Langsung ke konten utama

ANEH

 

            Hari ini adalah hari yang sunyi, Gazka menatap atap kamarnya, kamarnya hening seolah-olah dunia sedang tidur nyenyak, dan satu-satu sumber suara adalah AC rusak yang menetes air.

“Aku harus memperbaikinya.” pikirnya. Badannya tidak bisa bergerak, seperti batu. Dia mencoba mengedipkan matanya untuk sadar, tetapi badannya tidak mau bergerak. Seperti ada di alam lain rasanya dan ada hal supranatural disana.

Dia mengerang, lama kelamaan suara tetesan air membuat Gazka merasa gila.

Tck.
Tck.
Tck.

Lalu, suara bising alarm keras mengganggu pikirannya dan membuatnya sadar lagi. Dia bangkit, walaupun tadi dia sempat tidak bisa bergerak. Dia merapikan rambutnya yang kusut lalu ia bergegas untuk cepat-cepat mematikan alarmnya supaya tidak membangunkan Ibunya yang sedang tidur di kamar sebelah.

“Enyahlah, argghh.”


Gazka melempar alarmnya yang tebal dan butek itu lalu kembali tertidur lagi. Semenjak adiknya telah wafat Gazka telah berubah 180 derajat. Lelaki yang dulunya senang bergaul dan bersosialisasi sekarang menjadi dingin dan mati rasa. Sayangnya Darma meninggal setahun yang lalu karena kecelakaan tragis yang melibatkan Gazka. Gazka dihantui oleh hantu masa lalunya dan akan selamanya merasa bersalah atas kematian adiknya. Setiap hari dia merasa tersiksa, ayahnya selalu mengingatkannya bahwa kematian Darma adalah kesalahannya. Jelas bahwa ayah Gazka hanya merindukan Darma, tetapi dia merasa tidak perlu menyalahkan semuanya padanya.

Sekarang yang dilakukan Gazka hanyalah tidur untuk melarikan diri dari kenyataan yang pahit.

Gazka, bangunlah! Sarapan sudah dibuat, nak!” Teriak Ayahnya dari ruang tamu. Gazka bangkit dari tempat tidurnya dan bergegas untuk mendatangi Ayahnya. Dia melihat sebuah sandwich diatas meja ruang tamu yang ditemani Ayahnya yang sedang duduk di depan TV, laptop di pahanya dan minuman keras yang berwarna kuning di tangan kanannya. Gazka menyapanya selamat pagi dan mengambil sandwichnya untuk dimakan di kamar.

“Kau mau kemana?” Tanya ayahnya. Dia bahkan tidak bisa melepaskan matanya dari laptopnya untuk melihat muka anak satu-satunya.
“Ke kamar.”
Gazka jawab dengan nada yang datar. Mendengar itu, mata ayahnya melesat ke atas untuk menatap wajah anaknya untuk pertama kalinya.
“Kenapa? Masih pagi, ngapain tidur lagi. Cobalah kamu seperti temanmu yang keriting itu. Ayah kemarin ketemu dia lagi lari pagi di jalan.” Bilang Ayahnya sambil minum alkoholnya sambil mengetik di laptop yang lebih mahal dari harga uang sekolah bulanan
Gazka, keyboard laptop Ayahnya mengeluarkan suara klik-klik keras yang membuat Gazka muak.

Gazka berputar balik dan mengabaikan suara teriakan Ayahnya.
“Kembalilah ke sini,
Gazka! Kalau kamu tidur lagi, akan aku kunci kamu di kamar!”

Tak mengindahkan perkataan ayahnya, ia lebih memilih membanting pintu kamar tidurnya dan kembali tertidur.

Gazka terbangun, suara ledakan yang dahsyat mendering gendang telinganya, dia melihat di sekitarnya dan tercengang.
aku dimana?”

Dia bangun dari ranjang tidur yang bukan miliknya dan berlari ke kaca dekat lemari kuno asing. Badannya mulai bergetar melihat pandangan di depan wajahnya, ia memakai baju tidur aneh yang merasa gatal di badannya dan rambutnya dipotong pendek dan bercorak aneh, dia tampak seperti anak alim. Gazka mulai panik, dimanakah dia dan mengapa dia terlihat seperti ini? Apakah Ayahnya telah menjualnya dan dijadikan budak tempat aneh ini?

