjalankan hari-harinya sama seperti saat di Indonesia. Jihan tidak pernah
melupakan pesan yang disampaikan oleh orang tuanya. Dia tidak pernah lupa dan telat
melaksanakan sholat lima waktu dan sholat sepertiga malam.
Setelah beberapa tahun menjalankan kuliah yang penuh dengan suka
duka. Akhirnya Jihan sekarang berada di ujung kesuksesan. Dia sekarang sedang
menyusun skripsi, yaitu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana. Hari-harinya ia
sibukkan untuk menyelesaikan skripsi, sampai-sampai dia lupa dengan jadwal
menghubungi keluarganya yang ada di Indonesia. Karena setiap hari dia harus
bolak-balik kampus untuk menemui dosen pembimbingnya supaya skripsinya cepat terselesaikan.
Suatu hari ketika Jihan menunggu dosennya, tiba-tiba saja ada
seorang laki-laki yang menghampirinya. Laki-laki itu gagah dan tegap tanpa rasa
kaku dia mengajak Jihan ngomong.
“ Kamu Jihan” Tanya laki-laki itu sambil menatap wajah jihan.
Jihan merasa bingung, kenapa orang itu bisa tahu namanya.
“ Ya saya Jihan, Anda dari Indonesia? Tanya Jihan
“ Apakah kamu masih ingat dengan orang yang membantumu saat di goda
oleh preman jalanan itu” Tanya orang itu.
“Ooo, Kak Fadlan,
apa saya salah lihat” ucap Jihan
“ Kamu tidak salah
lihat, memang benar saya Fadlan ” ucap
Fadlan.
“ Kenapa kakak
bisa ada di sini” Tanya Jihan
“ Saya ambil S-2 nya
di sini” ucap Jihan
Itu adalah
pertemuan kedua mereka setelah kejadian di jalan raya. Dari pertemuan kedua
inilah mereka menjalin persahabatan, mereka saling tukar kabar dan sebagainya.
Mereka tidak lagi canggung satu sama lain, malah sebaliknya sekarang mereka
merasa seperti adik kakak.
Tibalah waktu yang
sangat Jihan tunggu-tunggu yaitu hari wisuda. Karena kedua orang tuanya datang
di acara bahagia itu. Saat pembacaan nilai terbaik semua mahasiswa merasa
tegang. Suasana begitu sunyi hanya suara mc yang terdengar.
“ Deg deg deggg….”
Jihan berharap
bisa mendapatkan nilai terbaik (coumloud), meskipun itu hanya urutan ke 10
karena tidak mungkin dia akan mendapatkan nilai yang sempurna. Jihan sudah
pasrah karena dari urutan sepuluh sampai sembilan tidak ada satupun namanya
disebut. Tiba-tiba saja saat mc membacakan nilai yang sempurna atau IP-4 Jihan
terkejut karena namanyalah yang disebut “ Sekali lagi yang mendapatkan IP-4
atas nama Jihan Juliani Putri dari Indonesia ” ucap mc mengulangi.
Jihan langsung menangis memeluk orang tuanya karena dia masih tidak
percaya dengan apa yang terjadi.
Setelah acara
selesai, Jihan mengajak orang tuanya jalan-jalan melihat pemandangan yang tidak
pernah mereka lihat di Indonesia. Setelah puas di Jerman akhirnya Jihan dan
kedua orang tuanya memutuskan untuk balik ke Indonesia. Jihan ingin mencari
pekerjaan di Indonesia supaya selalu dekat dengan keluarganya.
Setibanya di
Indonesia Jihan langsung menghubungi Fadlan, sahabatnya kalau dia sudah sampai
di Indonesia dengan selamat. Orang tuanya curiga ada hubungan apa dia dengan
Fadlan. Namun Jihan selalu bilang kalau Fadlan itu adalah kakak kelasnya saat
SMA dan sekarang menjadi sahabatnya, dia yang pernah menolongnya saat di goda
oleh preman.
