“Aku… berada dimana ?” Ucapku.
Bagaimana aku tidak kebingungan, ketika
aku membuka mataku aku terkejut melihat tempat di sekitarku. Aku tidak mengingat apa-apa saat itu, yang kuingat hanyalah
namaku. Disana aku melihat benda-benda hijau mengelilingiku, diatasku ada benda yang
bersinar serta menjulang tinggi. Cahayanya begitu terang dan panas, mataku tak
sanggup melihatnya.
“Benda apa ini? Cahayanya begitu
terang.” Ucapku.
Setelah itu, akupun berdiri, aku mencoba
untuk berjalan. Dalam perjalanan, aku melihat benda yang lain lagi. Benda yang
tinggi, menempel di tempatku berdiri, atasnya dipenuhi cabang, dan di cabangnya
dipenuhi oleh benda hijau yang berbeda dengan benda hijau yang kupijak sejak
tadi. Tapi, benda hijau itu, menghalangi cahaya terang dari benda yang di atas
itu.
“Bagaimana bisa cahaya yang seterang itu
tidak dapat menembus benda hijau yang diatas itu, padahal cahayanya begitu
terang menyilaukan mataku.” Begitu pikirku.
Aku pun beristirahat di bawah benda itu.
Entah mengapa, ketika aku berada di bawah benda itu, aku merasa sangat nyaman.
Karena telalu nyaman berada di bawah benda itu, aku pun tertidur.
Saat
tertidur, aku memimpikan tentang sebuah tempat, tempat yang sangat luas,
menurutku luasnya sama seperti tempatku sekarang ini. Di sana, aku melihat
makhluk-makhluk yang sama rupanya seperti diriku, mereka semua sangat beragam
rupa dan warna. Mereka di sana saling menyakiti, menyiksa, dan membunuh satu
sama lain. Selain itu, aku juga melihat makhluk itu sedang bersenang-senang
bersama makhluk yang lain, dan di lain sisi aku juga melihat makhluk itu
terlihat sangat kesusahan. Apa yang terjadi kepada mereka, hidup mereka sangat
berbeda, kenapa mereka tidak saling membantu satu sama lain, bukannya mereka
semua sama sepertiku ? Setelah itu, aku melihat makhluk itu bersama dengan
makhluk yang lain. Entah apa yang mereka lakukan, gerakan mereka sangat aneh,
mereka saling memasukkan bagian tubuh mereka ke makhluk yang lain dan setelah
itu, mereka memberikan benda tipis yang banyak ke makhluk yang mereka masuki
tadi.
Mimpiku semakin dalam, aku melihat benda
tempatku istirahat ini, dirusak oleh makhluk-makhluk sepertiku juga. Aku tidak
mengerti maksud mereka melakukan itu, setelah mereka merusak benda itu, mereka
malah membuat tempat yang mereka gunakan untuk istirahat bersama dengan
makhluk-makhluk yang lain. Setelahnya aku melihat makhluk lain, mereka seperti
tidak memiliki akal dan pikiran, bentuknya juga sangat berbeda dariku, ada yang
kakinya lebih banyak dariku, ada yang kulitnya lebih tebal dariku, ada yang
berleher panjang, hidung panjang dan lain sebagainya. Awalnya mereka hidup
dengan tenang, tetapi saat makhluk yang sepertiku itu datang, makhluk itu
membunuh mereka dan mengumpulkannya untuk dijadikan berbagai macam hal. Dan
ketika mereka telah berkurang, makhluk itu mengurung mereka di sebuah tempat
untuk dipertontonkan.
Semakin dalam mimpiku, semakin aneh yang
kulihat. Aku melihat tempat luas yang berisi, aku tidak tahu isi dari tempat
itu, yang kulihat benda itu bergerak-gerak. Makhluk-makhluk sepertiku
menjadikan tempat itu sebagai tempat untuk membersihkan tubuhnya dan
benda-benda yang dimilikinya, mereka seakan-akan ditelan oleh tempat itu. Dan
tak henti-hentinya aku dibuat heran oleh kelakuan makhluk-makhluk itu, mereka
membuang sesuatu yang menjijikkan ke tempat itu, dan mempersempit tempat itu.
Aku pun bangun dari mimpiku, entah apa
maksud dari mimpiku itu, aku tidak mengerti. Saatku membuka mata, aku melihat
sebuah benda, bentuknya hampir sama seperti tubuhku. Saat aku bermimpi tadi,
aku melihat benda itu dibuat oleh makhluk sepertiku. Mereka membuatnya dengan
tujuan untuk memudahkan pekerjaan mereka.
Aku mencoba untuk menyentuhnya dan
sesaat sebelum aku menyentuhnya, benda itu berdiri dan berbicara kepadaku.
“Halo manusia, hari yang cerah untuk
beristirahat di bawah pohon bukan ?”
Aku kebingungan dengan apa yang dia
katakan. Manusia ? Pohon ? apa itu ? aku pun menanyainya tentang perkataannya
dan tempat ini.
“Apa itu manusia ?” Tanyaku
“Manusia itu, adalah dirimu ini, makhluk
yang berakal, berperasaan, dan berkeinginan tinggi namun hanya mengikuti naluri
dan nafsu mereka layaknya seekor binatang.”
“Lalu, binatang itu apa ? Oh ya tadi
kamu mengatakan pohon, pohon itu apa ?”Tanyaku kembali.
“Binatang itu, adalah makhluk juga
sepertimu tapi mereka tidak berakal, mereka hanya melakukan apa yang mereka
ingin lakukan, ketika mereka ingin makan, ketika mereka memertahankan wilayah
mereka, ketika mereka ingin mencari pasangan, mereka belomba-lomba untuk
membunuh sesama mereka.” Jawab benda itu, setelah itu benda itu menjawab
kembali pertannyaanku.
“Pohon itu, makhluk sepertimu juga, mereka
memang makhluk hidup, tapi mereka sama sekali tidak memiliki akal dan nafsu,
mereka tidak bisa bergerak bebas seperti makhluk yang lainnya, mereka membuat
makanan mereka sendiri dari lingkungannya dan akhirnya makhluk lain
mengambilnya begitu saja.” Jawabnya.
