Langsung ke konten utama

KITA YANG BERBATAS


Mentari begitu terik, serasa dunia ini adalah panggangan yang terpanas. Tapi panasnya bumi ini seakan tak mampu mengelakan fakta siang ini aku harus kembali ke sekolah. Dengan langkah yang berat ku tinggalkan asrama. Sekolah yang tak seberapa terasa begitu jauh bagiku untuk sampai.

            “ El, panas banget ya? Perasaan kita baru wudhu tapi keringet udah ngucur aja.” Ku usap kasar peluh yang mengalir di keningku.

            “ Saya juga rasa, kok. Kapan ya hujan? Lama banget gak hujan disini,” perempuan yang sebaya disampingku ini ikut mengeluh dengan cuaca hari ini. Akupun berharap nanti hujan akan turun.

            “ Harap saja nanti dikelas AC sudah menyala, hahaha.” Itu hanya lawakan yang ku aminkan dalam hati.

            “ Aamiin aja deh, haha” balasnya ikut tertawa.

            Takku pungkiri jika aku adalah anak yang sangat beruntung bisa lulus disekolah yang banyak orang impikan untuk mendapatkannya dan berada ditengah-tengah orang-orang yang begitu dekat dengan Allah. Lebih-lebih aku bersyukur aku bisa mendapatkan ilmu yang anak lain tak bisa dapatkan, seperti kajian malam, tahfizh, dan ajaran agama lainnya.

            Aku mulai memelankan langkahku, tangga yang baru saja ku lalui seakan menguras habis energi yang kudapat dari makan siang tadi. Kelasku sudah tak jauh, berharap AC menyala telah terbayang olehku.

            Ya, kelasku memang dilengkapi AC itu bukanlah bualan semata. Orang-orang bilang sekolahku adalah sekolah elite Internasional. Tetap saja semuanya perlu dibenahi agar menjadi lebih baik.

            Kekagetan yang tak bisa ku bendung, disana sudah bertengger guru Bahasa indonesiaku. Duh, mampus aku terlambat datang.

            “ El, kita telat.”

            Elisa bahkan tak dapat berkata apa-apa. Dengan kepala tertunduk ku beranikan mengetuk pintu, harap harap pak guru tak menghukum kami. Kami telat 5 menit dari seharusnya. Dengan kekuatan yang masih ku punya, ku dorong pelan pintu kayu dihadapanku. Decitan pintu ini bahkan mengalihkan semua pandangan teman-teman dikelas jadi menatapku yang baru saja melewati batas “ no shoes on” dibawahku.

            “ Assalamu’alaikum, pak.” Aku masuk sambil menarik tangan Elisa di belakangku.

            “ Walaikumsalam,” jawab pak Puad—itu nama guru Bahasa Indonesiaku—  menyambut uluran tanganku untuk bersalaman. Seperti biasa, prosesi setiap kali murid bertemu dengan gurunya.

            “ Elisa, Laila? Kok terlamabat? “ tanya pak Puad.

            Apa yang harus aku jawab, tak mungkin ku katakan tadi aku dan Elisa sediki berleha-leha sebelum berangkat. Ya sekedar menambal mukaku pakai bedak pantat bayi saja, tanpa ginju nenekku, kok.

            “Maaf, pak.” Jadilah itu jawabanku.

            Memang bebal aku ya, sudah tak jujur pada guru sendiri. Hilanglah keberkahan ilmuku hari ini. Mungkin hampir setiap kali guru masuk, roh-roh setan jahat menduduki kelopak mata kami, sampai kantuk kami berebut ingin ditidurkan.

            Tapi tenang bung, aku suka Bahasa Indonesia tapi tergantung materinya apa juga, sih. Untunglah ini pelajaran terakhir hari ini, sudah siap kasurku minta ditiduri habis ini. Dan, pelajaran pak Puad terus berjalan hingga pukul 15.00.

