Langsung ke konten utama

AKSA

 

Malam itu jam tanganku menunjukkan pukul 20.45. Aku yang merasa sedikit lapar pun kemudian segera bersiap-siap untuk keluar membeli beberapa jajan sebagai pengganjal laparku. Aku kemudian berjalan sendirian menuju koperasi sekolah, tanpa ada teman yang menemani. Dingin malam yang begitu menusuk tidak aku hiraukan. Cukup hoodie tebal milikku menjadi penghalang antara diriku dengan udara malam yang menusuk. Ketika aku tengah menikmati jalan-jalan malamku, tiba-tiba seseorang dari belakang memanggil namaku. Dari suaranya, aku tau pasti bahwa yang memanggilku adalah seorang gadis, suaranya yang kecil dan bernada, persis seperti suara seorang gadis pada umumnya.

“Eh adeknya Azzam ya? Mau kemana?” Ujar gadis itu. Dengan cepat aku pun menengok ke belakang. Saat kulihat, pada awalnya aku tak mengenalinya, karena gelapnya malam dan aku sedang tidak menggunakan kacamataku. Namun setelah kutelisik, dia adalah kak Yulia, si kakak kelas yang terkenal karena cantik, menyapaku dengan santai. Aku pun hanya tersenyum sembari menjawab sapaannya,

“Oh, kak Yulia. Saya mau pergi koperasi kak, kakak mau kemana?” Jawabku berusaha sopan.

“Sama nih, bareng yuk!” Ujar kak Yulia ceria.

“Iya kak.” Jawabku sopan sambil tersenyum.

Aku dan kak Yulia kemudian berjalan bersama menuju koperasi sekolah. Dengan kikuk aku sedikit melambatkan langkahku agar kak Yulia dapat berjalan tepat di depanku, aku hanya takut dianggap tidak sopan karena berjalan seiringan dengan kakak kelas.

Sedikit tentangku, aku bukanlah gadis yang cakap dalam bidang sosial. Aku hanyalah gadis penyendiri yang menyukai kartun. Saat pertama kali datang ke sekolah ini, aku begitu kaget dengan banyaknya kakak kelas yang mengenaliku. Aku bukan tipikal gadis yang senang menjadi pusat perhatian, oleh karena itu aku terkejur. Aku merupakan gadis dengan sikap tenang namun gerakanku sangat gesit begitu kata mama. Hidupku yang terbiasa dari kecil selalu sendiri, dan juga kedua orang tuaku yang sering mengajarkan untuk menjadi mandiri membuat aku tumbuh menjadi gadis yang senang menyendiri sembari memikirkan masa depanku kelak. Namun kini aku dihadapkan dengan kehidupan sekolah dimana aku akan sering bertemu dan berbicara dengan banyak orang. Aku merasa resah dan gelisah, takut aku akan dicibir jika aku tidak bisa bersosialisasi. Berkat ketakutan itu, aku memberanikan diri menyapa, membalas sapaan dan menawarkan bantuan kepada orang yang dikenal olehku. Itu adalah sekilas tentang aku.

Setelah sampai di koperasi, aku mempersilahkan kak Yulia masuk terlebih dahulu, lalu aku pun masuk setelah kak Yulia terlihat tengah memilih jajan yang akan dibelinya. Aku pun mengikuti langkahnya dengan segera menuju rak penuh jajan lalu memilih jajan yang akan kubeli.

“Azzam gimana sama kamu? Baik-baik aja ‘kan?” Tanya kak Yulia. Saat tengah memilih jajan. Aku bingung, sangat bingung.

Kenapa tiba-tiba kak Yulia tanya tentang itu? batinku penuh tanya. Sedikit informasi tentang kak Yulia, kak Yulia adalah pacar dari kak Azzam, anak dari Om yang notabenenya adalah waliku, itu berarti kak Azzam mempunyai hubungan denganku karena kak Azzam merupakan anak dari Om. Kak Yulia juga sangat cantik dan pintar oleh karena itu kak Yulia cukup terkenal dikalangan siswa ataupun siswi.

“Kak Azzam, kak?” ujarku memastikan. Takut salah dengar, aku pun mengulang pertanyaan.