Suara ledakan dapat terdengar di kejauhan dan dia mulai panik lagi.

Gazka dimanakah kamu? Turunlah dari kamar, nak!”Gazka mulai berdebar dengan keras, dia cepat-cepat mengambil sepatu busuk yang ada di dekat ranjang tidurnya dan dengan bodoh dia melompat dari jendela kamar itu.

“Sial,” Gazka menangis kesakitan sebelum bangkit lagi dan berlari jauh dari tempat itu.

Kota sedang berkabut, langkah kakinya bergema dan kotanya sepi, seperti kota hantu yang terlupakan. Tetapi ia bisa mendengar suara teriakan orang-orang di sekitarnya dan suara ledakan yang membuat tubuhnya dan semua yang disekitarnya bergetar. Sambil berjalan, Gazka melihat sebuah gedung kecil yang sudah runtuh, di luar gedungnya ada bunga-bunga yang sudah layu dan sebuah banner yang terbuat dari kayu. Dia melihat lebih dekat dan menyadari bahwa gedung itu adalah sebuah café.

Dia melangkah ke dalam café tersebut dan melihat seorang laki-laki muda seumuran dia yang sedang duduk sambil membaca koran. Ia memakai jas dan celana panjang kebesaran yang membuat dia tampak seperti anak kecil, dan rambutnya yang panjang itu diikat ketat, dia terlihat sangat kuno.

“Erm, permisi, bolehkah aku berbicara sebentar?”
“Maaf, aku
sedang tidak ada uang, jangan minta-minta kepadaku.” Suara orang itu membuat Gazka kaget. Sepertinya dia perempuan.

Gadis itu menggeram. Dia menatap Gazka dari atas ke bawah dan melanjutkan membaca korannya, Gazka  berdiri seperti orang kebingungan di depan gadis itu dengan baju piyamanya yang bermotif garis garis.

“Aku bukan mau mengemis uang,”
Gadis itu terdiam, dia melipat korannya dan menatap mata
Gazka.

“Erm, apa yang sedang terjadi di luar?” Tanya Gazka dengan polos. Gadis itu menatap Gazka dengan ekspresi yang kesal. Aduh, sepertinya dia telah mengganggu perempuan cantik di depannya.
“Kamu bodoh atau
bagaimana hah?”
“Maaf, aku punya amnesia.” Dia berbohong. Gadis itu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum dan menunjuk ke tempat duduk di sebelahnya.
Gazka  duduk di sebelah gadis itu dan melihat wajahnya yang penat dan sedih.

“Ada perang.” Jawab perempuan itu dengan suara monoton.
Gazka hanya bisa tampak tercengang.

Gazka melihat sekeliling cafe tak berwarna dan menjemukan, dindingnya sudah retak dan tempat duduknya sudah kusam dan berdebu. Dan secara tiba-tiba, sebuah ledakan meraung dari jauh, mengguncang seluruh cafe.

“Erm, ini tahun berapa dan dimana kita?”
Perempuan itu tertawa dan membetulkan jas dia yang tebal itu. “Ini tahun 19
39 dan kamu sedang berada di London.”

Mata Gazka membesar. Dia bukan ada di tahun 2022 lagi, tetapi di tahun 1939. Itu tidak masuk akal sama sekali, bagaimana dia bisa kembali ke masa lalu? Dada Gazka mulai merasa sesak, dia merasa ingin pingsan, penglihatan dia buram dan mata dia mulai berkaca-kaca.