            Sekitar 15.09 aku sampai di Asrama menelusiri koridor kamarku. Rasa lelah, ngantuk, dan lapar sudah memenuhiku. Tidur itu pilihan, tapi sholat Ashar kepastian, karena ini sudah azan. Dengan larian kecil ku berlari menuju keran belakang, semoga air disana sudah mengalir. Jangan tanya tentang air pada anak pondok, masalah kami sama. Ditambah lagi sekarang musim kemarau berkepanjangan, sangat panjang malah.

            Baru saja aku balik ke kamar pasang mukenah, sudah saja iqomah menggema melawati telingaku.

            “Allahu Akbar!” teriakku sambil berlari. Bayang-bayang mendapat point sholat membuatku lari seperti ceking di Ronaldowati. Jangan sampai tercoreng namaku dengan point. Sebenarnya aku gak demen kalo sholat kok dipoin-poin. Dan setelah sholat aku mengaji sebentar sebelum ekskul, itulah yang hampir tiap hari menjadi rutinitasku, bosan tidak kau pikir?

Pulang ekskul sekitar1 17.30 yah lewat ssedikit, sih. Duh, lapar yang ku tahan dari siang akhirnya terbayarkan.

            “ Annet, makan yuk! Lapar nih saya dari siang,” ajakku pada salah satu temanku di ekskul.

            “ Gak makan siang kau yah, Laila. Nah, baru tau lapar kau sekarang? “ Jangan heran dengan aksen yang di gunakan Annet, dia salah satu orang NTT yang bersekolah disini.

            “ Yaelah, pake ngomel-ngomel aja kamu, ayok ah, kita makan.” Kutarik paksa tangan Annet.

            “ Ya Allah, Laila. Woi ini tangun ku, bukan tali kambing yang kau tarik,”

            “ Iya iyaaa,”

            Aku dan Annet masuk, ruang makan ini terasa begitu sempit dan ramai sekali. Banyak yang berdesak-desakan untuk mengambil nasi dan lauk. Jika aku tidak lapar, mungkin aku mau balik ke asrama. Tidak hanya itu, tapi disini sangatlah berisik, biasalah kami semua adalah perempuan.

            Setelah makan tadi, aku memilih untuk siap-siap dan pergi sholat. Senja yang hampir tenggelam di peraduannya seakan menunjukkan waktu sudah malam. Santriwan dan santriwati tampak khusuk mengaji, inilah rutinitas kami, setiap hari.

            Ba’da isya, bukan serta merta kegiatan belajar hari ini selesai, tapi setelah ini kegiataku dilanjutkan dengan Kajian Malam Kitab. Biasanya aku dan kawan-kawan lainnya akan kajian di lobby asrama untuk yang kajian Safinatunajah. Berbagai ekspresi ku temukan disana dari yang gembira, biasa saja, yang mengantuk, hingga yang tidur juga ada. Tak ku pungkiri sampai ada yang mengantuk dan tertidur. Akupun menjadi bagian yang mengantuk menghandiri kajian malam ini. Tetap ku dengarkan Ustazah menjelaskan didepan. Hingga kajian berakhir jam 9 kurang.

            “ Tantri, bangunin saya jam 10 ya, saya mau tid……..”

“ 11-A IPS kumpul di Aula Praktik Drama….!” belum lagi rampung ucapanku, terdengar salah seorang memanggil agar kelas 11 IPS-A berkumpul di Aula, itu kelasku.

“ Ya Allah!!!, “ itu sahutanku bukan karena tak mau pergi, tapi satu yang teriak malah merembet ke orang yang lain juga ikut teriak. Dan, asrama putri ini benar benar berisik!

Dengan langkah lunglai, aku mengambil jaket dan kaos kaki di lemari, siap-siap pergi.

“ Assalamu’alaikum, ada Laila? “ ku alihkan pandanganku ke arah pintu. Ku temui Elisa dan Indah yang berdiri didepan pintu.

“ Semangat, La. Yuk ah kita pergi, nanti yang lain ngomel. ” Mataku masih ku usahakan untuk terbuka sempurna, sekedar mendengar suara Indah yang memberiku semangat.

Langkahku terasa berat sekali. Kantuk yang kutahan dari siang itu seperti menyerangku bertubi-tubi.

“ Aku ngantuk banget, Elisaa, Indah!”

