Terasa lengang,
ruangan sempit itu kini semakin terasa sepi, memanas, serta penuh kegelapan.
Layar itu masih terus menyala. Gadis itu terus menatap layar segi empat
dihadapannya hampir tak berkedip. Lekukan diujung bibir mulai berubah
semringah. Ia merapikan kacamatanya serta posisi duduknya agar terasa nyaman.
Tab sebuah platform terlihat sedang berjalan di layar. Gadis itu
mengarahkan cursor pada ikon “friend
request”dipojok website yang
didominasi warna biru itu.
“Nathan Anderson.”,
nama akun itu terpampang, diiringi dengan kata “konfirmasi”, tepat di
sebelahnya. Sandra, mengetuk kursor pada ikon “konfirmasi” itu. Dan sejak saat
itulah, tanpa ia sadari semuanya telah dimulai.
“Ting..ting”,
suara pesan dari situs itu membuat kedua bola mata tertuju pada pesan tertulis
yang baru saja mengisi box messages akunnya.
“Dari Nathan”,
bisiknya. Lelaki itu menulis pesan “Hi boleh kenal?”. Gadis itu mulai penasaran
pada lelaki pada Platform itu. Ia
membuka laman profil lelaki itu, menggesernya kebawah untuk melihat postingan
lelaki itu. Seperti biasanya, tidak ada yang aneh, hanya seorang lelaki
bertubuh jangkung, berbadan tinggi, berambut pirang serta mempunyai senyum
mempesona. Gadis itu tersenyum kecil, ia
kemudian balik melirik kearah pesan tadi dan membalasnya.
“Apa kau
mengenalku?”, ketik Sandra pada kolom pesan itu.
“Tentu saja”,
setelah pesan tersebut datang, disusul dengan sebuah foto, foto itu berisi
barisan siswa SMA yang menatap kearah kamera dengan senyum yang mengembang, Sandra
menatap kearah seorang anak laki-laki yang berdiri tepat dibelakangnya saat
itu, ia baru saja tersadar bahwa laki-laki itu adalah pria yang tengah bertukar
pesan dengannya.
Pertukaran pesan
itu terus berlanjut, hingga setiap harinya Sandra dan pria yang tak begitu
dikenalnya itu sangat dekat, tak ada celah, hingga suatu hari gadis itu
menerima cinta lelaki asing itu meskipun ia sama sekali tak begitu mengingat
lelaki itu, bahkan kini ia tak pernah melihat wajahnya.
Nathan selalu
dapat membuat Sandra sejenak melupakan kesepian dalam dunia relasinya, dunia
maya dengan sosok yang tak ia kenal membuatnya terjun dan tak dapat memisahkan
dunia khayal dan kenyataan pahit hidupnya. Ia tak pernah punya teman
sebelumnya, dan Nathan adalah teman pertamanya dan cinta fiksi pertamanya.
........................................................................................................................................................................
Terik matahari
menyengat, gadis itu menyeruput teh hangat dalam genggamannya. Suasana kantin
sekolah itu dalam hitungan menit berubah menjadi tempat yang sangat sempit,
ramai dipenuhi puluhan siswa yang mengantri mengambil sarapan pagi itu. Mata
Sandra melirik sekitar, matanya kemudian tertuju pada lelaki bertubuh pendek,
berbahu lebar, dan terlihat sangat memprihatikan. Ia berdiri dibawah halte bus
diseberang jalan, menatap layar handphone seraya menatap gadis itu. Ia mulai
mengetik sesuatu, sejenak kemudian dia menatap Sandra dengan senyum, yang
bahkan lebih terlihat seperti senyum psikopat yang terlihat penuh tatap
kegelapan.
“Drrttttt”,
sebuah pesan masuk dalam akun facebook Sandra, hal itu bertepatan dengan
tatapan pria di seberang jalan.
“Kau terlihat
sangat cantik”
Suasana mulai
terasa canggung, dan seketika berubah menjadi mengerikan. Pria diseberang jalan
itu mulai menyeberang, ia masih terus menatap Sandra, derap langkahnya semakin
cepat, dan saat itu entah apa yang merasuki Sandra, ia berlari sekuat tenaga,
menerobos keramaian hingga disuatu titik ia berhenti dengan nafas
terengah-engah.
“Sandra, lo
kenapa?”, lelaki bertubuh tinggi, berambut ikal dan berkacamata itu menatap
Sandra lekat. Yap itu Henry, satu-satunya teman Sandra.