“Iya, Azzam. Dia sering cerita tentang kamu ke aku. Setiap kali ngechat atau ketemu pasti dia tanyain kamu.” Ujar kak Yulia. Duh, jadi nggak enak ujarku dalam hati. Dengan hati-hati aku menjawab.

“Oh, kak Azzam baik kok, hehe,” ujarku takut-malu. Kak Yulia hanya tersenyum simpul dan itu yang membuatku semakin merinding, karena menurut rumornya kak Yulia adalah tipikal gadis yang cukup posesif terhadap pacarnya. Dengan langkah ragu aku menuju kasir untuk membayar jajan yang sudah kupilih. Dengan buru-buru dan sedikit ragu aku meminta ijin pada kak Yulia untuk pergi lebih dahulu.

“Kak, maaf saya duluan ya,” ujarku sopan. Kulihat kak Yulia hanya mengangguk sembari tersenyum tipis penuh makna. Entah itu baik atau buruk, aku hanya merasa merinding setelah melihat kak Yulia tersenyum. Aku pun segera keluar dari koperasi dengan kikuk. Aku hanya menundukkan pandanganku hingga sebuah suara menyebut namaku.

“Lea!”

Aku sedikit tersentak karena aku tahu pasti kalau itu adalah suara lelaki. Aku pun terdiam sejenak sebelum membalikkan badan menghadap ke arah suara yang memanggilku. Aku sedikit terkejut karena itu adalah kak Azzam, orang yang sejak tadi menjadi topik pembicaraanku dengan kak Yulia. Sangat tidak tepat waktu kedatangannya batinku dalam hati.

“Oh, nggih kak. Ada apa ya, kak?” Tanyaku to the point, tak ingin berlama-lama berurusan dengan kak Azzam, takut diterkam oleh si pawang.

“Oh, nggak. Kakak cuma mau nanya kabar aja, soalnya dari kemaren papa tanyain kabarmu,” ujar kak Azzam kikuk sembari melihatku dari atas sampai bawah dengan intens beberapa kali. Aku pun menhembuskan nafas lega, dengan cepat aku tersenyum dan membalasnya,

“Ah, Lea baik kok, kak. Tolong sampaikan salam Lea ke Om ya kak, maaf belum sempat hubungi Om.” Kataku dengan senyum kikuk.

“Zam,” suara itu, suara dingin seorang gadis, itu suara kak Yulia. Dengan wajah takut aku pun segera memutuskan percakapan secara sepihak dan pergi meninggalkan kak Azzam.

“Oh, ya sudah kalau begitu kak, Lea pergi dulu ya,” setelahnya aku pun langsung berlari pergi, tak ingin cari masalah dengan singa betina, batinku meringis.

Malam itu berlalu begitu saja tanpa ada hal istimewa yang terjadi. Dalam hati aku menegaskan diriku untuk tidak mencari masalah apapun dengan kak Yulia. Aku juga akan menghindari kak Azzam sampai situasi menjadi tenang. Malam itu aku tidur cukup malam karena gelisah akan akibat dari kejadian ini.

***

Hari berganti menjadi bulan, kini sudah genap 6 bulan sejak kejadian itu, dan hari ini adalah saatnya liburan semester. Kata bapak, aku akan pulang ke rumah Om dan kemarin setelah selesai packing aku langsung menghubungi Om untuk konfirmasi kepulanganku. Dan hari ini, aku pun tengah bersiap karena 2 jam lagi aku akan dijemput oleh Om.

Waktu berlalu begitu cepat, tiba-tiba saja Mita, anak kamar sebelah, mengabari kalau Om sudah ada didepan asrama menunggu aku turun. Dengan cepat aku pun segera membawa barang-barangku dan berjalan cepat menuju depan asrama. Dengan tergopoh-gopoh, aku menyapa Om dan kak Azzam sembari tersenyum lebar. Kak Azzam dengan baik hatinya kemudian mengambil tasku dan membawanya menuju bagasi mobil.

“Makasih kak Azzam,” ucapku sopan sembari menunduk tak berani menatapnya. Kak Azzam pun hanya mengangguk tipis membalas ucapanku.