“Apakah kamu baik-baik saja?” Tanya perempuan cantik itu, Gazka hanya bisa tertawa dan menggelengkan kepala. Dia mungkin seperti orang gila, rambutnya yang dipotong tidak karuan, bajunya yang tidak layak, dan perilaku dia yang kebingungan.
“Ini-ini tidak masuk akal,” Bisik
Gazka, Perempuan itu menatapnya kebingungan.
“Jangan bohongi aku! Aku tahu ini pasti ulah Ayah ku, aku telah diracuni olehnya dan sekarang aku diperbudak di kota aneh ini.” Teriak
Gazka, sambil membanting tangannya ke meja. Perempuan itu mulai marah, ekspresinya telah berganti dari kesal ke marah.
“Eh, jangan coba-coba ya, kamu! Memang kamu pikir kamu siapa? Aku bahkan tidak kenal kamu atau ayah kamu,” Perempuan itu terengah-engah.
“Nih, kalau tidak percaya, bacalah.” Perempuan itu memberikan
Gazka selembar dari koran yang tadi ia baca. Walaupun sebagian besar dalam bahasa Inggris dan dia tidak bisa bahasa Inggris, Gazka masih bisa membaca tanggal dan tahun diujung koran itu.

“Memangnya kamu kenapa?” Tanya perempuan itu dengan polos, Gazka hanya bisa terdiam.
“Aku baik-baik saja.” Dia berbohong, his hands started to get clammy and his body started to swea
t katanya dalam hati.
“Kamu butuh bantuan medis tidak? Apakah kamu terluka?” Gadis itu bertanya sambil berdiri dan merapikan bajunya yang berkerut.
“Tadi aku sempat terjatuh.”
Gazka menunjuk ke lututnya yang tergores dan berlumpur dan perempuan itu memegang lututnya dan melihat goresannya dengan lebih dekat.

“Itu saja?”
“Erm, iya.”
Gazka tertawa, perempuan ini membuatnya malu. Dia mengambil perban di laci depan dan mulai membalut kakinya dengat erat. Gazka memperhatikan mukanya perempuan itu, dan wajahnya tampak kosong. Dia berpaling, seolah terintimidasi oleh sikap dinginnya.

“Nama aku Jolinne. Tapi Joi juga bisa” Katanya, dengan suara monotone.
“Itu nama yang unik, namaku hanya
Gazka.”
Joi tertawa, sambil membalut kaki
Gazka.
“Itu nama nenek ku,” Kata Joi,
Gazka mengangguk kepala dan mengagumi perban yang ada di lututnya. Joi berdiri lagi untuk melihat diluar jendela café. Kotanya sudah sunyi, tidak ada suara ledakan atau teriakan orang lagi yang membuat Gazka merasa tidak nyaman.

“Apa yang terjadi tadi, diluar?”Gazka menyahut dari belakang, sambil memegang erat lututnya yang diperban. Joi hanya bisa melamun, dia terlalu lelah untuk menjawab pertanyaan Gazka.

Café sempat hening sebentar, sebelum suara Joi mengisinya.
“It’s the Germans,”
“Jadi, Jerman yang membom London?” Tanya
Gazka dengan polos, Joi menganggukkan kepalanya dan kembali duduk bersama Gazka. Mukanya pucat, dan ekspresi dia lelah. Mungkin dia khawatir, pikir Gazka.
“Kita di ujung London, jadi berterimakasih
lah kita tidak terkena ledakannya. Tetapi kakak ku belum tentu selamat.” Dia menunduk, air mata sudah mulai terbentuk di ujung matanya.

“Aku dulu sempat menjadi kakak,” Jawab Gazka, Joi hanya bisa duduk terdiam, dia menyeka air matanya sebelum menatap Gazka. Matanya bengkak dan merah, dan badannya bergetar ketakutan.
“Adik
ku meninggal karena ulah ku.” Kata Gazka dengan tenang. Gazka mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Joi, sebelum Joi menepis tangannya.
“Sial.” Pikirnya.

“Bagaimana bisa, Gazka?” Tanya Joi sambil tersedu dan memegang erat jasnya.

Tragedi adiknya selalu menghantuinya, kejadian itu terus berputar di kepalanya. Teriakan ibunya saat tubuh tak bernyawa adiknya ditarik dari lautan, dan mayat adiknya yang pucat dan tergores akan selama-lamanya terukir di pikirannya. Dia menyalahkan dirinya atas kematiannya, jika dia memperhatikan adiknya daripada sibuk dengan pacarnya, mungkin Darma akan masih hidup sampai sekarang.