Aku mencoba mencerna kata-katanya, masih
banyak kata yang tidakku mengerti saat itu, aku menanyakan apa yang masih tidak
ku mengerti lalu benda itu menjawab pertanyaanku. Sudah berapa banyak
pertanyaan yang ku tanyakan ke benda itu, benda itu masih bisa menjawabnya.
“Hmm… menurutmu kita berada di mana
sekarang ?” Pertanyaanku tidak habis-habisnya saat itu.
“Kita saat ini berada di dunia ‘irasional’,
dunia hampa, tak terbatas luasnya, dan tidak dapat dicapai oleh akal manusia.”
Jawab benda itu semakin membuatku tidak mengerti tentang dunia ini.
Tiba-tiba, benda itu menjulurkan tangannya
ke hadapanku, dia seakan-akan ingin mengajakku untuk berkeliling tempat ini.
Kuraih tangannya dan berdiri, kami pun berjalan menelusuri dunia ini. Tengah
perjalanan kami menemukan tempat baru, tempat yang kulihat di mimpiku, di mana manusia sepertiku
membersihkan tubuhnya. Aku kembali bertanya ke benda itu, dia menjawabku.
“Itu laut, tempat yang indah bukan ? Tidak
seperti duniaku. Yah, walaupun aku tidak memiliki perasaan, ‘tapi aku bisa
mengerti perbedaan dunia ini dengan dunia asalku.”
“Memangnya duniamu itu seperti apa ?”
Tanyaku.
“Duniaku… entahlah, aku tidak bisa
mendeskripsikannya, soalnya duniaku itu lebih tidak rasional dari dunia ini.”
Jawab benda itu membuatku penasaran. Apa yang sebenarnya terjadi di dunianya,
Apakah benar kondisi dunianya seperti mimpiku tadi. Aku merasa ingin ke sana
untuk melihat dunia itu langsung dengan mata kepalaku sendiri.
Kami melanjutkan perjalanan, aku
berjalan sambil melihat sekitar. Walau yang terlihat hanya benda benda hijau
kecil yang terhampar luas. Setelah lama berjalan, aku melihat benda hijau yang
sangat besar. Awalnya aku mengira benda besar itu adalah benda hijau kecil yang
kuinjak ini, tapi setelah kutanya ke benda itu, dia berkata bahwa itu bukanlah
benda, tapi itu adalah tempat yang disebut pegunungan.
Kami terus berjalan sampai benda yang
bersinar di atas itu hampir jatuh. Aku bertanya-tanya, apa yang terjadi kalau
benda bersinar itu jatuh ke tempat ini. Benda itu lalu menjawabku, bahwa benda
bersinar itu tidak jatuh, tetapi pergi menjauhi kami.
Tak lama kemudian, benda bersinar itu
menghilang, tempatku menjadi gelap karena tidak ada cahayanya. Kamipun diam dan
beristirahat. Kulihat atasku begitu banyak benda kecil yang bersinar, cahayanya
tidak begitu terang dan tidak panas sama sekali.
“Itu adalah bintang, mirip seperti benda
yang bersinar tadi, namun tempatnya jauh lebih tinggi dari benda itu.” Jawab
benda disampingku.
“Tadi kamu bertanya
seperti apa duniaku di sana, Apakah kamu ingin tahu tentang duniaku ?” Benda itu bertanya kepadaku.
“Iya.” Aku menjawabnya dengan cepat.
Benda itupun bercerita tentang dunianya,
dia menyebutkan banyak sekali tempat dan benda yang belum kutahu. Dia terus
bercerita hingga akupun tertidur.
Saat aku bangun.
“Di…mana ini ? nyaman sekali disini.”
Kataku keheranan.
Aku melihat sekitar, dan ternyata aku sudah berada di dunia
lain dengan wujudku yang lebih besar. Entah mengapa, saat aku berada di dunia
ini aku mengetahui benda-benda yang ada disini, apa karena benda itu aku tidak
tahu.
“Oh, jadi ini yang disebut ranjang kayu,
memang nyaman sih tapi… hmm, ini kayu ?, kayu
itu dari mana ?.”
Aku berdiri dan berkeliling di sekitar tempatku berada.
“Apakah ini yang disebut rumah ?, Eh…
tunggu dulu tempat ini dibuat dari apa, tempatnya begitu panas, mungkin aku
harus keluar dulu dari tempat ini.”
Aku keluar dari tempat itu, di luar sana
aku melihat wilayah yang sangat damai, orang-orangnya hidup dengan tentram, suasana disana menyejukkan diriku yang
kepanasan di dalam rumah tadi. Sesaat aku melihat luar, aku melihat ke atas.
Disana aku melihat benda yang mirip dengan benda bercahaya di dunia tempatku
sebelumnya.
“Heee, apakah itu matahari ? berarti adakalanya dia akan
menjauhi tempat ini.”
Aku mencoba berkeliling di sekitar wilayah itu.
“Whoaa… benar-benar wilayah yang sangat damai, apakah ini
dunia yang diceritakan oleh benda itu ? hehehe, memangnya ini tahun berapa,
apakah disini ada yang namanya televisi
?” Aku berbicara sendiri sambil berjalan.
Aku sangat senang berada di tempat itu,
penduduknya memiliki kepercayaan yang berasal dari langit,
Tuhan yang mereka imani berbeda-beda, namun mereka saling menghormati satu sama
lain. Tidak ada rasa dendam dan iri hati di antara mereka, mereka saling
membantu satu sama lain, mereka berdagang tanpa ada kecurangan, mereka saling
bertegur sapa, dan ketika kelompok satu beribadah, kelompok yang lain tidak
mengganggunya.
Setelah lama berkeliling tempat itu, matahari sudah pergi
menjauhinya. Aku segera kembali ke rumahku. Setelah tiba di rumah, aku menulis
pengalamanku di sebuah lembaran. Entah lembaran apa itu, aku tidak tahu betul
dari apa benda itu dibuat. Aku menulis semua yang kulihat di tempat ini, hingga
aku tidak sadar aku telah tertidur sambil memegang penaku.
Tempat kedua, saatku membuka mata sudah ada monitor komputer
di depanku dengan tulisan yang sudah kutulis di dalamya.