Dengan cepat aku lalu masuk ke mobil menyusul Om yang sudah lebih dulu masuk mobil. Kak Azzam kemudian menyusul, dia tidak duduk di sampingku, dia duduk di kursi depan dekat kursi pengemudi. Alhamdulillah, batinku. Kadang aku merasa kak Azzam sangatlah peka. Dia menyadari bahwa aku sedikit kurang nyaman berdekatan dengannya, oleh karena itu kak Azzam sengaja duduk di kursi depan untuk menjaga jarak denganku.

Perjalanan pun dimulai, tanpa ada suara sedikitpun diawalnya lalu kemudian Om pun mulai membuka percakapan dengan menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan asrama kepadaku dan tentang perkuliahan kepada Kak Azzam.

“Gimana asramanya Lea? Nyaman?” Tanya Om padaku. Aku lalu mengangguk semangat,

“Iya Om! Lea alhamdulillah sudah nyaman dengan asrama. Teman-teman dan kakak-kakak juga baik sama Lea.” Ujarku dengan semangat. Om dan kak Azzam hanya tersenyum melihat aku yang begitu bersemangat menceritakan tentang asrama. Om kemudian beralih pada kak Azzam,

“Kalau Azzam gimana? Universitasnya udah ada yang dipilih? Persiapannya udah sampai mana?” Tanya Om. Kak Azzam kemudian mengangguk dan tersenyum tipis lalu menjawab,

“Azzam udah 50% persiapannya papa, untuk beasiswa udah Azzam apply juga. Untuk universitas Azzam milih UGM sama Unair, menurut papa gimana?” tanya kak Azzam. Om hanya mengangguk dan berkata,

“Papa sih terserah kamu, kamu udah gede, jadi kamu tau mana yang baik dan mana yang buruk buat masa depan kamu.” Ujar Om sembari menepuk pelan baru kanan kak Azzam. Aku pun hanya menyimak disaat kedua lelaki itu tengah berbicara serius, kak Azzam sangat merencanakan ya batinku. Aku pun memutuskan untuk tidur karena topik ini terdengar sangat membosankan, apalagi guncangan pelan yang disebabkan oleh mobil membuatku semakin merasa mengantuk. Aku pun semakin terlelap, percakapan antara Om dan kak Azzam bagaikan dongeng tidur siang yang sangat indah, aku pun terlelap sepenuhnya saat tak terdengar lagi suara Om ataupun kak Azzam. Tak terasa, tiba-tiba aku mendengar sayup-sayup suara kak Azzam,

“Lea, bangun. Udah sampe ini,” ujarnya. Aku pun segera bangun lalu segera turun dari mobil dan menurunkan barang-barangku dari dalam bagasi. Sampai dirumah aku mendapat sambutan hangat dari Ibu dan bibi. Dengan senyum malu-malu aku pun segera menuju kamar yang telah disiapkan untukku. Dengan gerakan cepat aku membereskan seluruh barang-barangku. Setelah selesai membereskan barang-barangku, aku pun segera keluar kamar untuk sekedar basa-basi demi dapat mendekatkan diri kepada anggota keluarga dirumah ini.

Hari-hari dirumah berlalu begitu saja tanpa ada hal istimewa yang terjadi. Rutinitas rutin yang itu-itu saja selalu lalu aku lakukan selama dirumah. Dalam seminggu aku mengikuti bimbingan belajar selama enam kali, tiga kali fisika dan tiga kali matematika. Selama liburan aku hanya berada di rumah, selain karena adanya bimbingan belajar hal ini juga terjadi karena aku tidak punya teman untuk diajak keliling kota untuk sekedar healing. Terkadang saat aku merasa bosan, sesekali aku akan mengambil jalan-jalan pagi atau sore hanya untuk sekedar pergi ke Alfamart membeli jajan sembari menikmati udara di sekitar rumah lalu kembali dan menonton TV bersama Rizki dan Jilan.  