“ Yaudah, sih ya, Laila kamu sabar aja.” Hatiku tak selaras dengan ucapan Elisa, walaupun akhirnya ku “ iya” kan dengan anggukan kepalaku.

_0_0_

            “ Bangun! Bangun! Bangun!, ayooo! Sholat subuh ini sudah iqomoah!, pada bangunnnn!” langsung ku dudukan diriku, masih mengumpulkan nyawa dari tidurku.

            Apa? Apa tadi ustazah bilang? Sudah  iqomah?!

            Ku lirik jam beker disampingku, astaga ini baru jam setengah 3, ini waktu sholat tahajud. Tapi, aku masih mengantuk ini tak bisa kutahan. Ku jatuhkan kepala ku diatas bantalku, betapa nik…

            “Assalamu’alaikummm! Siapa disini yang sholat! Bangunnn! “ suara ustazah membuat berjenggit kaget, astaga mimpi apa aku semalam.

“ Astaga, Ya Allah,” Semalam, aku pulang kumpul sekitar jam 10 lewat sedikit, setelah itu membuat powerpoint kelompok SKI itupun belum selesai, karena laptop yang harus di kumpulkan sekitar jam 11. Kemudian menyiapkan buku untuk besok, barulah aku dapat tidur. Dan faktanya, aku belum belajar maksimal untuk ulangan Sejara Wajib besok, aku sudah tak tahan dan memilih tidur, daripada besok sakit.

Aku tak akan menyalahkan siapapun jika aku sakit, karena aku yang lalai. Aku di asramakan itu berarti apa yang ku lakukan itu terbatas dan sudah teratur sebagaimana seharusnya. Karena, kita yang berbatas. Berbatas kewajiban, berbatas keinginan, berbatas hak, dan tugas kita melakukan apa yang diperintahkan. Benar?

            “ saya ustazah, Ega dan Fitri gak sholat ustazah.” Jawabku pada ustazah akhirnya. Rasa kantuk itu seperti benar-benar sudah hilang berkat teriakan ustazah.

            Setelah dari kamar mandi dan siap-siap, aku pergi ke musholla. Terlihat anak-anak Takhossus—tahfiz khusus yang memiliki target hafalan per semester—disana mereka sedang terlihat menghafal dan sholat Tahajud. Jadi minder kalau mau kesana sekarang. Tapi, gak mungkin balik juga, kan? Jadi, ku putuskan untuk melanjutkan ke musholla. Ku laksanakan sholat Tahajud, ya walaupun sedikit-sedikit ngantuk. Sambil menunggu subuh, aku memilih untuk menghafal walaupun hanya 1 atau 2 ayat.

            Tak lama kemudian, Azan subuh berkumandang. Sedikit demi sedikit santriwan dan santriwati berdatangan ke musholla, hingga iqomah. Sholat subuh kali ini cukup lama, karena di imami oleh ustad Khairil—salah satu Usatad—yang bacaannya panjang sekali. Biasanya aku dan kawan-kawan akan sarapan dulu setelah sholat, barulah kami balik ke asrama.

            Di jalan menuju Asrama, aku merasa sedikit aneh dengan perutku. Sepertinya aku sakit perut, ingin BAB, rasanya sih, ya begitu.

            “ Kak, Reka. Sakit perut, mau duluan ya, pengin boker,” ucap ku pada kak Reka—salah satu kakak kelasku—yang berada disampingku.

            “ Emangnya, ada air?” tanyanya.

            “ Udah saya tampung tadi, kak. Yaudah Laila duluan ya, bye!” secepat kilat ku berlari.

            Ku buka pintu kamar dengan kasar dibarengi dengan salam juga, sih. Dan teman-teman kamar ku kaget, maaf kan aku kawan.

            “ Giapa yang ada di kamar mandi?” tanyaku.

            “ Gak ada, La.” Jawab Fitri.

            “ Ada air ngalir, gak?”

            “ Gak ada kak Laila,” jawab Ega.

            “ Alhamdulillah untung aja aku udah nampung” ucapku dalam hati.

            Aku masuk ke dalam kamar mandi, betapa kagetnya aku dan aku keluar.