“Tung… tunggu dulu, bukanya aku…, hmm apakah ini yang disebut
superpower ?” Aku berbicara sendiri sambil memerhatikan tubuhku yang agak
berbeda dari tubuhku sebelumnya. Di tempatku sekarang, tubuhku seperti lebih
besar dibandingkan dengan tubuhku sebelumnya. Akupun mencoba berkeliling rumah.
Disana aku menemukan sebuah cermin, aku melihat diriku di cermin itu.
“Heee… jadi begini wujudku ketika remaja, hmm… diriku lumayan
juga” Kataku di depan cermin. Setelah itu aku berjalan ke lemari dan
membukanya. Aku melihat pakaian yang sangat banyak dan mataku salah fokus saat
melihat pakaian yang sangat aneh menurutku.
“Pakaian jenis apa ini, apakah di dunia ini aku harus memakai
pakaian ini, bukannya sekarang aku sedang memakainya juga, ya… memang lebih
nyaman sih dibandingkan saat aku tidak memakainya di tempatku sebelumnya.
Dadaku jadi tertahan karenanya.”
Aku kembali berkeliling hingga aku menemukan benda yang
kucari di tempatku sebelumnya.
“Jadi seperti ini bentuk televisi itu, bentuknya hampir mirip
seperti komputer itu sih… tombol power-nya mana ya ?”
Setelah itu aku menyalakan televisi itu. Disana, aku melihat
tayangan di sebuah tempat yang terjadi
peperangan memerebutkan wilayah. Disana terdapat dua pihak, pihak pertama yaitu
pihak bersenjata yang ingin memerebutkan wilayah itu dan pihak kedua adalah
orang-orang yang ingin memertahankan wilayah mereka hanya dengan batu dan
teriakan nama Tuhan mereka. Tayangan itu membuatku merinding saat itu, melihat
ketidak-adilan yang ada di sana membuatku tidak bisa berpikir secara logis.
Saat sedang menonton, aku dibuat kaget dengan tayangan itu. Aku melihat
manusia-manusia dengan bentuk wajah yang sama persis dengan bentuk wajah
manusia di tempatku sebelumnya itu. Setelah menonton tayangan itu aku mencoba
mencari tahu tempat peperangan itu di internet dan yang aku dapat adalah tempat
yang sama persis dengan tempatku sebelumnya.
“Tunggu dulu, bukannya leluhur mereka hidup dengan damai pada
zaman dulu ? ada apa dengan mereka sekarang ?” kataku sambil memahami apa yang
terjadi sebenarnya. Dan akhirnya aku menyerah untuk memikirkannya.
“Dunia ini, sangat tidak masuk akal.” Akupun berkata
demikian.
Aku pergi keluar rumah untuk mencari ketenangan sehabis
melihat tayangan yang tidak masuk akal itu. Saatku keluar rumah, aku melihat
dunia yang berbeda. Manusia di sana sangat banyak, udaranya sangat kotor,
ketenangan yang aku inginkan dicemari oleh bisingnya suara kendaraan dan
manusia di sana.
“Aaaah… cukup, aku tidak tahan dengan suara ini.” Aku marah
dan masuk kembali ke rumahku.
Di dalam rumah, aku tidak tahu ingin
melakukan apa, yang kulakukan hanya berbaring di atas ranjang kayu dengan kasur
yang empuk sambil memikirkan tentang dunia ini. Tiba-tiba muncul di benakku
untuk mencari sesuatu di internet. Aku mencari asal usul dari dunia ini, dan
yang kutemui hanyalah asumsi-asumsi yang menurutku belum tentu benar
kenyataannya.
“Big bang, Revolusi, Geosentris,
Apa maksud semua ini ? Ini semua tidak masuk akal. Apakah mereka hidup disini
hanya berbekal teori yang disepakati para pemimpin mereka tanpa ikut berpikir
apakah teori-teori itu benar ?” Aku berkomentar seperti itu dan setelahnya, aku
mematikan komputerku dan kembali berbaring.
“Heeeh… Apakah ini yang disebut
dengan stress ?” Kataku saat berbaring sambil membayangkan semua hal yang sudah
kubaca. Beban pikiranku terlalu banyak saat itu, padahal aku baru tiba di dunia
ini. Otakku serasa ingin meledak ketika membayangkan semua peristiwa di dunia
ini. Hal-hal logis yang tidak masuk akal selalu muncul di dunia ini. Apakah ini
yang disebut dunia nyata dan ‘rasional’ ?
Setelah membayangkan semua teori itu, aku tertidur. Saatku
bangun di tempat ketigaku di dunia ini, aku berada di tempat yang ramai namun
memiliki pemandangan yang indah. Lautan membentang luas di depanku, deburan
ombak, suara angin, penampakan pulau di kejauhan dan juga gunung-gunung yang
nampak di belakang membuat pikiranku yang awalnya ingin meledak menjadi lebih
santai. Tubuhku juga semakin besar menurutku.
“Hmm… Sekarang keanehan apa yang terjadi, wah ada ransel.”
Tanpa pikir panjang aku berkata seperti itu sambil melihat isi ranselku.
“Wah… apakah ini smartphone-ku, aku tidak yakin dengan
hal ini padahal aku belum membelinya.” Kataku saat melihat benda canggih itu
berada di dalam ransel-ku. Aku mengecek kembali isi ransel itu
dan aku menemukan sebuah pistol.
“Tunggu, ini mau kuapakan ini benda. Hmm… setidaknya kusimpan
dulu aja.” Pikirku sambil menyembunyikan pistol itu di dalam ransel-ku.
Aku berkeliling di sekitar tempat itu sambil menikmati
keindahan yang dimiliki pantainya dengan pakaian yang menurutku sangat terbuka.
Sebenarnya aku sangat malu mengenakan pakaian seperti itu, tapi saat aku
melihat orang-orang disana mungkin mengenakan pakaian seperti ini di pantai
sudah menjadi tradisi mereka.
Saat berada di pantai ini, aku mengingat kembali mimpiku yang
dulu dimana manusia-manusia membuang hal-hal yang menjijikan. Aku langsung
ingin membuktikan mimpi itu apakah mimpi itu benar atau tidak.