Hingga tiba hari mama memintaku untuk mengambil sepatu dan seragam yang kutinggalkan begitu saja diasrama. Saat itu mama tiba-tiba meneleponku selepas isya dan memintaku untuk mengambil seragam dan sepatu yang kutinggalkan diasrama. Dengan berat hati aku pun mengiyakan permintaan mama, dan di malam itu juga aku untuk pertama kalinya berinsiatif untuk menemui kak Azzam untuk meminta pertolongannya. Walaupun kami tinggal dalam satu atap, kami jarang bertemu, kak Azzam yang punya banyak teman selalu pergi jalan-jalan dengan temannya setiap sore dan akan kembali saat tengah malam, itulah alasan mengapa kami jarang bertemu. Aku pun merasa sedikit malu mendatanginya seperti saat ini, mungkin saat ini kak Azzam sedang beristirahat karena semalam kak Azzam pulang pukul 02.00 pagi. Namun dengan langkah pasti aku pun memutuskan pergi ke kamar kak Azzam. Aku sempat berhenti di depan pintunya karena takut, namun kemudian aku pun memberanikan diri mengetuk pintu kamarnya.

Tok tok tok…

“Kak Azzam?” ujarku memastikan dia berada dikamarnya atau tidak. Suaraku sedikit tenggelam karena gugup. Namun tak lama kemudian terdengar suara yang menyahuti panggilanku dari dalam kamar.

“Ya, sebentar.” Bersamaan dengan sahutan itu, pintu kamar terbuka, menampilkan kak Azzam yang tengah memakai kaos abu dan celana pendek, wajahnya terlihat baru bangun dan kelelahan. Aku pun merasa tak enak,

“Maaf kak, Lea ganggu ya?” Tanyaku, khawatir. Kak Azzam pun menggeleng,

“Nggak, Lea kenapa dateng?” Tanya kak Azzam. Aku pun dengan segera menyatakan hal yang ingin aku katakan.

“Anu kak, ini, besok apa kakak ada waktu? Mungkin.. sekitar jam 9 pagi?” Tanyaku memastikan. Terlihat kak Azzam berpikir sejenak kemudian tersenyum hangat padaku,

“Nggak, kenapa?” ujarnya sembari tersenyum. Sedikit takut, tapi aku pun mengatakan dengan yakin,

“Lea besok mau minta tolong kakak anterin Lea ke sekolah, buat ambil beberapa barang yang ketinggalan. Apa kakak bisa?” tanyaku takut.

“Oh, bisa kok. Jam 9?” Tanyanya memastikan. Dengan gembira aku pun mengangguk sembari tersenyum cerah kepadanya. Setelah itu aku memutuskan untuk kembali ke kamar.

“Oke deh kalau gitu kak, Lea balik ke kamar dulu, makasih sebelumnya ya kak.” Ucapku kemudian berlalu pergi.

Hari esok telah datang. Aku melihat jam tanganku, udah jam 8 batinku. Dengan bergegas akupun segera mandi dan bersiap untuk pergi ke sekolah. Setelah mandi dan bersiap selama beberapa menit, aku pun kembali melihat jam tanganku. Jarum panjang sudah menunjukkan pukul 9, aku pun segera bergegas keluar dan menunggu kak Azzam bersiap.

Sekitar 10 menit kemudian, kak Azzam keluar, bersiap dengan jaket kulit warna jingga tua, dan celana kulit berwarna coklat muda.

“Ayo?” ajaknya, memastikan kesiapanku. Aku pun segera berdiri dan mengangguk senang.

“Iya kak,” ucapku membalas ajakannya.

Setelahnya aku dan kak Azzam kemudian pergi dengan mengendarai motor, aku duduk di belakang kak Azzam sembari memegang erat jaket yang ia kenakan. Angin pada hari itu bertiup sangat kencang ditambah lagi kak Azzam yang mengendarai motor dengan kecepatan tinggi membuatku semakin mengeratkan genggamanku pada jaketnya. Berkat kak Azzam ngebut aku pun dapat dengan cepat sampai ke sekolah. Dengan segera aku kemudian pergi ke kamarku lalu mengambil barang-barang yang aku perlukan. Kami pun pulang setelah aku selesai dengan membawa barang-barangku. Selama perjalanan aku merasa sangat canggung, aku hanya beberapa kali berusaha mencairkan kecanggungan itu dengan menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan sekolah kepada kak Azzam. Hingga kami pun sampai dirumah. Setelah mengatakan terima kasih aku pun pergi masuk ke dalam rumah meninggalkan kak Azzam yang tengah memasukkan motor ke dalam garasi.