“Dia tenggelam. Ayahku selalu menyalahkanku karena kematiannya.” Jawab Gazka secara monoton.
“Oh.” Hati Joi terguncang, dia berdoa kepada Tuhan supaya kakaknya aman dan tidak terluka. Walaupun Joi dan kakaknya tidak begitu dekat, dia masih berhubungan darah dan masih bersaudara.

“Hey, sepertinya sudah aman jika kita pergi keluar. Aku ingin melihat situasi diluar.” Ucap Gazka sambil menyodok lengan Joi, Joi tersenyum dan mengangguk kepalanya.

Kotanya hancur, pemadam kebakaran berlarian di semua sudut London memadamkan api-api yang menjilat kota itu dengan lahap. Korban-korban berserakan di jalan raya dan anak-anak menjerit karena kehilangan para orangtuanya. Mereka harus menyaksikan semua kekerasan yang terjadi, sementara yang bisa mereka lakukan hanyalah menonton, menyaksikan mayat orang yang mereka cintai diseret di jalan.

Gazka hanya bisa terdiam, menyaksikan konsekuensi dari perilaku egois manusia. Menurut dia, tidak adil bagaimana rakyat yang harus menderita walaupun mereka tidak bersalah apa-apa.

“Anakku!” Teriak sebuah ibu yang sedang menggendong anaknya yang berlumuran darah.

Gazka dan Joi melompati percikan darah untuk memasuki sebuah perpustakaan yang sudah hancur dimakan api. Berbagai buku gosong, dan rak kayu yang dulu kokoh sekarang hancur dilahap sang merah. Mereka duduk di sebelah tumpukan kayu yang sudah terbakar, abu dan debu berterbangan dan berkelap-kelip di udara yang terasa pengap.

Gazka, kamu boleh jujur dengan ku.” Ungkap Joi sambil memainkan debu yang menghiasi lantai.
“Kamu dulu direkrut tidak?”
Gazka kaget mendengar itu.
“Tidak lah, aku bukan seorang tentara.”
“Iya, tapi maksudku dulu.” Joi tertawa, tidak nyaman dengan situasi.
“Aku punya teori, mungkin kamu kabur lalu pergi ke Inggris dimana kamu menjadi pengemis dadakan.”
Gazka menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Menurut dia, Joi memang cantik tetapi ide-ide yang dia punya tidak masuk akal sama sekali.
“Aku bukan seorang pengemis, astaga.” Joi tertawa sambil menendang sebuah buku yang setengahnya berubah menjadi debu.

“Aku merindukan adikku.” Ungkap Gazka secara tiba-tiba.

Joi menatap wajah Gazka sambil cemberut, walaupun suara tangisan rakyat terdengar dari luar tapi satu-satunya suara yang Gazka  pilih untuk mendengar adalah suara miliknya.

Gazka, aku tahu kau merindukan adikmu dan Ayahmu tidak terlalu memperhatikanmu, apa yang telah kamu alami memang beban yang sangat besar tetapi, tolong jangan berbuat kasar kepada orang-orang disekitarmu, khususnya Ayahmu. Walaupun dia tidak bersikap baik kepadamu, kau harus tetap menyayanginya.”
“Aku tahu.”
Gazka menatap muka Joi sambil tersenyum, meskipun dia hanya bertemu Joi sebentar, dia memang benar-benar tertarik dan senang bisa meluangkan waktu sejenak untuk bersamanya.

Tiba-tiba ada sebuah ketukan besar yang membuat semua badan Gazka terguncang. Lalu, penglihatannya mulai gelap, dan semua yang ada di depan dirinya lama-lama berubah menjadi debu.

GAZKA!” Teriak sebuah suara familiar dengan lantang. Gazka mulai sadar lagi dan melihat di sekitarnya, ada jam dinding modern yang digantung di dekat TV, koleksi action figure ditata dengan rapi, dan sandwich yang sudah dingin terlentang di meja belajar. Dia sudah kembali ke kamar lamanya. Tidak ada hal-hal yang kuno, tidak ada suara ledakan yang mengguncang tubuhnya, dan tentu juga tidak ada Joi.