Aku berjalan mengikuti garis pantai dengan mengenakan pakaian
itu yang ditutupi oleh jaket kulit berwarna merah tua. Selama berjalan, aku
merasa orang-orang di sekitarku menatapku. Mereka menatapku seperti sebuah
mainan yang ingin dimainkan. Aku mulai curiga saat itu, apa yang sedang mereka
pikirkan. Aku terus berjalan mengikuti
garis pantai itu yang kulihat hanyalah pemandangan lautan dan pantai yang
bersih tanpa adanya sampah dan limbah disekitarnya dan aku berjalan semakin
jauh hingga aku menemukan jalan buntu.
“Oh… mungkin mimpiku yang seperti itu tidak benar
kenyataannya. Ya jadinya sekarang aku harus kembali ke tempatku tadi.” Aku
berkata seperti itu dan kembali menuju tempatku tiba tadi.
Saatku berbalik badan, aku terkejut melihat dua orang sudah
berdiri di belakangku. Mereka tersenyum ke arahku sambil melihat tubuhku dengan
menunjukkan respon yang agak aneh. Saatku melewati mereka, tiba-tiba salah satu
dari mereka memegang erat kedua tanganku. Aku mencoba melawan dan melepaskan
tanganku, namun orang yang satunya mengikat kakiku. Aku berteriak meminta
tolong akan tetapi tidak ada satupun orang yang datang menolongku. Akhirnya
mereka mengikat tanganku dan akupun tidak dapat bergerak sama sekali.
Aku bertanya kepada mereka, sebenarnya apa yang ingin mereka
lakukan kepadaku. Respon mereka hanya tersenyum kepadaku, mereka mengangkatku
menuju ke sebuah rumah, aku melihat sebuah kapak di sana. Di rumah itu, mereka
mulai memainkanku, mereka menjilati tubuhku, aku merasa tidak nyaman dengan hal
itu. Aku terus melawan walaupun aku tahu perlawananku sia-sia.
Tak lama kemudian, mereka mulai menelanjangiku. Mereka
kembali menjilati tubuhku, mereka memainkan tubuhku semakin kasar, jari-jari
mereka menyentuh bagian tubuhku yang sensitif. Betapa malunya aku saat itu,
kakiku direntangkannya hingga bagian bawah tubuhku terlihat dengan jelas oleh
mereka. Bagian tubuhku yang tidak pernah kulihat sebelumnya dilihat oleh mereka
bahkan mereka memotretku dan merekamnya.
Setelah itu mereka mulai melepas pakaian yang mereka kenakan.
Saat itu aku sadar tentang apa yang mereka ingin lakukan. Kejadian yang muncul
di mimpiku, dimana manusia saling memasukkan bagian tubuh mereka untuk
bersenang-senang dan benar saja, mereka melakukan hal tersebut kepadaku.
Awalnya aku berteriak kesakitan, namun setelah lama mereka melakukannya tubuhku
terasa sangat aneh, pikiranku seakan-akan melayang, rasa stresku karena memikirkan
dunia ini hilang akibat hal itu.
Mereka terus-terusan melakukan perbuatan itu kepadaku,
mulutku, bawahku, belakangku mereka permainkan, hingga cairan yang ada di dalam
mereka keluar memasuki tubuhku. Bagian dalam perutku terisi dan terasa aneh,
diriku basah bermandikan keringat, pikiranku kososng akibat perbuatan mereka
itu.
Setelah mereka melakukan itu kepadaku, mereka melepaskanku.
Perlahan, mereka mulai mengendorkan ikatan tali yang ada pada tanganku. Setelah
aku bisa bergerak bebas, mereka memberikanku uang yang banyak. Dari sana aku
tersadar, manusia-manusia seperti mereka, adalah perusak dunia ini. Apapun yang
mereka inginkan, mereka selalu mendapatkannya hanya dengan uang, bahkan uangpun
mereka dapatkan dengan uang itu. Manusia di wilayah yang berbeda sedang
berjuang untuk bertahan hidup dalam kerasnya dunia ini sedangkan mereka
menghabiskan uang mereka hanya untuk kesenangan yang singkat.
Aku berdiri dan berjalan mengambil kapak yang kulihat tadi
kemudian aku berkata kepada mereka saat mereka akan pergi meninggalkan rumah.
“Kalian, tidak pantas di dunia ini.”
Aku berlari dan mengayunkan kapak itu ke arah kaki mereka.
Kapak itu tepat mengenai kaki mereka berdua. Mereka terjatuh dan berteriak
kesakitan, aku kembali mengaynkan kapak tersebut dan akhirnya kaki mereka
terpotong. Mereka sudah tidak bisa berjalan lagi, mereka berteriak sangat
keras. Aku mengambil beberapa batu dan tali kemudian aku mendekati mereka
kembali. Akupun mengikat tangan mereka, tak henti-hentinya mereka berteriak
saat itu.
“Aaaah… bising, aku tidak tahan mendengar suara kalian,
kalian lapar atau bagaimana ? ini batu untuk kalian.” Kataku sambil memasukkan
batu ke mulut mereka satu per satu. Aku tertawa saat melihat mereka tersiksa.
“Aaaaahahaha, bagaimana ? oh ya, ini aku masih telanjang, apa
kita akan bermain lagi ? aku masih pengen ni.” Kataku kembali kepada mereka
sambil memasukkan batu sampai mulut mereka dipenuhi batu. Setelah penuh, aku
mengikat rahang mereka hingga rahang mereka tidak dapat mereka gerakkan.
Setelah itu, aku mulai memainkan tubuh mereka. Aku melakukan semua yang mereka
lakukan kepadaku sebelumnya, hingga mereka mati karena kehabisan darah.
“Haaah ? cuma sampe segini ? masuk aja belum.” Kataku.
Aku sangat puas saat melihat penderitaan mereka, tidak
henti-hentinya aku tertawa saat itu. Akupun mengenakan pakaian dan jaketku lalu
pergi meninggalkan mayat mereka berdua.
Setelah kembali, aku pergi ke penginapan. Aku langsung berbaring
di kasur sambil memainkan smartphone yang kebetulan ada di ransel-ku.