***

2 minggu telah berlalu terhitung sudah 8 hari semenjak hari dimana aku meminta kak Azzam mengantarkanku ke asrama. Kini saatnya aku pulang kembali ke asrama. Tentu, kak Azzam juga ikut. Setelah aku sampai di asrama, aku menghabiskan 4 jam pertama setelah kepulanganku ke asrama dengan membereskan semua barang-barangku lalu memutuskan untuk beristirahat akibat kelelahan.

Semenjak kepulangan aku merasa semakin nyaman dan terbiasa dengan kehidupanku diasrama. Damai, dan tenang. Hingga tiba saat dimana masalah besar datang kepadaku. Tiba-tiba saja Mita, anak kamar sebelah, yang kini telah jadi teman kamarku membawakan sebuah berita dengan tergopoh-gopoh,

“Lea! Lea!” Teriaknya. Aku pun segera menengok melihat ke arahnya kemudian dengan bingung aku pun bertanya,

“Kenapa Mit?” Tanyaku bingung. Mita kemudian duduk kemudian menepuk bahuku sembari bernafas kasar sebelum mengatakan hal yang ingin ia katakan,

“Huh, Lea, kamu tau nggak? Tadi aku denger kamu diomongin sama kakak-kakak kelas 12!” ujarnya heboh. Aku yang saat itu tengah membereskan lemariku, sedikit kaget. Aku pun segera menghentikan kegiatanku sebentar karena merasa tertarik dengan berita yang dibawa oleh Mita.

“Hah? Aku diomongin apa? Sama siapa?” Tanyaku penasaran. Aku bukanlah tipikal anak yang suka mendengar atau membicarakan rumor yang sedang panas diantara para siswi. Aku hanya tertarik berbicara sesuatu yang dapat berguna bagiku kedepannya, namun kali ini aku tak bisa menahan diri untuk tidak mengetahui tentang berita ini karena berita ini kedengaran sangat menarik dan tentu saja karena ada ‘aku’ di dalamnya.

“Sama gengnya kak Yulia, katanya kamu jadi pelakor gegara deketin kak Azzam!” Ujarnya panik. Aku kaget. Sangat kaget. Kapan aku deketin kak Azzam sampai disebut pelakor? Batinku bertanya. Sekeras mungkin aku berusaha memikirkan peristiwa yang dapat membuatku disebut sebagai pelakor. Karena tak mendapat petunjuk apapun aku lalu bertanya pada Mita,

“Emang kata kakak-kakak itu aku ngapain sama kak Azzam?” Tanyaku sedikit marah karena aku merasa tak pernah melakukan hal aneh seperti itu.

“Katanya kamu boncengan sama kak Azzam, kamu peluk kak Azzam, yang aku denger sih gitu,” bisik Mita. Tiba-tiba peristiwa dimana aku dan kak Azzam naik motor bersama melintas di otakku. Ah, itu rupanya batinku sembari menghembuskan nafas berat. Aku pun tersenyum tipis lalu menepuk pelan bahu Mita,

“Udah, aku tau kenapa aku diomongin. Besok aku ketemu sama kak Yulia deh kalau gitu, sepertinya kak Yulia butuh klarifikasi.” Ujarku masih mempertahankan senyuman tipis sembari berusaha menenangkan Mita yang nampak kelelahan dan panik. Mita kemudian mengangguk kemudian menatapku cemas dan berkata,

Good luck ya” ujarnya dengan nada cemas sekaligus menyemangati. Aku hanya tersenyum lalu mengangguk berusaha meyakinkan Mita bahwa aku bisa mengatasi masalah ini.