Gazka, ngapain kamu di dalam?” Itu suara Ayahnya. Gazka bergegas bangkit dari ranjang tidurnya dan membuka pintu kamarnya dimana ia bertemu dengan Ayahnya yang bersinar dengan kemarahan.

Semua itu adalah mimpi selama ini. Tapi Gazka bersyukur bisa bertemu Joi, meski mungkin dia tidak nyata dan hanya dalam imajinasinya. Joi mengajarinya untuk menghargai hidup apa adanya, karena itu mungkin akan diambil dari kita sebelum kita bisa menyadarinya. Bahkan jika apa yang kita miliki tidak banyak, daripada murung karena memiliki sedikit, bersyukurlah dengan apa yang kita miliki.

 

Postingan populer dari blog ini

Teks Ceramah

 A. Definisi dan Ciri-Ciri Ceramah     1. Definisi Ceramah          Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ceramah adalah pidato oleh seseorang di hadapan banyak pendengar mengenai suatu hal atau pengetahuan. Ceramah juga berarti penuturan bahan pembelajaran secara lisan. Ceramah merupakan pidato yang bertujuan untuk memberikan nasihat dan petunjuk mengenai suatu permasalahan kepada audiensi yang bertindak sebagai pendengar. Secara umum, ceramah mempunyai pengertian tentang suatu kegiatan berbicara di depan umum dalam situasi tertentu untuk tujuan tertentu dan kepada pendengar tertentu.         Pada dasarnya, pidato, ceramah, dan khotbah memiliki persamaan, yakni pengungkapan pikiran di hadapan banyak orang. Namun, dalam pelaksanaannya, antara pidato, ceramah, dan khotbah memiliki perbedaan. Pidato sering kita ikuti dalam acara-acara resmi, misalnya seminar, rafat pleno,. Ceramah diadakan untuk acara-acara tert...

Teks Laporah Hasil Observasi

            Sebuah laporan hasil observasi dapat disajikan dalam bentuk teks tertulis maupun teks lisan. Kamu sering melakukan observasi atau pengamatan, tetapi belum memahami cara menyusun teks laporannya dengan baik. Untuk itu, kamu perlu memerhatikan penyusunan laporan hasil observasi yang kamu dengar atau kamu baca dari media televisi, koran, majalah, atau internet. A. Pengertian, Ciri-Ciri, Sifat, dan Contoh Teks Laporan Hasil Observasi 1. Pengertian Teks Laporan Hasil Observasi          Teks laporan hasil observasi adalah teks yang berisi penjabaran umum mengenai sesuatu yang didasarkan pada hasil kegiatan observasi/pengamatan. Kegiatan observasi merupakan kegiatan pengumpulan data atau informasi melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat di lapangan atau lokasi. 2. Ciri-Ciri Teks Laporan Hasil Observasi     Teks laporan hasil observasi memiliki ciri-ciri yang membedakann...

ANEKDOT

A. Definisi. Ciri, dan Jenis Anekdot   1. Definisi Teks Anekdot     Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, anekdot adalah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau orang terkenal dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Orang-orang penting yang diceritakan dalam anekdot bermacam-macam, seperti tokoh politik, sosial, dan agama.  Sementara itu, peristiwa yang diceritakan dalam anekdot merupakan peristiwa nyata dalam kehidupan sehari-hari. Namun seiring perkembangan zaman anekdot juga digunakan untuk menceritakan tokoh dan peristiwa fiktif.     Anekdot mengandung humor. Humor dalam anekdot dibentuk dengan kelucuan atau kekonyolan tokoh. Tindakan ataupun ucapan tokoh menimbulkan humor karena adanya peristiwa ganjil yang mendasarinya. Humor juga dapat diciptakan melalui permainan kata, makna, ataupun pelesetan terhadap suatu kata ataupun frasa.     Humor dalam anekdot bukan hanya bersifat menghibur. Bia...