Disana, aku melihat memo, isi memo itu adalah tulisan yang pernah
kutulis di zaman sebelumnya. Zaman dimana manusia masih hidup damai tanpa ada
permasalahan. Aku menangis saat membacanya, aku benar-benar merindukan zaman
itu.
Selesai kubaca, aku
menulis tentang pengalamanku di zaman ini. Air mataku tak berhenti mengalir
saat aku mengetik kata demi kata di memo itu.
“Aku, sudah rusak.”
Itulah kata terakhirku di memo itu. Walaupun aku sudah
berhenti menulis, air mataku tidak bisa berhenti mengalir. Rasa stres yang
hilang karena peristiwa tadi muncul kembali. Stresku semakin berat, rasanya aku
sudah menjadi gila.
Aku tertawa, menangis, tertawa, menangis kembali. Kucari cara
untuk menghilangkan stersku. Aku melihat pemandangan malam di pantai,
mendengarkan musik, pergi ke tempat pemijatan, semua tidak berhasil
menghilangkan stresku. Aku mencoba pergi ke luar untuk menghirup udara segar di
pantai dan yang kutemukan disana banyak sekali manusia-manusia yang sedang
berpesta menghabiskan uangnya. Mereka memakai obat, mabuk-mabukan, berdansa
dengan lawan jenis mereka dengan mesra bahkan mereka melakukan hal itu.
Seketika, aku menjadi marah. Emosiku benar-benar meluap
ketika melihat perbuatan mereka. Aku kembali ke kamar penginapanku untuk
mengambil pistol yang kusembunyikan di ransel-ku. Aku berjalan kembali
menuju keramaian itu, aku duduk dan memesan minuman disana sambil menunggu
korbanku selanjutnya.
Tak lama aku duduk, seseorang mendekaiku dan merayuku. Aku
langsung memegang tangannya dan menariknya. Wajahnya tepat berada di depan
wajahku, kudekatkan pistolku di bawah dagunya, kemudian…
Dor !
Aku menembaknya sehingga orang itu mati. Seketika orang-orang
disana mulai panik, mereka berteriak dan berlari menjauhi tempat pesta.
“Aah… bisa diam ndak.” Kataku dengan suara yang agak
ditinggikan.
Beberapa petugas keamanan yang datang mendekatiku aku tembak,
orang-orang disanapun aku tembaki juga hingga peluru pistolku habis. Aku
berlari dan bersembunyi di rumah tempat mayat-mayat pertamaku berada.
“Hmm… mungkin jika aku tidur, aku bisa pergi dari tempat
ini.” Akupun mencoba untuk tidur di pojokan rumah tersebut dan aku tertidur.
Tempat keempat, aku berada di wilayah yang berbeda kembali.
Aku menarik napas lega karena kejadian aneh ini, aku tidak jadi dipenjara
karenanya.
Saat aku bangun di hari keempatku di dunia ini, aku menemukan
sebuah buku dan busur panah dengan anak panahnya di sampingku.
“Hmm ? apakah aku kembali ke masa lalu ?” Aku bertanya kepada
diriku sendiri sembari aku berdiri dari ranjangku dan melihat ke cermin.
“Emmm… apakah aku harus memotongnya ? ini terlalu panjang
buatku.” Kataku sambil melihat diriku yang semakin tumbuh setiap harinya.
“Jadi benar ini yang namanya superpower… apakah aku
boleh melakukan yang seperti ini ? bukankah ini disebut dengan melarikan diri ?”
Aku melanjutkan pembicaraanku dengan diriku sendiri di depan cermin sambil
memotong rambutku yang panjang.
Sambil merapikan rambutku, aku memikirkan kejadian kemarin.
Saatku melakukan itu dengan mereka, saatku membunuh mereka, saatku menembaki
mereka. Rasa stresku langsung hilang seketika, tetapi ketika aku sudah
berhenti, rasa stresku muncul kembali. Dari kejadian itu aku berpikir untuk
melakukan itu dan membunuh terus-menerus.
“Yang tidak pantas hidup di dunia ini, kumainkan saja.
Setidaknya stresku bisa hilang karenanya. Jika aku bunuh mereka, tidak apa-apa
kan ? Dunia ini kan menolak mereka… Hmm ? diriku lumayan juga ketika berambut
pendek.” Kataku saat melihat penampilanku di depan cermin setelah aku memotong
rambutku.
“Yup. Mari kita buang sampah-sampah itu ke tempat pembuangan
akhir mereka.” Kataku di depan pintu. Aku menarik napas dan bersiap membuka
pintu. Aku penasaran berada di zaman apa aku sekarang. Akupun membuka pintu dan
melihat tempat yang damai. Sebuah kerajaan yang dihuni oleh orang-orang satu
keyakinan. Namun, disana aku merasakan kentalnya perlakuan yang orang-orang itu
lakukan pada kaum dibawahnya.
Aku berpikir sebaiknya aku menjadi salah satu kaum bawah
tersebut.
“Mungkin, korbanku selanjutnya adalah para bangsawan disini.”
Begitu pikirku.
Akupun ikut di penjualan budak disana, sebagai budak yang
akan dijual. Saat tiba giliranku untuk ditawarkan, banyak orang yang ingin
memilikiku. Sampai-sampai aku dilelang hingga hargaku mencapai harga rumah saat
itu.
Aku dibeli oleh seorang bangsawan yang dikenal sangat kaya di
kerajaan itu. Aku dibawa dengan sebuah kereta kuda yang sangat mewah. Beberapa
jam kemudian, aku tiba di rumah yang sangat besar. Aku dibawa ke ruangan di
bawah tanah, aku dilempar ke sebuah ruangan, mereka mengikatku dan melepas
semua pakaianku dan setelah itu mereka meninggalkanku dan mengurungku di
ruangan itu.
Rencanaku menjadi budak seks berhasil, Bangsawan itu
melampiaskan rasa stresnya kepadaku, dia memainkan tubuhku. Dia mencambukku,
dan memukulku. Rasanya memang sakit, tapi aku menyukainya. Aku terus menahan
diriku untuk membunuh bangsawan itu. Jika aku membunuhnya sekarang, aku tidak
bisa menikmati kenikmatan menjadi budak ini lebih lama.