Keesokan harinya aku pun berniat bertemu dengan kak Yulia, namun belum saja sempat bertemu  hal tak terduga terjadi padaku. Selama seharian itu orang-orang terus mengabaikan aku. Apalagi disaat aku bertanya tentang keberadaan kak Yulia, semua orang tiba-tiba saja menganggap bahwa mereka tidak mengenaliku. Aku merasa bingung karena perubahan itu. Kejadian itu terus terjadi selama lebih dari seminggu. Dari yang awalnya aku hanya dijauhi kemudian bertambah hingga aku dicibir dan dipersulit oleh geng kak Yulia. Aku pun bertanya-tanya, hingga aku mendengar rumor tentang aku. Ternyata geng kak Yulia menyebarkan rumor aneh diantara teman-teman angkatanku bahkan kakak kelas, hingga banyak kakak kelas dan teman-teman angkatanku yang tidak menyukaiku. Alhasil mereka dengan terang-terangan menjauhi dan menatapku dengan sinis. Aku pun hanya menghembuskan nafas kasar dan dengan lesu aku kembali menuju kamarku.

 

***

Sebulan sudah rumor itu menyebar dikalangan penghuni asrama putri. Aku pun selama sebulan itu hanya menyendiri, terkadang Mita mengajakku pergi jalan-jalan bersama namun aku menolak, aku takut Mita akan dikucilkan karena dekat denganku. Tak lama setelah itu, kak Yulia datang menemuiku. Pertemuan yang sangat heboh, menurutku. Pertemuan dengan kak Yulia hari itu sedikit membuatku ngeri. Hari itu kak Yulia membawa gengnya dan memojokkan aku disaat kamarku sedang kosong dan hanya ada aku di kamar. Dengan kasar kak Yulia mendobrak pintu kamarku dan meneriaki namaku.

DUBRAK

Aku sangat terkejut akan hal itu, dan lebih terkejut lagi karena aku tiba-tiba didorong cukup kuat oleh kak Yulia, lalu kak Yulia pun menatap sinis dan marah padaku. Ketakutan seketika menjalar kesekujur tubuhku, tanganku bergetar hebat dan air mukaku berubah pucat. Dengan terbata-bata aku bertanya,

“K-kak, k-k-kenapa ya?” cicitku.

“LO! Gatel banget sih jadi cewek, heran gue!” keningku mengkerut. Apa aku baru saja dikatain? Batinku kaget. Dengan ragu aku berdiri. Aku meringis disaat aku merasa kakiku terkilir. Sepertinya kak Yulia mendorongku saat aku masih belum siap. Tentu saja aku belum siap. Manusia mana yang sudah siap saat dirinya akan dilabrak?

Tanganku masih tetap bergetar hebat, jantungku berdegup kencang, namun dengan lantang aku bertanya letak kesalahanku,

“Maaf kak, salah saya apa ya kak?” Tanyaku bingung.

“Sialan lo! Lo ngapain deket-deket sama Azzam hah?! Lo tau kan gue pacarnya Azzam, masih lo mau deketin dia?! Sadar! Lo jelek, Azzam nggak bakal mau sama lo!” Apa ini? aku bingung. Pikiranku bertanya-tanya, berusaha berpikir keras kenapa kak Yulia yang notabenenya kalem, cantik dan idaman lelaki tiba-tiba berubah menjadi brutal seperti ini. Sekilas ingatan melalui otakku. Ah masalah itu kayaknya batinku. Sembari menghembuskan nafas berat aku pun menyatakan klarifikasi atas masalah ini,

“Kak, saya sama kak Azzam nggak pelukan, dan saya juga tidak ada hubungan apapun dengan kak Azzam.” Ujarku menegaskan. Kak Yulia tersenyum sinis setelah mendengar pengakuanku.

“Lo nggak usah bohong. Gue lihat lo peluk Azzam diatas motor. Azzam bukan tipe cowok yang mau dideketin sama cewek gatel jadi mending lo jauh-jauh aja deh dari Azzam.” Ujar kak Yulia sinis. Aku lelah berurusan dengan manusia tak tau malu seperti ini. Dengan santai aku membalas perkataanya,

“Kalau gitu mari kak, kita ketemu kak Azzam sekarang. Biar kakak bisa minta keterangan dari kak Azzam yang waktu itu berada diatas motor sama saya.” Ujarku memutuskan. Dengan senyum sinisnya, kak Yulia menyetujui pendapatku.

“Ayo!” ujarnya tak santai. Aku pun hanya mengangguk pasrah sembari mengekori kak Yulia dan gengnya.