“Hen, bantuin
gue, gue ga tau ada cowok yang kejer gue, please selametin gue”
“Yaudah, masuk
keruangan penyimpanan, gue yang megang kuncinya, cepet masuk sebelum ada yang
liat, biar cowok itu gue yang urus”
“Cowok itu
pendek, mukanya aneh terus di mukanya banyak bekas luka, seumuran kita tapi
keliatan tua”
“Oke, cepet
masuk sana”
Kurang lebih 15
menit Sandra dalam situasi mencekam itu, ia melihat sosok itu dari celah
fentilasi, dia hanya berdiri menatap ruangan tempat Sandra berada dari
kejauhan, tatapannya masih sama, beberapa menit kemudian ia menatap layar
handphone dalam genggamannya.
“Drrtt”, Sandra
mengambil handphonenya dari dalam sakunya, melihat pesan yang baru saja datang.
“Siapa lelaki
itu, kau tak pernah memberitahuku”
“Cepat pergi
dari hidupku!, jangan ganggu aku lagi”
“Kau
adalah kekasihku, jangan pernah coba lari, aku akan menyakiti siapapun yang
menghalangi kita”, lelaki itu kemudian pergi. Sandra mengelus dada, mengucap
syukur.
Suasana duka
memenuhi tempat pemakaman itu, tangis pecah. Sandra menatap sekitar, matanya
kemudian tertuju pada sosok yang menjadi ketakutannya beberapa hari belakangan.
Pria itu hadir disana, tersenyum sinis, ia mengeluarkan sebilah pisau bersimbah
darah dari balik jubah hitamnya. Ia mulai melangkah kearah gadis itu tanpa
menghilangkan senyum diwajahnya. Rintik hujan mulai berjatuhan. Gadisitu
berlari tanpa arah, menjauh dari kerumunan.
“Please gue gamau
mati sekarang”
Derap langkah
lelaki diseberang jalan itu semakin cepat, Sandra berlari sekencangnya, hingga
sampailah ia disebuha umah kecil, merasa tak punya pilihan, ia memasuki rumah
itu.
“Hfttt, hftttt,
arrggghhhh”, ia terengah-engah, dalam kesunyian itu ia mencoba menghubungi 911.
“Pak, kumohon,
pria ini hendak membunuhku, ia membawa sebilah pisau!, kami berada dalam sebuah
rumah sempit di jalan maple 14D”, ucapnya seraya melihat keluar jendela.
Perlahan derap langkah
itu memasuki ruangan.
“Kau mau
kemana?, kau tak bisa kabur dari ku, ya!! Aku yang membunuh si ikal itu, aku
tak pernah mencintaimu, aku hanya ingin balas dendam atas kejadian ketika mobil
orang tuamu menabrak ayahku”
Beberapa saat
terasa lengang.
“Hanya dia yang
aku punya, hingga mereka merenggut segalanya, sejak saat itu lah aku mulai
menyakiti diriku, hingga kini yang kau lihat, aku tak seindah dulu, aku mulai
menyayat wajahku, mengamputasi kakiku, hingga tak makan apapun kecuali daging
mentah”
“Kau heran
mengapa kau tak punya teman?, orang-orang berpikir kau membunuh orang tuamu,
padahal itu hanya cerita karanganku, akulah yang membunuh mereka”
Suara nafas itu
terasa hanya berjarak sejengkal dengan Sandra hingga ia bisa merasakan hembusan
nafas lelaki itu.
“TIDAKKKKK!!!”,
semburat merah memenuhi ruangan itu, dan diakhiri suara gema tawa diujung
ruangan.
Gadis itu
membuka mata, menatap ruangan putih dengan seorang pria berjas putih
dihadapannya. Pria itu tersenyum.
Sejurus kemudian
pria itu berbalik menatap kearah sepasang pria dan wanita, dimana sang wanita
matanya telah bengkak, ia terus menerus menyeka air matanya.
Gadis itu tak
peduli, ia sibuk melihat layar kotak yang bergantung menampilkan tayangan
kartun favoritnya.
Sementara disatu
sisi pria berjas itu sedang membuka suara.
“Sandra telah
mencapat tahap skzofrenia yang parah, ia kini tak bisa membedakan kenyatan dan
dunia khayalnya, dan terlebih lagi memliki keinginan untuk bunuh diri bahkan
membunuh orang lain, makhluk yang ada dalam dunianya adalah kenangan cinta masa
lalunya”, pria itu membuka album tahunan SMA International Relation, dan
menunjuk pada seorang laki-laki dan seorang gadis.
“Ia sangat
terpuruk dengan kematian kekasihnya, dan terus menyalahkan dirinya atas
kecelakaan itu, menutup lingkup sosialnya, dan merubah sosok kekasihnya itu
sebagai seseorang yang menuntut balas dalam dunianya”.
Tempat itu
berakhir dengan suara tangis dan rintik hujan, tepat setelah Sandra dan
keluarganya menghadiri acara pemakaman Henry, senja itu.