Berhari-hari aku tidak tidur, jikaku tidur aku akan pindah
dari tempat ini, aku masih belum puas dengan perbuatannya kepadaku, aku ingin
sesuatu yang lebih, lebih nikmat dari yang ini. Setiap harinya, aku selalu
dimainkan oleh bangsawan itu dan dua pekan aku lewati tanpa tidur dengan
ditemani oleh tali yang mengikatku.
Pada hari ke-18, bangsawan itu membawa botol kaca berisi
anggur (wine). Dia memecahkannya di atas kepalaku dan menuangkaannya ke
mulutku secara paksa. Setelah itu dia meminum anggur yang masih berada di
mulutku langsung dengan mulutnya. Saat itu, aku merasakan kenikmatan yang belum
pernah aku rasakan. Aku menjadi tergila-gila kearenanya, aku menggeliat
terangsang karena lidahku tidak pernah dimainkan sebelumnya, sampai-sampai
bagian bawahku mengeluarkan cairan yang baru aku tahu. Setelah anggur itu
habis, bangsawan itu pergi.
Melihatnya pergi, aku mendapatkan peluang untuk pergi dari
tempat ini. Aku mengambil pecahan botol kaca itu dan perlahan memutuskan ikatan
yang ada di tubuhku dengan kakiku. Aku tidak tahu sejak kapan aku memiliki
tubuh yang elastis dan kuat seperti ini, padahal aku tidak pernah diberikan
makan oleh bangsawan itu. Setelah beberapa jam aku memotong tali tu, akhirnya
aku bisa bergerak bebas. Aku memanjat tiang kayu tempatku diikat dan
bersembunyi di langit-langit ruangan itu untuk menunggu bangsawan itu datang.
Tengah malam, bangsawan itu datang. Dia membuka pintu dan
berjalan mendekati tempatku tadi. Dia panik karena aku tidak berada disana.
Betapa beruntungnya aku saat itu karena bangsawan itu datang sendiri. Inilah
saat-saat yang kutunggu.
“Heheee…Tepat sekali, aku sudah mengantuk saat ini, tak
sia-sia aku mencintaimu.” Aku berkata seperti itu dan melompat menuju bagian
punggungnya. Akupun menindihnya dan menyayat kulitnya tepat di atas tulang
belakangnya. Dia berteriak kesakitan sampai mengeluarkan kotoran.
“Oh… ternyata kotoranmu seperti ini juga.” Aku mengambil
kotorannya dan memasukannya ke dalam luka yang kubuat.
Perlahan-lahan, aku menguliti tubuh bagian belakangnya. Dia
menggeliat kesakitan, mulutnya kupenuhi dengan kotoran yang keluar dari
belakangnya. Aku tertawa melihat dia menderita seperti itu. Dan tak lama
kemudian, suara langkah kaki penjaga datang mendekat. Aku kembali bersembunyi
di langit-langit dan menunggu. Dua penjaga datang menghampiri bangsawan itu. Aku
melompat dan menikam salah satu penjaga, kemudian aku mengambil pedang penjaga
itu dan melawan penjaga yang satunya. Awalnya aku kesulitan untuk melawannya,
aku terluka di beberapa bagian tubuhku akibat pedangnya.
Aku berpikir bagaimana cara untuk membunuhnya, penjaganya
sudah sangat terlatih, dengan mudahnya dia menangkis seranganku. Seketika aku
mendapatkan ide, aku langsung mencobanya. Aku mendekatinya dengan tenang dan
tersenyum ke hadapannya. Penjaga itu sudah bersiap dengan pedangnya. Aku tetap
berjalan dengan tenang dan tinggal beberapa langkah lagi aku di depannya, aku
melempar pedangku dan berlari serendah mungkin. Penjaga itu tidak fokus dan
hanya menangkis pedangku. Akhirnya aku membuatnya terjatuh dengan menendang
kakinya. Kuhunuskan pecahan botol kaca yang masih kupegang ke bagian lehernya.
Aku berhasil membunuhnya tapi dia berhasil menusuk tangan kananku dengan
pedangnya.
Aku berhasil membunuh mereka semua walaupun aku mendapat
banyak sekali luka. Aku mencabut pedang yang menusuk tanganku dan berjalan ke
bangsawan itu. Aku memenggal kepalanya dan membawanya ke luar ruangan. Dengan
tubuhku yang masih telanjang aku menelusuri rumah itu. Satu per satu ruangan
kudatangi, ketika aku melihat manusia, aku membunuhnya dengan pedangku. Dan aku
tiba di sebuah ruangan dengan hiasan pintu yang sangat mewah. Saatku membukanya
aku melihat seorang wanita dengan dua anak yang kebingungan melihat
penampilanku. Aku berpikir mereka adalah istri dan anak si bangsawan itu,
akupun melempar kepala bangsawan itu ke hadapan mereka. Wanita itu berteriak
dan dengan cepat aku mendekatinya dan memenggal kepalanya serta anak-anak
mereka.
Mendengar keributan itu banyak penjaga yang datang. Aku
berlari menuju jendela dan memecahkan jendela itu. Aku melihat keluar, dan
ternyata aku berada di lantai dua. Tanpa pikir panjang aku lompat dari sana
dengan tanganku berada di bawah.
Aku terjatuh dengan posisi sama dan berguling ke depan. Kedua
tanganku patah, namun kakiku masih tidak apa-apa. Aku berdiri dan berlari
menjauhi rumah itu. Beberapa penjaga mengejarku dengan kuda dan memanahiku.
Akupun bersembunyi di ladang gandum dekat rumah itu. Mataku sudah tidak tahan,
aku ingin tidur secepatnya. Aku terjatuh di tengah ladang dan tertidur.
Tempat kelima, Aku
berada di sebuah tempat di utara.
“Huuh… Kemarin sangat menakutkan, tega sekali mereka itu,
membunuh wanita lemah sepertiku. Ngomong-ngomong ini tempat yang sangat
dingin.” Kataku saat itu sambil berjalan mengambil jaket kulit yang berada di kursi.
Aku melihat tempatku berada, ternyata aku berada di tempat
yang sangat megah. Saat kulihat isi lemariku, aku melihat pakaian yang sangat
indah dengan perhiasan-perhiasan yng sangat banyak.