Kami pun segera menuju luar asrama untuk bertemu dengan kak Azzam, alhamdulillah kala itu kak Azzam kebetulan sedang lewat. Dengan cepat kak Yulia menghentikan langkah kak Azzam dan langsung bermanja pada kak Azzam, di hadapanku. Aku hanya menunjukkan wajar datar tak peduli. Mau dia salto, guling depan atau kayang sekalipun, aku tetap tidak peduli. Aku pun segera mengambil langkah dan memanggil kak Azzam,

“Kak, maaf. Boleh Lea minta waktunya sebentar? Ada yang harus Lea, kakak dan kak Yulia bicarakan.” Ujarku dengan nada serius. Terlihat kak Azzam sedikit kaget dengan perubahan sikapku, dari aku yang biasanya hanya menunduk tak berani menatap, kini aku menatap tajam dan serius ke arah kak Azzam.

“Iya? Kenapa?” tanyanya terlihat sedikit khawatir. Saat aku ingin membuka mulut mengeluarkan kalimat yang sudah aku susun diotakku, tiba-tiba kak Yulia langsung dengan cepat memotong perkataanku.

“Zam, dia gatel ke kamu kan? Aku lihat dia peluk kamu waktu kamu boncengan sama dia kemaren,” ujar kak Yulia dengan wajah memelas. Kak Azzam terlihat kaget dan marah. Sudah kuduga kak Azzam tidak akan berpihak pada kak Yulia. Dengan wajah yang terlihat marah kak Azzam pun angkat suara.

“Lea peluk saya karena saya yang suruh. Dan jangan pernah sekalipun kamu mengatai Lea seperti itu. Bukannya kamu yang harus malu? Jelas-jelas yang sedang gatel  ke saya itu kamu, bukan Lea.” Ujar kak Azzam tegas. Itu membuat aku tiba-tiba merasa sangat terharu, aku tak menduga kak Azzam akan berkata seperti itu pada pacarnya sendiri. Dan kala itu depan asrama tiba-tiba saja menjadi agak ramai. Semua orang yang menyaksikan dan mendengar apa yang kak Azzam katakan tentu memperlihatkan raut wajah kaget.

Kak Yulia pun juga terlihat kaget sampai-sampai kak Yulia melangkah mundur pelan dan lemas kemudian menatap kak Azzam dengan wajah tak percaya. Teman-teman kak Yulia pun akhirnya menuntun tubuh kak Yulia yang terlihat lemas untuk segera pergi dari sana. Takut kak Yulia semakin tak terkendali.

“Gitu kamu Zam sama pacarmu.” Bisik teman-teman kak Yulia menusuk sebelum membawa kak Yulia pergi dari sana.

Kak Azzam nampak tak peduli dan malah langsung berbalik menghadapku dengan wajah khawatir.

“Kamu nggak kenapa-napa kan? Dia nggak pukul atau apain kamu kan?” tanya kak Azzam khawatir. Aku tersenyum hangat, dan menjawab,

“Nggak apa apa kak, cuma didorong dikit. Makasih atas bantuannya kak.” Ucapku. Dengan senyum manis kak Azzam pun berkata,

“Itu salah aku, aku seharusnya putus sama dia sejak kejadian kayak gini terjadi setahun yang lalu. Dia emang posesif yang berlebihan, seharusnya aku nggak bawa-bawa kamu ke dalam masalah ini, maaf Lea.” Ujar kak Azzam menyesal.

“Nggak apa apa kak, dijadiin pembelajaran aja.” Ujarku tersenyum.