            “ Siapa yang pake air tampungan di ember pink?” itulah yang membuat aku kaget.

            “ Desi kak, maaf tadi airnya gak ngalir, Desi pake mandi, kak” balasnya.

            “ Hah! Oh oke, oke Ya udah gak papa,” balasku, jujur aku tak bisa marahi adik kelas.

            Lalu sekarang aku harus BAB pakai air apa? Air bahkan sudah gak ngalir, yang pasti kamar lain gak akan menerimaku untuk BAB di kamarnya. Karena kita sama-sama krisis air.

            Dan aku memilih untuk siap-siap dan pergi sekolah, menahan juga gak papa deh. Maafkan aku ya bapak/ibu guru jika nanti aku tak maksimal dalam KBM hari ini. Semoga aku tahan sampai air ngalir lagi dan semoga saja bapak/ibu guru mau mengerti jika nanti aku sedikit tertidur dikelas, mungkin? Maaf bapak/ibu guru.

 

           

 

 

 

 

Postingan populer dari blog ini

Teks Ceramah

 A. Definisi dan Ciri-Ciri Ceramah     1. Definisi Ceramah          Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ceramah adalah pidato oleh seseorang di hadapan banyak pendengar mengenai suatu hal atau pengetahuan. Ceramah juga berarti penuturan bahan pembelajaran secara lisan. Ceramah merupakan pidato yang bertujuan untuk memberikan nasihat dan petunjuk mengenai suatu permasalahan kepada audiensi yang bertindak sebagai pendengar. Secara umum, ceramah mempunyai pengertian tentang suatu kegiatan berbicara di depan umum dalam situasi tertentu untuk tujuan tertentu dan kepada pendengar tertentu.         Pada dasarnya, pidato, ceramah, dan khotbah memiliki persamaan, yakni pengungkapan pikiran di hadapan banyak orang. Namun, dalam pelaksanaannya, antara pidato, ceramah, dan khotbah memiliki perbedaan. Pidato sering kita ikuti dalam acara-acara resmi, misalnya seminar, rafat pleno,. Ceramah diadakan untuk acara-acara tert...

Teks Laporah Hasil Observasi

            Sebuah laporan hasil observasi dapat disajikan dalam bentuk teks tertulis maupun teks lisan. Kamu sering melakukan observasi atau pengamatan, tetapi belum memahami cara menyusun teks laporannya dengan baik. Untuk itu, kamu perlu memerhatikan penyusunan laporan hasil observasi yang kamu dengar atau kamu baca dari media televisi, koran, majalah, atau internet. A. Pengertian, Ciri-Ciri, Sifat, dan Contoh Teks Laporan Hasil Observasi 1. Pengertian Teks Laporan Hasil Observasi          Teks laporan hasil observasi adalah teks yang berisi penjabaran umum mengenai sesuatu yang didasarkan pada hasil kegiatan observasi/pengamatan. Kegiatan observasi merupakan kegiatan pengumpulan data atau informasi melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat di lapangan atau lokasi. 2. Ciri-Ciri Teks Laporan Hasil Observasi     Teks laporan hasil observasi memiliki ciri-ciri yang membedakann...

ANEKDOT

A. Definisi. Ciri, dan Jenis Anekdot   1. Definisi Teks Anekdot     Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, anekdot adalah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau orang terkenal dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Orang-orang penting yang diceritakan dalam anekdot bermacam-macam, seperti tokoh politik, sosial, dan agama.  Sementara itu, peristiwa yang diceritakan dalam anekdot merupakan peristiwa nyata dalam kehidupan sehari-hari. Namun seiring perkembangan zaman anekdot juga digunakan untuk menceritakan tokoh dan peristiwa fiktif.     Anekdot mengandung humor. Humor dalam anekdot dibentuk dengan kelucuan atau kekonyolan tokoh. Tindakan ataupun ucapan tokoh menimbulkan humor karena adanya peristiwa ganjil yang mendasarinya. Humor juga dapat diciptakan melalui permainan kata, makna, ataupun pelesetan terhadap suatu kata ataupun frasa.     Humor dalam anekdot bukan hanya bersifat menghibur. Bia...