Satu bulan setelah
pulang dari Jerman, Jihan mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan terkenal
di Jakarta, dia ditempatkan sebagai sekretaris. Jihan begitu beruntung hidup di
dunia ini karena diberikan perjalanan yang lurus tanpa lika-liku.
Suatu hari ketika
Jihan mengambil jilbab di kamar orang tuanya dia melihat suatu barang yang
membuatnya penasaran. Kemudian tanpa seizin orang tuanya Jihan mengambil barang
itu, ternyata itu adalah surat adopsi anak dan yang mengejutkannya diatas
kertas itu tertera namanya Jihan. Dia langsung lemas dan tak berdaya. Dia menangis
tersedu-sedu, lalu ibunya menghampirinya karena mendengar suara tangisan Jihan.
“Jihan apa yang terjadi denganmu, kenapa kamu menangis, siapa yang
sudah menyakitimu?” Tanya ibunya.
Namun Jihan tidak merespon sedikit pun ia buru-buru menyembunyikan
surat itu dan menghapus air matanya. Lalu pergi meninggalkan ibunya sendirian
di kamar itu.
Tidak lama Jihan kemudian ke luar rumah tanpa izin, dia tidak tahu
mau kemana. Namun saat ini dia ingin sendirian untuk menenangkan dirinya.
Setelah beberapa menit berjalan akhirnya Jihan sampai di tujuannya yaitu pantai
asuhan yang tertera di surat itu. Dia ingin memastikan apakah surat itu benar
atau palsu. Setelah mendengar cerita dari pengurus pantai asuhan itu, Jihan
langsung menangis histeris. Dia mengingat kejadian saat berada di warung depan
rumahnya itu. Ternyata semua yang di katakan ibu benar dan yang membuatnya
semakin merasa hancur ternyata yang membunuh orang tua kandungnya adalah orang
tua angkatnya sendiri yang selama ini membesarkannya dari kecil sampai sebesar
ini.
Setelah dua hari pergi dari rumah, akhirnya Jihan pulang juga. Namun
tujuan Jihan pulang bukan untuk tinggal dirumah itu tetapi untuk mengambil
barang-barangnya dan pergi dari kehidupan orang yang telah membunuh orang
tuanya.
“ Akhirnya kamu pulang juga Nak ibu sudah mencari kamu kemana-mana
“ ucap ibunya sambil menghelus kepala Jihan.
Semua yang di lakukan ibunya itu sia-sia, Jihan malah pergi ke
kamar untuk membereskan barang-barangnya.
Setelah beberapa
menit membereskan barangnya, Jihan langsung keluar dengan membawa sebuah koper
yang berisi pakaiannya.
“ Kakak mau kemana “ Tanya adiknya.
Namun tidak dijawab, Jihan terus berjalan keluar rumah
“ Jihan kamu mau kemana Nak, jangan tinggalkan ibu “ teriak ibunya
dari arah dapur.
“ Jangan panggil aku anakmu lagi karena kamu bukan ibuku “ teriak
Jihan sambil menangis histeris.
Semua keluar dari kamar dan kaget mendengar kata-kata yang di
ucapkan Jihan. Karena selama ini Jihan tidak pernah berkata kasar apa lagi
sampai menyakiti hati orang tuanya seperti itu.
“ Apa maksudmu Jihan “ ucap kakaknya.
“ Jangan pura-pura tidak tahu, kalian menyembunyikan semua ini dariku.
Kamu dan kamu yang sudah membunuh orang tuaku “ kata Jihan sambil menunjuk Ayah
dan Ibunya
“ Ibu bisa jelaskan Nak apa yang sebenarnya terjadi waktu itu “
kata ibunya sudah menangis tersendu-sendu.
“ Tidak ada lagi yang perlu di jelaskan “ ucap Jihan dan pergi
meninggalkan rumahnya.
“ Jihan… Jihan jangan pergi nak ” ucap ibunya.
“ Kejar Jihan Ayah! “ perintah ibunya.
Namun semuanya diam, karena sudah tidak bisa berkutik apa-apa lagi.
Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan karena Jihan sudah benar-benar
marah.
“ Biarkan Jihan sendiri Bu, mungkin dia butuh waktu untuk
menenangkan dirinya untuk menerima semua yang telah terjadi “ ucap ayahnya
sambil mengelus kepala ibunya
“ Ini semua salahku coba saat itu aku mendengar kata Ayah pasti
semua ini tidak akan terjadi “ ucap ibunya menyalahkan diri.
“ Semua ini bukan salah Ibu tapi salah kita semua, dan sudah
sepantasnya Jihan harus tahu semua ini, apa pun resikonya.” Ucap kakak
menenangkan Ibu
“ Tapi Ibu takut terjadi apa-apa dengan Jihan di luar sana “ ucap
ibu sudah lebih tenang.
“ Kak Jihan pasti bisa menjaga diri, dia kan anak yang pintar yang
tahu batasan-batasan dalam Islam” kata adiknya sok tahu.
Rumah itu menjadi
begitu sepi sejak kepergian Jihan, tidak ada lagi candaan yang membuat semua ketawa
terbahak-bahak. Jihan sekarang tinggal di sebuah kos-kosan yang tidak jauh dari
tempatnya bekerja. Dari kejadian itu Jihan tidak mau lagi bertemu dengan keluarga
angkatnya yang telah membunuh orang tua kandungnya.
Jihan sudah
menceritakan semua ini kepada Fadlan dan meminta solusi. Kemudian Fadlan
memberikannya solusi kalau dia harus bisa memaafkan keluarga angkatnya itu
karena pasti ada alasan kenapa semua itu bisa terjadi. Namun Jihan tidak bisa
melakukannya karena dia masih menggunakan egonya untuk berpikir dan masih butuh
waktu untuk memaafkan orang tua angkatnya.
Suatu hari Jihan
izin untuk tidak masuk kerja, karena dia mau pergi ke rumah sakit untuk chek
up. Di rumah sakit dia menunggu antrian
sampai berjam-jam. Saat menunggu namanya di panggil ada seorang anak seperti
masih SMP memanggil namanya. Lalu Jihan menoleh ternyata itu adiknya. Dia ingin
menghindar namun niatnya itu diurung. Karena dia merasa adiknya tidak bersalah,
dia tidak tahu apa-apa dengan masalah yang terjadi.
“ Kak lagi ngapain disini?” Tanya adiknya.
“ Tidak ada, saya hanya cek kesehatan saja” jawab Jihan datar.
“Ayah sama Ibu minta maaf kak dengan apa yang telah terjadi” kata
adiknya.
Namun Jihan hanya diam saja tak menjawab
“ Sekarang ibu lagi dirawat
di ruang ICU kak, dia lagi kritis sejak dua hari lalu” ucap adiknya sambil
meneteskan air mata.
Jihan pun menangis dan memeluk adiknya.
“ Tujukkan kakak dimana ruangannya sekarang” kata Jihan.
Lalu mereka pergi
dengan wajah memerah. Jihan merasa sangat bersalah karena dialah penyebab ibunya
jatuh sakit. Setahunya ibunya tidak pernah jatuh sakit sampai dibawa ke rumah
sakit. Setibanya di ruang ICU Jihan langsung masuk tanpa seizing dari perawat.
“Dek, apa yang kamu lakukan. Selain keluarga pasien tidak boleh masuk”
ucap perawat itu.
“ Dia anak dari pasien itu, Sus” ucap kakaknya dari belakang Jihan.
Jihan langsung memeluk ibunya yang telah dipenuhi oleh peralatan
medis.
“Maafin Jihan bu, semua ini gara-gara Jihan. Andaikan Jihan mau
mendengar penjelas ibu, pasti ini tidak akan terjadi“ kata Jihan sambil
menangis tersendu sendu.
Tiba-tiba saja jari-jari ibunya bergerak, memengang kepala Jihan.
“ Ibu Ibu …ibu mendengar suara Jihan “ ucap Jihan bahagia
Dia langsung memanggil dokter. Kata dokter ibunya sudah melewati masa
kritis, dan bisa dipindahkan ke ruangan biasa.