“Hmm… Jadi sekarang, aku menjadi bangsawan ?” Aku bertanya kepada
diriku sendiri.
Aku keluar dari kamarku, aku disambut oleh pelayan-pelayanku.
Mereka melayaniku dengan baik. Aku senang dengan pelayanan mereka tapi rasa
stres ini tak kunjung menghilang. Aku pergi ke ruang makan dan sarapan, setelah
itu aku kembali ke kamar. Aku melihat tanggal, ternyata sekarang adalah hari
gajian para pelayan. Akupun mengambil perhiasan di lemariku dan memanggil
mereka semua. Aku memberikan mereka perhiasanku satu per satu, mereka terlihat
terkejut melihat perbuatanku. Aku hanya bisa tersenyum, di pikiranku aku ingin
menjadi bangsawan yang baik ke pelayan dan budak-budakku. Aku kembali ke kamar
dan berkemas untuk pergi mengelilingi wilayah ini. Aku membawa pakaian dan
uang, di bawah lemariku aku melihat pistol dengan amunisinya. Aku sangat senang
saat itu, akhinya aku memegang senjata favoritku.
Aku berpamitan ke pelayanku dan pergi sendirian tanpa
diantar. Aku menghampiri tempat-tempat yang biasanya didatangi orang-orang
untuk bersenang-senang. Disana aku menawarkan diriku, banyak yang
memerebutkanku. Akupun menawarkan mereka, seberapa banyak uang yang mereka akan
keluarkan hanya untuk bersamaku. Akupun berhasil mendapatkan orang yang cocok.
Dia membayarku dengan 15 batang emas murni.
“Heee… satu lagi ada orang yang bodoh disini.” Pikirku dengan
tersenyum.
Aku bersama orang itu di sebuah kamar hotel. Kami bermain dan
ketika dia lengah aku membunuhnya. Aku mengambil dompetnya dan mencari alamat
rumahnya. Akupun membunuh keluarganya bahkan anak-anaknya yang masih kecil dan
bayi.
Setelah itu akupun mencari korban baru hingga sembilan hari
lamanya aku menahan rasa kantukku. Sudah dua puluh lima keluarga aku bunuh
selama sembilan hari itu. Aku bermain, membunuh, bermain, membunuh dan
seterusnya. Aku sudah benar-benar rusak, aku sudah tidak tahu apakah dunia ini
masih menerimaku disini.
“Apa sebutan yang pantas bagiku ? Apakah pelacur ?” Aku
bertanya kepada diriku sendiri
Akupun kembali ke rumahku. Aku disambut oleh
pelayan-pelayanku, aku tersenyum melihat keramahan para pelayanku. Aku bergegas
menuju ke kamarku untuk tidur.
Tempat keenam, saatku bangun, aku terkejut. Perutku tiba-tiba
membesar saat itu.
“Oh tidak, aku sedang
hamil. Umurku sudah pantas sih saat ini tapi… bagaimana caraku sekarang untuk
bersenang-senang.” Aku berkata seperti itu.
Aku berjalan ke sebuah benda seperti komputer namun lebih
canggih. Aku menghidupkan benda itu dan yang kulihat adalah memo yang
sudah kutulis dahulu. Aku menangis saat membacanya, aku mengingat dosa-dosaku
yang dulu. Dan sekarang aku sedang mengandung keturunanku yang tidak jelas
siapa ayahnya. Apa yang harus kulakukan sekarang ini. Ternyata aku telah
berbuat hal yang sangat merusak dunia ini lebih dari manusia di bumi ini. Aku
telah membunuh anak-anak penerus yang mungkin saja merekalah yang merubah dunia
ini menjadi lebih baik. Tak hentinya aku menangis merenungi dan memikirkan apa
yang harus kulakukan sekarang.
Akupun pergi ke rumah sakit untuk operasi memindahkan bayi
yang kukandung ke wadah buatan. Aku terkejut melihat hal itu, ternyata
teknologi di zaman ini sudah sangat canggih. Setelah operasi aku diberitahu
oleh dokter disana bahwa anakku adalah seorang perempuan sama sepertiku. Aku
tersenyum dan berkata kepada dokter itu.
“Aku berpesan kepadamu, jika anak itu lahir, beri dia nama
……..”
Dokter itu menyetujuinya dan berjanji akan melakukannya. Aku
kembali tersenyum dan mulai untuk berjalan pulang ke rumah. Saat aku berjalan
aku masih tidak bisa menghentikan air mataku ini, ternyata aku kalah oleh air
mataku. Mereka sangat kuat, aku bahkan tidak dapat melawannya.
“Ternyata, inilah musuh terkuatku.” Aku berkata seperti itu
sambil tersenyum.
Setelah di rumah, aku mengisi memo itu kembali. Aku
mengisinya dengan semua pengalamanku di dunia ini. Sambil menangis aku terus
mengetik. Aku selalu membayangkan dosa-dosaku ketika membunuh anak-anak itu
saat dirinya sedang ketakutan. Aku sangat menyesal, aku ingin mengulang dari
awal untuk memperbaiki semuanya tapi ini sudah terlambat. Apapun yang akan aku
lakukan, dosa ini tidak akan berkurang. Aku terus mengetik sampai akhirnya aku
menuliskan kata-kata terakhirku di memo itu untuk anakku.
Halo, ini ibumu
Jika kamu membaca ini, berarti kamu sudah menjadi gadis yang
kuat sepertiku.
Maafkan ibumu ini, aku meninggalkanmu ketika kamu masih
dikandungan, aku meninggalkanmu dalam keadaan tidak memiliki apa-apa, aku
meninggalkanmu pada masamu untuk tumbuh dan berkembang dengan support dariku.
Maafkan ibumu ini, aku tidak bisa menuliskan kata-kata yang
bisa memotivasimu, aku tidak bisa menuliskan kata-kata yang bisa membuatmu
semangat menjalani hidupmu, aku tidak bisa menasehatimu dan mengajarimu.
Maafkan ibumu ini, aku hanyalah seorang gadis kecil dari
dunia yang berbeda, aku menjalani hidup disini dengan penuh kenikmatan dan
kebahagiaan. Namun, kenikmatan itulah yang menjadi dosaku.