Hari itu masalah langsung terselesaikan. Aku pun memikirkan awal mula masalah ini. Semua ini hanyalah berawal dari mata yang melihat suatu kejadian kemudian pikiran yang memikirkan kemungkinan-kemungkinan mengapa hal itu terjadi, dan yang terakhir adalah hati, yang merasa iri dan cemburu karena dikuasai oleh kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat menjadi alasan kejadian itu terjadi. Aku pun hanya menggeleng merasa kasihan pada kak Yulia yang dikuasai oleh rasa cemburu begitu mudahnya. Aku pun berlalu pergi meninggalkan kak Azzam setelah berterima kasih padanya. Hari-hariku pun kembali damai. Teman-teman serta kakak-kakak yang dulunya tidak menyukaiku kini satu persatu menyukaiku serta menolongku disaat aku memerlukan pertolongan. Kak Yulia? Dia sudah putus dengan kak Azzam, lagian kak Azzam juga tidak mau berpacaran karena itu zina, namun karena kebrutalan kak Yulia akhirnya kak Azzam menyetujui keputusan berpacaran dengan kak Yulia. Aku dan kak Azzam juga semakin dekat. Kami sudah tidak secanggung dulu lagi. Kami bahkan sudah saling terbuka akan masalah-masalah yang menimpa kami, dan berdiskusi cara menyelesaikannya. Masing-masing dari kami melanjutkan kisah kami sendiri, ada yang memiliki sad ending dan ada juga yang memiliki happy ending. Semua itu tergantung dari cara masing-masing kami dalam menentukan jalan kisah kami. Jalan kisahku? Tentu akan aku usahakan happy ending.

 

Postingan populer dari blog ini

Teks Ceramah

 A. Definisi dan Ciri-Ciri Ceramah     1. Definisi Ceramah          Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ceramah adalah pidato oleh seseorang di hadapan banyak pendengar mengenai suatu hal atau pengetahuan. Ceramah juga berarti penuturan bahan pembelajaran secara lisan. Ceramah merupakan pidato yang bertujuan untuk memberikan nasihat dan petunjuk mengenai suatu permasalahan kepada audiensi yang bertindak sebagai pendengar. Secara umum, ceramah mempunyai pengertian tentang suatu kegiatan berbicara di depan umum dalam situasi tertentu untuk tujuan tertentu dan kepada pendengar tertentu.         Pada dasarnya, pidato, ceramah, dan khotbah memiliki persamaan, yakni pengungkapan pikiran di hadapan banyak orang. Namun, dalam pelaksanaannya, antara pidato, ceramah, dan khotbah memiliki perbedaan. Pidato sering kita ikuti dalam acara-acara resmi, misalnya seminar, rafat pleno,. Ceramah diadakan untuk acara-acara tert...

Teks Laporah Hasil Observasi

            Sebuah laporan hasil observasi dapat disajikan dalam bentuk teks tertulis maupun teks lisan. Kamu sering melakukan observasi atau pengamatan, tetapi belum memahami cara menyusun teks laporannya dengan baik. Untuk itu, kamu perlu memerhatikan penyusunan laporan hasil observasi yang kamu dengar atau kamu baca dari media televisi, koran, majalah, atau internet. A. Pengertian, Ciri-Ciri, Sifat, dan Contoh Teks Laporan Hasil Observasi 1. Pengertian Teks Laporan Hasil Observasi          Teks laporan hasil observasi adalah teks yang berisi penjabaran umum mengenai sesuatu yang didasarkan pada hasil kegiatan observasi/pengamatan. Kegiatan observasi merupakan kegiatan pengumpulan data atau informasi melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat di lapangan atau lokasi. 2. Ciri-Ciri Teks Laporan Hasil Observasi     Teks laporan hasil observasi memiliki ciri-ciri yang membedakann...

ANEKDOT

A. Definisi. Ciri, dan Jenis Anekdot   1. Definisi Teks Anekdot     Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, anekdot adalah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau orang terkenal dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Orang-orang penting yang diceritakan dalam anekdot bermacam-macam, seperti tokoh politik, sosial, dan agama.  Sementara itu, peristiwa yang diceritakan dalam anekdot merupakan peristiwa nyata dalam kehidupan sehari-hari. Namun seiring perkembangan zaman anekdot juga digunakan untuk menceritakan tokoh dan peristiwa fiktif.     Anekdot mengandung humor. Humor dalam anekdot dibentuk dengan kelucuan atau kekonyolan tokoh. Tindakan ataupun ucapan tokoh menimbulkan humor karena adanya peristiwa ganjil yang mendasarinya. Humor juga dapat diciptakan melalui permainan kata, makna, ataupun pelesetan terhadap suatu kata ataupun frasa.     Humor dalam anekdot bukan hanya bersifat menghibur. Bia...