“ Alhamdulillah Ya Allah Engkau telah mengabulkan semua doa-doaku”
ucap Jihan sambil menengadahkan tangan.
Ibunya sekarang sudah bisa ngomong seperti biasanya. Dia tidak lagi
menggunakan alat medis yang sangat mengerikan itu tetapi hanya selang infus
yang masih bertahan ditangannya untuk menambah tenaga.
Ditengah-tengah perbincangan ibunya mengatakan hal yang penting
kepada Jihan.
“ Nak, kamu sudah memaafkan Ibu” Tanya ibunya sambil memegang
tangan Jihan.
“ Anak mana sih yang tidak mau memaafkan ibunya, Allah saja bisa
memaafkan hambanya masa Jihan tidak bisa” Ucap Jihan.
“ Maafkan Jihan juga ya Bu. Terima kasih sudah mau menjaga Jihan
sampai sebesar ini, mau membiaya kehidupan Jihan, padahal Jihan itu bukan
siapa-siapanya Ibu” ucap Jihan sambil menangis memeluk Ibunya yang masih
berbaring diatas kasur.
“ Kamu juga anak Ibu yang
sangat ibu sayangi” kata ibunya.
Setelah beberapa
hari dirumah sakit, ibunya diperbolehkan pulang kerumah.
Jihan dan keluarga angkatnya
kembali menjalankan hidup seperti sedia kala yang penuh kebahagian.
Tanggal
15 Juli 2019, Jihan genap berumur 24 tahun. Untuk merayakan hari bahagia itu,
dia dan keluarganya mengadakan acara tasyakuran yang di hadiri oleh anak-anak
yatim, keluarga terdekatnya dan terutama Fadlan,sahabatnya.
Ditengah-tengah acara terjadi kejadian yang
tidak terduga, Fadlan tiba-tiba saja meminta izin ke Ayahnya Jihan untuk
mengkhitbah Jihan.
“Ayah, saya Fadlan Ahdiatma minta izin untuk
mengkhitbah Jihan Juliani Putri” ujar Fadlan sambil menghadap ayahnya Jihan.
Semua yang hadir di acara itu tercengang
kaget, khususnya Jihan. Dia tidak percaya kalau Fadlan akan mengatakan hal yang tidak pernah
terbayang dibenaknya itu. Karena dia sudah menganggap Fadlan sebagai kakak.
“ Nanda Fadlan, apa yang membuat kamu mau
mengkhitbah Jihan anak saya?” tanya ayah Jihan.
“ Karena Jihan berbeda dengan perempuan lain
yang pernah saya jumpai, dia itu perempuan sholehah yang mengerti banyak
tentang Islam” ucap Fadlan sambil menghadap ke arah Jihan.
“ Saya tidak bisa memutuskan ini, karena yang
akan menjalankan semuanya bukan saya tapi Jihan. Jadi saya serahkan ini semua
kepada Jihan dan saya akan menerima apapun keputusannya” jelas Ayah Jihan
panjang lebar.
“ Jihan bagaimana, apakah kamu menerima
khitbahku” tanya Fadlan singkat.
“ Insya Allah” Jawab Jihan sambil menganggu
malu.
“Alhamdulillah” ucap Fadlan dan semua tamu
yang hadir.
Jihan meneteskan air mata, karena tidak bisa
mengungkapkan semua itu dengan kata-kata. Sempurnalah kebahagian yang di dapat
oleh Jihan, tidak ada lagi rasa sedih yang terbesit di hatinya. Semua orang
yang berada didekat Jihan juga ikut merasakan kebahagian itu, terutama orang
tuanya karena mereka bisa melihat kembali Jihan yang sebenarnya, dengan senyum
yang tulus, wajah yang bercahaya dan tawa yang tidak lagi seperti paksaan.
Itulah perjalanan hidup yang dijalani Jihan sampai dia benar-benar menemukan
jati dirinya yang sebenarnya.