Maafkan ibumu ini, aku sudah menjadi
wanita yang buruk, manusia yang buruk, terlebih lagi orang tua yang buruk.
Janganlah kamu menjadi diriku ini, ketahuilah duniamu sangatlah luas, galilah
semua potensi yang ada di sekitarmu, sesungguhnya potensi di dunia ini tak
hingga jumlahnya.
Maafkan ibumu ini, hari ini adalah hari terakhirku disini,
saat kamu sudah lahir, jagalah dirimu sendiri, godaan dunia ini adalah godaan
yang sangat berat, sekalimu terikat dirimu akan tertelan olehnya.
Maafkan ibumu ini, aku hanya bisa
memberikan memo ini kepadamu, aku harap kamu dapat belajar dari pengalamanku,
ambillah apa yang kamu anggap benar dan adil bagi dunia ini dan jauhilah apa
yang menurutmu salah.
Anakku, walau aku berada di dunia
yang berbeda, aku tetap mencintaimu. Janganlah kamu takut menghadapi dunia ini,
aku selalu berada di sampingmu, aku tidak akan meninggalkanmu, aku selalu
menuntunmu, aku selalu ada ketika kamu dilanda kesusahan dan kesedihan. Oleh
karena itu, cerialah, senyumlah, bahagialah, dan beritahukan aku jika kamu
berhasil melakukannya.
Ibumu,
Mikayla Az-Zahra
Setelah menulis surat itu, aku
mengambil pistol yang ada di dalam ransel-ku, aku mengarahkanya ke
kepalaku. Inilah saat terakhirku disini.
“Selamat tinggal dunia.”
Dor !
Aku mati dengan senjata favoritku. Akupun melihat tayangan
kehidupanku di dunia itu setelahku menarik pelatuk pistol itu. Tayangan itu
seperti film, dan setelah tayangan itu selesai tiba-tiba pandanganku menjadi
gelap, kemudian…
“Aku… berada dimana ?”
“Benda hijau apa ini, benda ini
banyak sekali.”
“Cahaya apa yang keluar dari benda
itu, begitu panas dan terang.”
“Di sebelah sana, benda apa itu ?
kelihatannya begitu besar dan teduh, bahkan cahaya benda yang diatasnya tidak
dapat menembusnya.”
“Entah mengapa, saat berada di benda
yang teduh ini, aku merasa sangat nyaman. Aku ingin tidur di tempat ini
karenanya.”
*
*
*
“Halo manusia, hari yang cerah untuk
beristirahat di bawah pohon bukan ?”
Saat aku mendengar kata-kata itu,
seketika aku mengingat dunia ini. Aku menangis dan memeluk robot itu. Aku
mengingat pengalamanku di dunia robot ini. Pengalaman yang tidak akan aku
lupakan. Dan akupun bertanya kepada robot itu.
“Siapa yang membuatmu ?”
Robot itu menjawab.
“Yang membuatku adalah,
Gabriella Az-Zahra dan aku ditugaskan disini untuk menjemput Mikayla Az-Zahra
di dunia ini, apakah itu kamu ?”
Aku tersenyum mendengarnya, aku
mengangguk dan berkata kepada robot itu
“Ya, aku ibunya.”
Robot itupun menjulurkan tangannya
ke hadapanku, aku meraihnya dan berdiri. Tiba-tiba muncul sebuah pusaran.
“Apa itu ?” Aku bertanya kepada
robot itu.
“Itu adalah portal yang menghubungkan dunia ini dengan
duniaku, kalau begitu ayo.” Jawab robot itu.
“Ya.” Aku langsung menjawabnya. Dan
kamipun memasuki portal itu.
“Ella, tunggulah aku, aku akan
datang.” Kataku ketika melintasi portal. Tak lama kemudian aku melihat seberkas
cahaya. Aku yakin itu adalah akhir dari portal ini, aku sudah tidak sabar
kembali ke dunia itu.
Cahayanya semakin terang dan tak
lama kemudian, aku tiba di sebuah ruangan. Disana, aku melihat seseorang yang
sudah tua berbaring di ranjangnya. Robot itu mendekatinya dan membisikkan
sesuatu kepadanya. Dan setelah itu, robot itu menyuruhku untuk mendekatinya.
Aku mendekatinya dan melihat
wajahnya. Ternyata dia sudah sangat tua, kulitnya sudah mengeriput dan
warnanyapun pucat. Aku bertanya kepadanya.
“Siapa anda ?”
Dia hanya tersenyum kearahku. Aku
bingung karenanya, akupun bertanya ke robot itu. Kemudian dia menjawabku.
“Dia… adalah Gabriella, orang yang
membuatku.” Jawab robot itu. Aku terkejut mendengarnya, aku langsung
mendekatinya dan memeluknya. Aku tidak bisa menahan air mataku saat itu.
Ternyata anakku yang sudah kutinggalkan, bisa bertahan sampai usia ini.
“Ella… ini ibumu, maafkan aku karena
sudah meninggalkanmu…” Kataku.
Reaksi Ella hanya tersenyum, mungkin dia sudah susah untuk
berbicara, karena usianya sudah setua ini. Akupun mengusap air mataku, aku
meminta kepada robot itu untuk mengembalikanku ke duniaku, robot itu
menyetujuinya dan portal kembali muncul di tempat itu, Saat aku akan memasuki
portal itu, aku mendengar suara yang sangat kecil sekali.
“I-bu… aaa-aku… ber-ha-sil…”
Itu adalah suara Ella. Akupun
tersenyum ketika mendengar perkataannya. Sebelum aku memasuki portal itu, aku
menjawab perkataannya.
“Ya… Selamat, kamu sudah berhasil,
ibu bangga atas perjuanganmu di dunia ini.”
Setelah itu aku langsung memasuki portal. Itu adalah saat
pertama dan terakhirku bertemu dengan anakku. Aku tidak akan melupakan kejadian
ini.
Saat aku kembali ke duniaku, aku
langsung menulis pengalamanku dengan sejenis batu ke sejenis batang pohon
tempatku beristirahat tadi.
“Relasi duniaku dengan dunianya tak akan aku lupakan”